Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bagaimana Psikologi Memandang Hubungan Penggemar dengan Idola K-pop?
5 Juni 2022 7:31 WIB
·
waktu baca 11 menitTulisan dari Siti Zahra Nadhifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia baru-baru ini diramaikan oleh kedatangan artis K-pop pada acara Grand Launching Allobank, sebuah bank hasil pembaharuan PT Bank Harda Internasional Tbk menjadi PT. Allo Bank, Tbk, yaitu Festival Allobank. Festival Grand Launching yang diadakan pada hari Jumat, 20 Mei 2022 sampai Minggu, 22 Mei 2022 lalu ini berhasil mengundang antusias masyarakat Indonesia, terutama bagi para penggemar musik K-pop. Hal ini terbukti dengan diprediksikannya banyak penonton yang menghadiri acara tersebut adalah sekitar 30 ribu orang per hari.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan, pasalnya semenjak Indonesia juga memasuki masa pandemi COVID 19 di awal Maret 2020, seluruh aktivitas tatap muka dihentikan, termasuk pelaksanaan konser musik K-pop ini. Ketika pihak Allobank mengundang idola K-pop sebagai bintang tamunya, maka tak dapat tertutupi betapa antusiasnya para penggemar K-pop di Indonesia. Hal ini terjadi karena akhirnya penggemar K-pop dapat kembali berinteraksi secara langsung dengan idola K-pop kesukaan mereka. Interaksi ini nantinya dapat mengarahkan kepada suatu hubungan. Lantas, bagaimanakah psikologi memandang hubungan antara idola K-pop dengan penggemarnya?
Namun sebelum itu, sebenarnya apa itu K-pop?
K-pop menurut Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan (2011) adalah musik pop Korea yang dinyanyikan dan ditampilkan oleh selebriti Korea dan telah diterima dengan baik oleh penggemar internasional. Fenomena K-pop ini termasuk sebagai salah satu bagian dari Hallyu atau Gelombang Korea (Korean wave), yang meliputi musik (K-pop), drama (K-drama), film, fashion, dan kuliner yang telah menyebar luas ke seluruh dunia sejak akhir tahun 1990-an. K-pop yang menjadi salah satu bagian Hallyu inilah yang berhasil menarik banyak penggemar di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
ADVERTISEMENT
Interaksi yang tercipta antara penggemar dengan idola K-pop ini akan mengarah pada sebuah hubungan yang dikenal dengan istilah Parasocial Relationship. Hubungan ini apabila dikaitkan dengan idola, selebriti, atau artis dengan penggemarnya lebih sering kita kenal sebagai Celebrity Worship. Lalu apakah Parasocial Relationship dan Celebrity Worship itu? Yuk, langsung saja kita simak!!
Pengertian Parasocial Relationship dan Celebrity Worship
Parasocial relationship menurut Horton dan Wohl (1956) adalah sebuah hubungan satu arah yang dibentuk seseorang dengan “media persona”, yang dalam hal ini dapat berupa karakter film, tokoh kartun, pembawa berita, host talk show, dan selebriti. Parasocial relationship atau hubungan parasosial ini dirasakan oleh penggemar sebagai hubungan interpersonal antara dua pihak, tetapi sebenarnya hanya terjadi pada satu pihak saja karena tidak terdapat timbal balik dan idola K-pop tidak mengetahui keberadaan penggemarnya. Persona dalam media ini juga tidak memiliki kewajiban memelihara hubungan parasosial yang timbul dengan penggemarnya (Chung & Cho, 2014).
ADVERTISEMENT
Selain itu, hubungan parasosial juga dianggap sebagai hubungan khayalan yang dialami oleh penggemar yang mengidolakan artis K-pop dan hanya terjadi secara satu arah, yaitu hanya dari penggemar ke idola mereka (Sitasari, Rozali, Arumsari, & Setyawan, 2019). Sokolova dan Kefi (2020) juga menambahkan bahwa teori parasosial ini terjadi akibat hubungan virtual yang diintimasikan sebagai hubungan interpersonal yang terjadi secara nyata oleh para penggemar. Zillman (2006) mengatakan bahwa empatilah yang sangat berperan dalam membentuk hubungan ini. Karena empati dinilai efektif dalam menghasilkan sebuah emosi, yang dalam hal ini berarti seorang penggemar memiliki empati kepada media personanya, yaitu idola K-pop.
