Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kebakaran Hutan: Kudeta Alam Terbesar di Kalimantan
31 Maret 2021 11:42 WIB
Tulisan dari Ivanodei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya teringat dari sebuah lirik lagu yang berisi "uap terlontar mengepung kota" atau "mati sesak napas tengah malam" yang dilantunkan oleh sebuah grup musik asal Jakarta, yakni Feast. Lagu ini dapat menggambarkan kekecewaan kami sebagai rakyat atas lambatnya penanganan pemerintah atas kerusakan alam di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bertahun-tahun kerusakan alam telah meresahkan kehidupan makhluk hidup. Kehidupan alam yang selalu dieksploitasi demi keuntungan diri sendiri, akibat dari perlakuan kaum elite yang tidak tahu diri. Membutuhkan waktu yang lama agar permasalahan ini bisa didengar dan diselesaikan. Namun, siapa yang mendengar seruan kami? Seakan-akan permasalahan ini hanyalah omong kosong belaka, sehingga tiada penyelesaian dari pihak yang terkait. Pihak penguasa yang sibuk menyenangkan diri sendiri, sedangkan rakyatnya menyiksa diri. Inikah yang dinamakan keadilan?
Kerusakan alam kembali menjadi sorotan di jagat maya. Media sosial menjadi medium untuk mengungkapkan kekecewaan masyarakat terhadap permasalahan tersebut. Kerusakan ini seakan-akan menjadi bulan-bulanan. Akan tetapi, siapa yang harus disalahkan? Melihat dari perspektif pihak pro dan kontra dapat disimpulkan ada dua penyebab hal ini terjadi. Kita bisa menyebutkan adanya kelonggaran kebijakan pemerintah dan perilaku masyarakat yang jorok. Namun, dari sisi teknologi, kemudahan yang ditawarkan dari kemajuan teknologi tidak menutup kemungkinan adanya kerusakan alam. Berbagai rumor yang mengatakan kemajuan teknologi menggunakan bahan-bahan yang mencemarkan alam.
ADVERTISEMENT
Indonesia tidak hanya dikenal dengan kekayaan alamnya saja, akan tetapi juga dikenal dengan permasalahan kerusakan alamnya. Mengingat kembali begitu banyak artikel-artikel pemberitaan tentang kerusakan alam yang terjadi di beberapa wilayah. Menariknya mayoritas kerusakan alam di Indonesia adalah kebakaran hutan.
Selama 75 tahun Indonesia merdeka, tujuh kali pergantian rezim, Indonesia telah kehilangan hutan sebesar 23 juta hektar. Ini menandakan selama 75 tahun, dari rezim pemerintahan tidak ada kejelasan untuk menyelesaikan permasalahan ini. CIFOR (2006) juga melaporkan bahwa pada tahun 1997/1998 sekitar 10 juta hektar hutan, semak belukar, dan padang rumput terbakar, sebagian besar dilakukan secara sengaja. Kebakaran hutan yang terjadi memiliki berbagai (hotspot) dengan luas cakupan dan jumlah titik api yang bervariasi.
ADVERTISEMENT
Sebutkan saja yang sering mengalami kebakaran hutan, yakni hutan di Kalimantan. Kalimantan merupakan salah satu wilayah dari Indonesia yang sebagian besar wilayahnya masih hutan. Di wilayah kalimantan sendiri menjadi penyumbang oksigen terbesar di dunia. Selain itu, luas wilayah persebaran gambut sebanyak 5,7 juta hektar atau 27,8%. Dengan kata lain, Kalimantan menyumbang sebanyak ⅔ persebaran gambut di Indonesia. Namun, seringkali terjadi adanya berbagai faktor yang mengakibatkan kerusakan hutan secara besar-besaran di Kalimantan. Sehingga, Kalimantan menjadi sorotan media nasional hingga internasional.
