Konten dari Pengguna

Internet Of Things, Pemanfaatan Teknologi atau Malapetaka?

Siti Rahmadila
Mahasiswi Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16 Desember 2024 15:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Rahmadila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Meta AI
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Meta AI
ADVERTISEMENT
Di era teknologi yang berkembang pesat, Internet of Things (IoT) telah menjadi salah satu inovasi yang mengubah cara manusia menjalani hidup. Bayangkan sebuah rumah pintar yang bisa mengatur suhu, lampu, bahkan pemesanan bahan makanan hanya dengan sentuhan tombol di ponsel. Mobil otonom yang bisa mengantar ke tujuan tanpa perlu mengemudi. Perangkat wearable yang memantau kesehatan secara real-time dan mengirimkan data langsung ke dokter. Semua ini adalah kenyataan yang ditawarkan oleh IoT, sebuah konsep yang menjanjikan kenyamanan dan efisiensi dalam setiap aspek kehidupan.
ADVERTISEMENT
Internet of Things, atau yang biasa disebut IoT, adalah sebuah konsep di mana berbagai benda dapat saling berbagi data melalui jaringan tanpa memerlukan campur tangan langsung dari manusia, baik dengan manusia lain maupun dengan komputer. IoT berkembang pesat berkat kemajuan teknologi nirkabel, sistem mikro elektromekanik (MEMS), dan Internet. Berdasarkan metode identifikasi RFID (Radio Frequency Identification), IoT dikategorikan sebagai bentuk komunikasi, meskipun sebenarnya IoT juga mencakup teknologi lain seperti sensor, jaringan nirkabel, dan kode QR (Quick Response). Koneksi internet memberikan banyak manfaat yang sebelumnya sulit dijangkau. Sebagai contoh, lihat bagaimana ponsel berubah sebelum dan sesudah menjadi smartphone. Ponsel lama hanya memungkinkan untuk menelepon dan mengirim pesan teks. Namun, dengan smartphone yang terhubung ke internet, kita bisa membaca buku, menonton film, atau mendengarkan musik dengan mudah.
ADVERTISEMENT
Menurut Statista Market Insights, Internet of Things (IoT) di Indonesia diperkirakan tumbuh pesat, dengan proyeksi pendapatan mencapai US$8,32 miliar pada 2024 dan US$17,89 miliar pada 2029, didukung pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) sebesar 16,55%. Sektor otomotif menjadi yang paling dominan, menyumbang US$2,17 miliar dari pasar pada 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh konektivitas digital yang semakin luas dan dukungan pemerintah terhadap inisiatif seperti kota pintar. Secara global, Amerika Serikat memimpin dengan pendapatan IoT sebesar US$342,50 miliar pada 2024, menggarisbawahi potensi besar teknologi ini untuk mendorong transformasi digital, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dapat disimpulkan bahwa pasar Internet of Things (IoT) di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar, dengan perangkat pintar ini mampu mengatur suhu ruangan, memantau kesehatan, hingga mengemudi sendiri. Semua hal ini membawa kenyamanan, efisiensi, dan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dibalik segala kemajuan itu, muncul pertanyaan besar: apakah kita semakin maju sebagai manusia, atau justru semakin terasing dari esensi kemanusiaan kita?
ADVERTISEMENT
IoT memang menawarkan berbagai manfaat, seperti mengotomatiskan rumah dan kendaraan. Namun, kenyamanan ini datang dengan harga yang mahal. Teknologi yang semakin pintar justru berisiko mengurangi kedalaman interaksi manusia. Rumah pintar yang mengatur segala hal otomatis, misalnya, membuat kita kehilangan momen untuk berinteraksi langsung dan berbagi waktu dengan keluarga. Kendaraan otonom yang mengemudi tanpa pengemudi menjauhkan kita dari pengalaman menikmati perjalanan, berkomunikasi, atau bahkan belajar mengemudi sendiri.
Selain itu, ketergantungan pada IoT dapat mengikis kemampuan manusia untuk melakukan hal-hal dasar yang dulu dianggap sepele. Ketika setiap aspek kehidupan kita diatur oleh perangkat pintar, kita kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan tugas secara manual. Bahkan, rasa percaya diri dalam mengelola kehidupan sehari-hari bisa tergerus, karena semuanya diserahkan pada teknologi.