Sedangkan celebrity worship adalah suatu kecenderungan seseorang untuk membentuk kedekatan dengan idola yang mengarah pada perilaku disfungsional (Rojek, 2012) atau lebih mudah kita kenal dengan pemujaan terhadap selebriti. Lalu apa hubungan dari parasocial relationship dengan celebrity worship?
ADVERTISEMENT
Menurut suatu artikel, penggemar yang terlibat lebih jauh dalam parasocial relationship akan mengalami efek lanjutan berupa celebrity worship. Maltby (2001) dalam Sahrani dan Yulianti (2020) menginterpretasikan celebrity worship sebagai bentuk abnormal dari parasocial relationship ketika penggemar menjadi sangat tertarik atau bahkan terobsesi dengan kehidupan pribadi idola mereka. Seseorang dengan celebrity worship dikatakan sebagai seseorang yang insecure dan putus asa terhadap kelekatan dan kebanyakan tidak mampu menjaga batasan antara dunia nyata dan maya (Melody, Sheridan, & Hoffman, 2008).
Tahapan Parasocial Relationship dan Celebrity Worship
Meskipun beberapa jurnal hanya membahas tahapan dari parasocial relationship atau celebrity worship saja, tetapi setelah dicermati rupanya baik parasocial relationship dan celebrity worship memiliki tahapan yang sama yang terdiri dari tiga tahapan, apa sajakah itu?
ADVERTISEMENT
1. Entertainment-social
Maltby, dkk. (2005) menyatakan tahapan pertama dari parasocial relationship dan celebrity worship adalah Entertainment-social. Pada tahap ini seorang penggemar memiliki ketertarikan pada idola K-pop mereka dengan wajar, sehingga dapat dikatakan bahwa tahap ini merupakan tahapan paling umum dari parasocial relationship dan celebrity worship. Penggemar hanya sebatas mengagumi dan membicarakan idola K-pop mereka dan menjadikan idola sebagai hiburan ketika merasa bosan atau suntuk, seperti dengan menonton variety show atau selalu up-to-date pada sosial media dan berita idola K-pop kesukaan mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan Matlby, dkk. (2005) bahwa pada tahap ini seorang penggemar memiliki sikap dan perilaku seperti ‘Teman-teman saya dan saya suka mendiskusikan apa yang telah dilakukan oleh selebriti favorit saya’.
ADVERTISEMENT
2. Intense-personal
Selanjutnya, tahapan kedua adalah Intense-personal. Maltby, dkk. (2005) mengindikasikan tahapan ini dengan kalimat ‘Saya sering berpikir tentang selebriti favorit saya, bahkan ketika saya tidak ingin’. Pada tahap ini seorang penggemar mulai memiliki perasaan yang lebih intens dengan idola mereka. Penggemar tidak hanya mengagumi idola K-pop kesukaan mereka, tetapi juga merasa telah mengenal idola mereka lebih dalam secara personal. Penggemar Kpop mulai memasuki fase budaya “fandom” seperti streaming, membeli album, voting acara, fan meeting, dan kegiatan lain agar dapat berinteraksi lebih dengan idola mereka. Meskipun pada tahap ini penggemar juga mulai mengandai-andaikan dirinya dengan idola K-pop mereka, tetapi para penggemar pada tahap ini masih menyadari bahwa hubungan mereka sebatas idola dan penggemar saja.
ADVERTISEMENT
3. Borderline-pathological
Lalu yang terakhir, tahapan paling ekstrem dari parasocial relationship dan celebrity worship ini adalah tahap Borderline-pathological, yang digambarkan dengan kalimat ‘Jika seseorang memberi saya beberapa ribu dolar untuk dilakukan sesuka saya, saya akan mempertimbangkan membelanjakannya untuk barang pribadi yang pernah digunakan oleh selebriti favorit saya’ (Maltby, dkk., 2005). Tahap ini dikatakan paling ekstrem karena menyebabkan hubungan menjadi sulit dikontrol dan mengarah pada delusional. Penggemar dapat memiliki obsesi berlebih pada idola mereka, bahkan sampai melakukan tindakan kriminal seperti physically stalking (menguntit) terhadap idola K-pop mereka. Penggemar juga secara sukarela melakukan apa pun demi idola K-pop mereka (Maltby, Giles, Barber, & McCutcheon, 2005), seperti menghabiskan uang yang begitu banyak untuk membeli barang yang berkaitan dengan idola K-pop kesukaan mereka yang sebenarnya tidak berguna dan tidak diperlukan. Hal ini menunjukkan bahwa penggemar telah mengalami kondisi sosial-patologis akibat pemujaan berlebihan pada idola K-pop kesukaan mereka.
