Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Antropologi Budaya: Gandrung Sebagai Daya Tarik Wisata Banyuwangi 2012-2016
26 Maret 2022 15:32 WIB
Tulisan dari Silvia Ekarahayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyuwangi adalah sebuah kabupaten yang terletak di ujung timur pulau jawa. Kedekatan geografisnya dengan budaya Bali membuat Banyuwangi kaya akan perpaduan budaya dan seni. Salah satu kesenian Banyuwangi yang terkenal dan menjadi maskot pariwisata Banyuwangi adalah Gandrung. Oleh karena itu, Banyuwangi juga dikenal sebagai kota Gandrung.
ADVERTISEMENT
Kata Gandrung diartikan sebagai tergila-gila atau terpesona. Artinya, pesona Blambangan adalah agraris bagi Dewi Sri, khususnya dewi padi, yang membawa kemakmuran bagi rakyat. Ungkapan rasa syukur masyarakat pascapanen termasuk dalam bentuk kegembiraan. Tari Gandrung sudah ada sejak tahun 1774 sehingga merupakan kesenian tertua di Banyuwangi. Berdasarkan sejarah seni tradisional, Gandrung pada awalnya ditarikan oleh penari pria, kemudian berkembang dan ditarikan oleh penari wanita untuk pertama kalinya pada tahun 1895, seorang pria bernama Semi.
Tari Gandrung dalam perkembangannya selalu dinamis sesuai permintaan, dapat dibawakan sesuai perintah dan sering mengikuti aliran musik pengiringnya. Gandrung sering dipentaskan pada acara pernikahan, petik laut, upacara khitanan, hari kemerdekaan, dan berbagai acara formal maupun informal di Banyuwangi dan daerah lainnya.
ADVERTISEMENT
Gandrung adalah budaya masyarakat Banyuwangi
Dalam perkembangannya, masyarakat mulai berpartisipasi dalam pengembangan budaya yang terdapat di Banyuwangi. Awalnya, tari Gandrung merupakan ungkapan rasa syukur pascapanen kepada masyarakat.
Hampir semua aspek Gandrung menjadi rujukan dan inspirasi berbagai kesenian tradisional Banyuwangi. Dalam kehidupan sosial masyarakat, Gandrung memegang peranan penting. Setiap kali Gandrung mengikuti berbagai kegiatan etnis dan keagamaan, masyarakat dapat menikmati tarian dan lagu Gandrung dengan tenang. Secara tidak langsung merupakan suatu tata cara komunikasi antara satu ras dengan ras yang lain, tanpa adanya perselisihan antar ras, Gandrung dapat digunakan sebagai alat persatuan bangsa.
Sebagai bentuk kesenian yang hidup dan berkembang sejajar dengan bentuk kesenian lainnya, Gandrung selalu mendapat tempat yang cukup baik dihati masyarakat, kehadiran Gandrung dapat memperkaya ciri khas budaya tradisional lainnya di Banyuwangi.
ADVERTISEMENT
Gandrung Sebagai Daya Tarik Masyarakat Banyuwangi
Tari Gandrung dalam perkembangannya selalu dinamis sesuai kebutuhan, terkadang tertib, dan sering mengikuti aliran musik pengiringnya. Setelah itu, tari gandrung menjadi sajian untuk menjamu tamu dan kemudian menjadi hiburan dan pertukaran. Gandrung sudah memudar dan kurang diminati penonton, terutama generasi muda. Untuk memenuhi kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menghidupkan kembali budaya lokal melalui Festival Gandrung Sewu 2012, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi tidak hanya sebagai penonton tetapi juga sebagai peserta aktif.
Gandrung Sewu sendiri merupakan tarian yang diikuti oleh ribuan penari Gandrung. Penari yang sebagian besar mahasiswa, diseleksi dari beberapa sanggar tari dan dipersiapkan selama kurang lebih satu bulan. Tak heran jika gladi bersih dilakukan sehari sebelumnya, terlihat konsistensi dan keindahan tarian yang diturunkan dari generasi ke generasi. Terletak di Pantai Boom dan kembali ke arah Selat Bali, pada hari yang telah ditentukan, semua mata seolah terpukau dengan kecantikan para penari yang bercorak merah. Ribuan tarian pernikahan ini indah, meriah dan menakjubkan.