Kalimantan dikenal dengan cuacanya yang ekstrem. Dengan kata lain, minimnya curah hujan di Kalimantan membuat hutan menjadi kekeringan. Musim kemarau di Kalimantan telah menjadi perhatian pemerintah dalam menjaga kesuburan hutan. Di Indonesia sendiri, penyebab kebakaran hutan terjadi atas tiga faktor utama, yaitu kondisi lingkungan, faktor iklim, dan faktor sosial budaya. Sehingga, pemerintah telah membuat program yang memfokuskan pencegahan karhutla.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang Kebakaran Hutan, seperti pasal 78 ayat 3 UU 41/1999 berisikan tentang kebakaran hutan yang disengaja dapat dipidana paling lama 15 tahun dan dikenakan denda sebesar 5 miliar. Kemudian, pasal 4 berisikan tentang kebakaran hutan yang dilakukan karena kelalaiannya dapat dipidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 1,5 miliar.
Selain itu, kebakaran hutan yang bertujuan untuk membuka lahan baru juga merupakan pelanggaran. UU PLH telah mengatur sanksi ini di dalam Undang-Undang Pasal 69 Ayat (2) yang berisikan: “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.” Sanksi yang tepat bagi para pelaku pembakaran hutan terdapat di dalam UU PLH Pasal 108 dengan ancaman dipidana paling lama 10 tahun penjara serta denda paling banyak 10 miliar.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini masih saja pembakaran hutan masih terjadi hingga sekarang, Kurangnya ketegasan dari aparat untuk menindak lanjuti permasalahan ini. Apalagi jika terjadi kebakaran hutan yang apinya susah dipadamkan. Menurut hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar kebakaran yang telanjur besar susah dipadamkan dengan peralatan pemadam berteknologi tinggi. Akan tetapi, kejadian ini sudah diantisipasi. namun , tidak berdaya dalam melakukan pencegahan.
Kebakaran tersebut mengakibatkan efek yang fatal bagi ekosistem yang ada, terutama bagi kehidupan warga sekitar hutan. Asap merupakan hasil dari kebakaran hutan. Asap dari kebakaran hutan yang menjalar dan berpotensi menghasilkan pembakaran di emisi ke atmosfer yang menimbulkan pemanasan global (Adinugroho Dkk., 2005).
Selain itu, terdapat asap kabut yang dihasilkan dari kebakaran hutan. Sejumlah rumah sakit terutama puskesmas di Pekanbaru dibanjiri pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penyakit ini menyerang anak-anak hingga manula yang memiliki kondisi pernafasan yang lemah. Dinas provinsi Riau mencatat terjadi peningkatan pasien ISPA yang jumlahnya mencapai 1095 pasien. World Health Organization memperkirakan 20 juta orang indonesia telah terpapar asap kebakaran hutan yang mengakibatkan gangguan paru-paru dan saluran pernapasan.
ADVERTISEMENT
Selain bidang kesehatan, kebakaran hutan juga berdampak di bidang ekonomi. Secara historis, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh kebakaran hutan mencapai US$ 9,3 miliar sampai dengan US$ 20,1 miliar. Begitu banyak lahan pekerjaan petani yang hancur diakibatkan oleh kebakaran hutan, kemudian terdapat asap kabut (asbut) yang mempengaruhi transportasi para pekerja sekitar hutan, dan biaya yang dikeluarkan begitu besar.
Setelah melihat berbagai dampak dan penyebab dari kebakaran hutan yang terjadi, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kurangnya action plan pemerintah terhadap industri dan masyarakat. Pada kebakaran hutan tahun 1997, media massa melaporkan 176 perusahaan yang dituduh melakukan pembakaran hutan dan pembukaan lahan, di antaranya 133 merupakan perusahaan perkebunan.
Pemerintah tidak belajar dari kesalahan masa lalu, sehingga membiarkan perusahaan dari bidang perkebunan untuk membuka lahan dengan cara yang salah. Kurangnya ketegasan dalam menentukan hukum yang berkaitan dengan pasal perusakan lingkungan yang mengakibatkan sebuah kefatalan.
ADVERTISEMENT
Namun, terdapat begitu banyak pertanyaan yang terlintas di benak saya. Apakah ke depannya akan terjadi lagi peristiwa yang sama? Kita sama-sama tidak tahu. Lalu, menurut anda apakah pemerintah siap mengatasi permasalahan ini? Atau hanya memperkeruh permasalahan. Yang saya dapat simpulkan dari penanganan pemerintah atas peristiwa ini adalah, “Menjual kesehatan demi keuntungan.”