Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Catatan dari Qingdao
4 Juli 2023 11:07 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Siswanto Rusdi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada gawean kemaritiman lumayan gede yang dihelat di kota Qingdao, Shandong, beberapa waktu lalu. Ditaja East Asia Marine Platform Qingdao Forum, event ini mengacu kepada program Perserikatan Bangsa-Bangsa “Decade of Ocean Science Sustainable Development” yang dikenal juga dengan “Ocean Decade 2021-2030”.
ADVERTISEMENT
Forum kali ini merupakan kali kedua—yang pertama digelar 2022. Pada kegiatan tahun lalu tidak dicantumkan kata-kata East Asia atau Asia Timur namun tahun ini kawasan tersebut dilekatkan. Hal ini dilakukan karena perairan Asia Timur menyimpan sejumlah permasalahan dan Qingdao Forum diharapkan bisa memberikan jalan keluar. Jika pun tidak, setidaknya ia menjadi ajang tukar pikiran para pihak terkait.
Permasalah di kawasan Asia mencakup sengketa wilayah, sengketa perbatasan maritim antarnegara, penggunaan sumberdaya kemaritiman/perikanan yang merusak—dalam hal ini illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing—pemanfaatan sumber energi dengan menggunakan kekuatan militer dan rivalitas AS-China di kawasan Semenanjung Korea dan Selat Taiwan.
Kawasan laut Asia Timur juga berada di bawah ancaman naiknya permukaan laut, angka piracy and armed robbery juga masih relatif tinggi dan akan berakhirnya perjanjian perjanjian batas landas kontinen antara Korea Selatan-Jepang pada 2028.
ADVERTISEMENT
Last but not least, Asia Timur menyimpan kerawanan polusi kelautan yang tingkatnya terbilang mematikan alias deadly. Saya mengacu kepada isu pembuangan air limbah reaktor nuklir Fukushima yang meledak setelah dilanda tsunami pada 2021 dalam hal ini.
Masalah pembuangan limbah nuklir reaktor Fukushima ke laut sesungguhnya tidak hanya menjadi kerisauan mereka-mereka yang berada di kawasan Asia Timur. Melainkan ia juga menjadi kekhawatiran mereka yang berada di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia tentu saja. Limbah yang mengotori laut sejatinya merusak, apalagi limbah nuklir.
Mengutip Kepala Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Tri Edhi Budhi Soesilo, dampak paparan limbah radioaktif ke organ tubuh berbeda-beda. Ada yang menyerang tulang atau syaraf. Gejalanya pun beragam dan dampak itu baru muncul tahunan hingga puluhan tahun.
ADVERTISEMENT
Sekecil apapun limbahnya, ia tetapya bahaya. Perlu prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Kasus Bhopal dan Chernobyl saja sampai hari ini masih ada dampaknya antara lain kerusakan sumsum tulang dan kejadian leukimia. Limbah radioaktif pun akan mencemari rantai makanan dan ketika dikonsumsi manusia juga akan berdampak buruk. Bayangkan kalau limbah itu masuk ke laut.
Salah satu kekhawatiran masyarakat terhadap penggunaan bahan bertenaga nuklir adalah limbah radioaktif. Limbah radioaktif dihasilkan dari berbagai aktivitas proses dari sejak penambangan di alam, pengolahan hingga penggunaannya untuk berbagai tujuan.
Di Indonesia, limbah radioaktif dihasilkan dari aktivitas penelitian, pengembangan (litbang) dan pemanfaatan bahan nuklir yang dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan lembaga litbang lainnya, industri pertambangan, industri baja, industri kimia, industri farmasi, industri kosmetik dan kegiatan di rumah sakit yang terkait dengan pemeriksaan medis dan terapi penyakit.
ADVERTISEMENT
Jumlah pemegang izin penggunaan unsur radioaktif dan izin pengoperasian instalasi nuklir di Indonesia saat ini sudah mencapai 15.000. Seluruh pemegang izin tersebut berpotensi menghasilkan limbah radioaktif. Limbah yang tidak diolah dan dibuang sembarangan akan menyebabkan kontaminasi atau pencemaran terhadap pekerja, lingkungan dan masyarakat yang berada di sekitarnya.
Dari berbagai sumber, pembuangan limbah nuklir reaktor Fukushima akan betul-betul dieksekusi oleh pemerintah setelah IAEA sudah memberikan dukungannya. Dalam Qingdao Forum desakan agar rencana sableng Negeri Sakura tersebut dihentikan bergema.
Malah, kolega saya asal Filipina, Anna Malindog Uy, yang sama-sama menjadi panelis dalam salah satu pertemuan paralel, mengusulkan agar semua pembicara mengeluarkan pernyataan resmi menentang pembuangan limbah nuklir dimaksud.
Antara Qingdao dan Fukushima adalah dua sisi yang boleh dibilang saling berseberangan. Qingdao menawarkan harapan sementara Fukushima menyajikan ketakutan/kekhawatiran. Barang kali inilah alasan mengapa saya tidak melihat ada delegasi Jepang dalam Qingdao Forum. Barangkali saya salah lihat. Entahlah.
ADVERTISEMENT
Bersyukur sejumlah pihak di Tanah Air telah merespons dengan cukup keras rencana pembuangan limbah nuklir reaktor Fukushima. Kita tinggal menunggu respons dari pemerintah. Harapannya sih, pemerintah mengecam keras langkah itu. Perlu juga sesekali kita mengambil sikap.