ADVERTISEMENT
Festival Gandrung Sewu 2012-2016
1. Gandrung Sewu 2012
Acara tahun pertama yang diberi nama Parade Gandrung Sewu ini dilaksanakan pada tanggal 17 November 2012. Penyelenggaraan Parade Gandrung Sewu yang pertama ini menemui banyak kendala terutama dalam menghadapi Persatuan Pengajar Tari dan Seni Banyuwangi (Patih Senawangi). Hal ini dikarenakan Patih Senawangi menyelenggarakan pawai Gandrung Sewu dan tidak ada campur tangan pemerintah. Meski parade Gandrung Sewu pertama masuk dalam jadwal festival Banyuwangi, tidak ada instansi yang mengikutinya. Namun, Parade Gandrung Sewu mendapat penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
2. Gandrung Sewu 2013
Festival Gandrung Sewu kedua diadakan pada tanggal 23 November 2013. Jumlah penari Gandrung Sewu pada Festival Gandrung Sewu 2013 merupakan yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya yaitu mencapai 2.106 peserta. Topik yang dipilih adalah bagian kedua dari program Gandrung yang diberi nama Paju Gandrung.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2013, Persatuan Pembina Seni Tari dan Seni Banyuwangi (Patih Senawangi) menginformasikan kepada pemerintah daerah bahwa festival Gandrung Sewu tidak lagi berlangsung. Pada akhirnya, pemerintah setempat memutuskan untuk mengambil penanggung jawab festival Gandrung Sewu. Tujuan pemerintah daerah saat terus menyelenggarakan Festival Gandrung Sewu adalah untuk kepentingan pariwisata, mendatangkan wisatawan ke Banyuwangi melalui kegiatan kesenian.
3. Gandrung Sewu 2014-2015
Tahun 2014 mulai ada seleksi ketat seperti tinggi badan, keterampilan menari dan kekuatan fisik. Festival Gandrung Sewu 2015 dikritik oleh publik dan publik. Memang di akhir cerita, festival Gandrung Sewu menunjukkan kekalahan rakyat Banyuwangi terhadap VOC. Masyarakat mencontohkan, peristiwa yang menunjukkan kekalahan Banyuwangi tidak boleh dipertontonkan. Kritikan ini memaksa Patih Senawangi (Persatuan Pembina Seni Tari dan Seni Banyuwangi) atau pemerintah daerah khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi lebih berhati-hati dalam menentukan akhir kalimat cerita di Festival Gandrung agar tidak mengecewakan masyarakat untuk pertunjukan berikutnya.
ADVERTISEMENT
4. Gandrung Sewu 2016
Pada tahun 2016, festival Gandrung Sewu mengambil tema “Seblang Lukinto”. Jika dilihat dari definisi nama Seblang Lukinto, kata Bramuda, seb artinya meneng (diam), dan lang berasal dari kata langgeng yang artinya selama-lamanya. Sedangkan Lukinto adalah kata Sansekerta yang berarti "tersembunyi". Ketika keduanya disatukan, maknanya menjadi cetak biru yang harus dirahasiakan selamanya.
Festival gandrung sewu sebagai daya tarik wisata terbukti mampu menarik pengunjung saat festival digelar.
Adanya unsur edukatif yang menarik, Festival Gandrung Sewu selalu menyuguhkan pentas dramatis agar penonton mengetahui sejarah Gandrung dan Kabupaten Banyuwangi. Topiknya selalu berbeda sehingga wisatawan yang sudah menontonnya berkali-kali tetap tidak merasa bosan. Daya tarik lainnya adalah festival jenis ini hanya ada di Banyuwangi. Daya tarik pendukungnya adalah venue acara yang terletak di Pantai Boom dengan latar belakang Selat Bali dan sunset yang menambah estetika festival garmen gandrung.
ADVERTISEMENT
Hampir semua aspek Gandrung menjadi rujukan dan inspirasi berbagai kesenian tradisional Banyuwangi. Dalam kehidupan sosial masyarakat, Gandrung memegang peranan penting. Setiap kali program Gandrung mengikuti berbagai kegiatan etnis dan keagamaan, masyarakat dapat menikmati tarian dan lagu Gandrung dengan tenang.
Melestarikan budaya dan tradisi suatu daerah merupakan kewajiban setiap negara, khususnya setiap daerah. Orang-orang dengan peradaban besar sering diidentikkan dengan mereka yang dapat menghasilkan dan memelihara tradisi dan budaya yang mereka hasilkan.