Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kehidupan Sosial ODHA Terhadap Stigma dan Diskriminasi Masyarakat
8 Desember 2024 16:11 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari SILVI RETNOPALUPI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, penderita penyakit HIV/AIDS di Indonesia masih sering mengalami kendala, terutama dalam menghadapi stigma masyarakat yang cenderung negatif sehingga dapat menyulitkan mereka dalam menjalani kehidupan sosial maupun layanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan periode Januari-September 2024, telah mencatat sebanyak 35.415 kasus HIV serta sebanyak 12.481 kasus AIDS. Data tersebut telah menunjukkan bahwa penyebaran HIV/AIDS masih menjadi permasalahan kesehatan yang penting di Indonesia khususnya stigma dan diskriminasi yang menjadi tantanga terbesar bagi ODHA atau Orang Dengan HIV/AIDS.
Stigma yang beredar di masyarakat seringkali menganggap bahwa seseorang yang mengidap HIV/AIDS adalah seorang yang melakukan seks bebas, mengonsumsi narkoba, PSK, LGBT. Dengan anggapan tersebut, ODHA cenderung dijauhi di kehidupan sosial sebab masyarakat terlalu takut akan tertular (Nadlifuddin, 2024).
Menurut perspektif fungsionalisme yang dikembangkan oleh Talcott Parsons, stigma ini dapat dianalisis dengan salah satu konsepnya, sistem sosial yang mengedepankan keteraturan dan keseimbangan di dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Konsep ini melihat bahwa interaksi antar aktor dalam bermasyarakat, sehingga peran aktor sangat penting yang juga berhubungan dengan peran-peran sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap individu berhak menjalankan perannya dalam masyarakat sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.
Namun, ketika ODHA mendapatkan stigma dan diskriminasi dalam masyarakat akan menyebabkan munculnya gangguan yang dapat mempengaruhi keseimbangan sistem sosial. Diskriminasi yang muncul akan menghambat ODHA dalam menjalankan perannya dalam kehidupan sosialnya, sehingga dapat menciptakan disfungsi dalam masyarakat.
Melalui pandangan tersebut, berupaya untuk melihat bahwa stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA dapat mengganggu keseimbangan sosial di tengah masyarakat. Empati dan pemahaman masyarakat sangat dibutuhkan guna mengurangi stigma buruk masyarakat terhadap ODHA.
Selain dapat menghambat ODHA dalam menjalankan peran di kehidupan sosialnya, stigma masyarakat juga dapat menghambat akses kesehatan bagi ODHA. Mereka yang mendapatkan diskriminasi di lingkungan sosial, maupun di fasilitas kesehatan sehingga ODHA enggan untuk mencari pengobatan yang lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT
Kondisi dapat menjadi lebih buruk ketika ODHA terlambat mendapatkan penanganan medis yang akan memperburuk keadaannya dan dapat meningkatkan risiko komplikasi dan potensi penularan virus kepada orang lain.
Maka, sangat penting untuk masyarakat tidak memberi stigma dan mendiskriminasi ODHA agar mereka merasa aman dan tidak merasa takut untuk mencari pengobatan atas penyakit HIV/AIDS. Masyarakat perlu meningkatkan pemahamannya lebih jauh tentang penyakit ini agar mereka dapat memberikan empati kepada ODHA.
Oleh karena itu, penting adanya sosialisasi mengenai penyakit HIV/AIDS untuk lebih membuka pemikiran masyarakat mengenai cara penularan penyakit tersebut. Dengan adanya sosialisasi yang masif, dapat mengubah pandangan negatif masyarakat dan menciptakan lingkungan yang inklusif, serta mendukung mereka untuk mendapatkan pengobatan yang baik juga menjalani kehidupan yang lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT
Melalui pemahaman dan empati masyarakat sekitar, diharapkan mampu untuk memberikan lingkungan yang aman dan nyaman untuk ODHA dan mereka masih bisa berkontribusi secara penuh dalam kehidupan sosial.
Silvi Retnopalupi, Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya