Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dampak Perppu Cipta Kerja Sah, Masyarakat Ikut Gelisah?
28 Maret 2023 10:45 WIB
Tulisan dari Muhammad Sidiq Alfatoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
DPR, dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023 di Senayan pada Selasa, 21 Maret 2023 secara resmi menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Peppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentag Cipta Kerja menjadi undang-undang.
ADVERTISEMENT
Gagasan undang-undang Cipta Kerja ini pertama kali dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden RI periode kedua pada 20 Oktober 2019 silam. Pemerintah secara kilat menyususn Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dan rampung pada 12 Februari 2020. RUU Cipta Kerja mulai dibahas oleh DPR pada 2 April 2020.
Langkah DPR yang sangat “GEGABAH” dalam mengesahakn Perppu ini dinilai mengkhianati dan tidak menghargai putusan Mahkamah Konstitusi pada November 2021.
Pasalnya pada penerbitan Perppu ini tidak mengandung unsur kedaruratan sebagaimana klaim pemerintah. Banyaknya penolakan secara luas dari berbagai kalangan masyarakat, mengingat luasya dampak daripada Perppu ini terhadap berbagai lini kehidupan.
Dalam situasi yang seperti ini, seharusnya DPR lebih berhati-hati dalam menyikapi Perppu Cipta Kerja dan tidak gegabah maupun terburu-buru dalam melakukan pengesahan. DPR sebagai “WAKIL RAKYAT” seharusnya mampu, mau, dan bisa mendengarkan berbagai aspirasi-aspirasi rakyatnya dan bukan malah dengan terang-terangan mengabaikan itu semua.
Mahkamah Konstitusi menlai dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada masyarakat publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapat pihak, dengan kata lain UU ini mengabaikan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam urusan publik.
ADVERTISEMENT
MK memberikan waktu untuk pembuat undang-undangn memerbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun setelah putusan dibacakan.
Akan tetapi setahun pasca putusan MK, pemerintah tiba-tiba menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersayarat yang pada akhirnya disahkan DPR menjadi undang-undang.
Penerbitan Perppu Cipta Kerja ini semakin menegaskan bahwa publik tidak ada artinya bagi Pemerintah dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Keharusan untuk menghadirkan partisipasi bermakna justru direspon dengan semakin mendangkalkan saluran-saluran partisipasi masyarakat.
Hal tersebut terlihat dari adanya dua Perppu yang baru saja terbit pada tahun 2022, yakni Perppu Pemilu dan Perppu Cipta Kerja. Tidak hanya pada tingkat pembentukkan Perppu, penyumbatan ruang partisipasi bermakna juga dilakukan pembentuk UU dalam beberapa kesempatan seperti UU Ibu Kota Negara (UU IKN) dan KUHP.
ADVERTISEMENT
Walaupun MK telah beberapa kali menegaskan dalam putusannya terkait pentingnya partisipasi yang bermakna dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan, sinyal yang diterima public adalah praktik “ugal-ugalan” Pemerintah dalam proses legislasi demi memenuhi kepentingan oligarki.
Sementara itu buruh menyoroti 9 poin terkait upah minimum, tenaga kerja alih daya atau outsourcing, pembayaran pesangon, ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), soal pemutusan hubungan kerja (PHK), keberadaan tenaga kerja asing (TKA), terkait dengan sanksi pidana, jam kerja, dan cuti panjang.
Bukan hanya penerbitannya yang bermasalah karena mengkhianati konstitusi, isinya pun penuh dengan problematika. Dengan meminggirkan partisipasi publik dalam proses pembentukan regulasi, Pemerintah juga mengambil jalan pintas yang sesat yaitu dengan menggunakan dalil adanya kegentingan yang memaksa untuk menghanyutkan partisipasi publik.
ADVERTISEMENT
Apabila DPR memiliki akal sehat, Perppu ini harus ditolak karena telah meminggirkan peran DPR untuk ikut memperbaiki UU Cipta Kerja. dengan disahkannya Perppu Cipta Kerja ini sangat berdampak buruk bagi hubungan antar lembaga negara yaitu angtara Presiden, DPR, dan Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak menghormati putusan MK sekaligus tidak menghormati DPR selaku lembaga pembentuk Undang-Undang.