ADVERTISEMENT
Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah dampak terhadap keterampilan sosial kita. IoT yang memungkinkan perangkat saling terhubung bisa membuat kita semakin terisolasi dalam kehidupan digital. Interaksi manusia yang penuh dengan emosi, percakapan, dan kontak langsung semakin tergantikan oleh hubungan yang terjalin dengan perangkat. Alih-alih berkomunikasi secara langsung, kita lebih memilih mengandalkan aplikasi atau perangkat untuk memudahkan segala urusan. Hal ini tentu saja merugikan kualitas hubungan sosial yang seharusnya menjadi inti dari kehidupan manusia.
Di sisi lain, fenomena ini juga berpotensi memperburuk ketergantungan kita pada data. Perangkat pintar yang mengumpulkan data pribadi, mulai dari kebiasaan tidur hingga kebiasaan belanja, meningkatkan potensi penyalahgunaan informasi. Siapa yang mengendalikan data tersebut? Siapa yang bertanggung jawab jika data pribadi jatuh ke tangan yang salah? Dalam upaya untuk mempermudah kehidupan, kita berisiko kehilangan kendali atas data yang sangat pribadi.
ADVERTISEMENT
Bahkan dalam sektor kesehatan, meskipun IoT menawarkan pemantauan kondisi medis yang lebih baik, ada kekhawatiran bahwa kita akan terlalu bergantung pada teknologi untuk memonitor kondisi tubuh, mengabaikan kemampuan alami tubuh untuk memberi sinyal dan peringatan. Ketergantungan pada perangkat medis pintar bisa mengurangi kemampuan manusia untuk membaca tanda-tanda tubuh sendiri, yang seharusnya menjadi bagian penting dari pemeliharaan kesehatan.
Meskipun demikian, IoT juga membawa banyak potensi positif. Dengan mengintegrasikan teknologi ini secara bijaksana, kualitas hidup bisa ditingkatkan. Misalnya, bagi penyandang disabilitas, IoT memberikan kebebasan yang lebih besar. Teknologi seperti alat bantu gerak pintar atau sistem pengingat obat otomatis memberi lebih banyak kemandirian dalam hidup. Di sektor kesehatan, perangkat pintar memungkinkan pemantauan kondisi medis secara terus-menerus, memberikan data yang lebih akurat untuk diagnosis dan perawatan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Namun, kehati-hatian tetap diperlukan. Penting untuk memastikan bahwa dalam perjalanan menuju dunia yang semakin otomatis ini, esensi dari apa yang membuat manusia tetap terjaga. Kepekaan, empati, dan interaksi manusia adalah bagian penting dari kehidupan yang tidak bisa digantikan oleh perangkat pintar. Teknologi harus menjadi alat yang mempermudah kehidupan, bukan sesuatu yang menggantikan hubungan manusia sejati.
Di masa depan, penting untuk menciptakan keseimbangan antara memanfaatkan teknologi dan menjaga nilai-nilai dasar yang membuat manusia. IoT dapat menghubungkan perangkat, tetapi perlu menjaga agar tetap terhubung dengan hati. Teknologi harus berfungsi untuk kepentingan, bukan sebaliknya, dan harus memastikan bahwa dalam setiap inovasi, ada ruang untuk kedalaman emosional, hubungan yang penuh makna, dan keberlanjutan nilai-nilai kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan perkembangan teknologi yang terus maju, Internet of Things (IoT) menawarkan kemudahan dan efisiensi di berbagai aspek kehidupan, dengan potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup, termasuk di Indonesia yang pasar IoT-nya terus tumbuh pesat. Meski begitu, tantangan seperti ketergantungan teknologi, hilangnya interaksi manusia, dan risiko penyalahgunaan data perlu diantisipasi. Keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan pelestarian nilai-nilai kemanusiaan menjadi kunci agar IoT benar-benar bermanfaat tanpa mengorbankan esensi manusia.