ADVERTISEMENT
Lantas, jika seorang penggemar telah mengalami parasocial relationship dan celebrity worship ini apakah yang akan terjadi pada diri mereka? Apakah terdapat dampak negatif maupun positif yang dapat mereka rasakan? Mari kita simak lebih lanjut!
Dampak Parasocial Relationship dan Celebrity Worship bagi Penggemar Kpop
Masih dalam penelitian yang sama, Maltby, dkk. (2005) mengatakan bahwa dampak negatif yang paling umum dirasakan oleh para penggemar dari parasocial relationship dan celebrity worship ini adalah insecurities. Penggemar yang berada dalam tahap intense-personal akan memiliki body image yang kurang baik karena melihat dirinya berdasarkan penampilan idola K-pop mereka. Selain itu, Maltby dan Giles (2006) juga menambahkan bahwa tahap entertainment-social merupakan tahap yang tidak dapat dihindari ketika masa transisi dari remaja ke dewasa awal. Selain itu, tahap intense-personal yang dialami seorang penggemar akan mengarahkan pada perilaku kelekatan yang tidak baik dalam kasus yang terbilang cukup ekstrem, yaitu dapat mengarahkan pada tahap borderline-pathological. Jarzyna, C.L. (2020) juga menambahkan bahwa hubungan parasosial ini dapat menyebabkan penggemar memiliki adiksi pada media dan ketergantungan, serta dapat mengganggu hubungan di dunia nyata.
ADVERTISEMENT
Namun, tenang saja, penelitian lain juga telah membuktikan bahwa terdapat dampak positif yang didapatkan dari parasocial relationship dan celebrity worship ini. Derrick, dkk (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Parasocial relationships and self-discrepancies: Faux relationships have benefits for low self-esteem individuals” menyimpulkan bahwa parasocial relationship dan celebrity worship dapat meningkatkan diri bagi penggemar yang memiliki harga diri rendah, yang mungkin tidak mereka rasakan dalam hubungan di dunia nyata. Penggemar dapat terdorong untuk memiliki goal dan tujuan hidup atau melakukan kebaikan yang sama dengan idola K-pop mereka.
Jarzyna (2012) menambahkan bahwa hubungan ini dapat membantu memenuhi kebutuhan sosial yang nyata, terutama bagi mereka yang memiliki defisit sosial. Maltby, dkk. (2001) sebenarnya juga menjelaskan bahwa parasocial relationship yang mengarah pada celebrity worship dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk berperan dalam lingkungan sosial, yaitu sebagai penggemar melalui internet, dapat menggambarkan hubungan sosial yang produktif, serta memiliki kekuatan psikologis dalam menghadapi permasalahan ataupun stressor sehari-hari. Aktivitas menyukai idola K-pop ini dapat bermanfaat untuk kesehatan mental penggemar asalkan dilakukan secara wajar, tidak mengarah pada obsesi, dan tidak berlebihan.
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian berjudul “Psychological Wellbeing Penggemar K-Pop Dewasa Awal yang Melakukan Celebrity Worship” yang dilakukan oleh Azzahra dan Ariana (2021) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara celebrity worship dengan psychological wellbeing pada penggemar K-pop dewasa awal, yang mana berarti semakin tinggi celebrity worship pada seseorang maka akan semakin tinggi pula psychological wellbeing orang tersebut. Psychological wellbeing atau PWB sendiri merupakan sebuah model teori komprehensif yang dikembangkan oleh C. Ryff dengan mengintegrasikan berbagai sudut pandang untuk menjelaskan aspek positif dari kondisi psikologis seseorang (Fava, 2012) atau dapat dikatakan sebagai kondisi kesejahteraan psikologis seseorang.
Penelitian ini juga menemukan bahwa penggemar dengan celebrity worship dari segi PWB memiliki kualitas hidup yang baik. Huang, dkk. (2015) menjelaskan bahwa penggemar yang mendapatkan penerimaan dan penghargaan dari perilaku celebrity worship-nya memiliki tingkat kepercayaan dan kepuasan hidup yang tinggi. Sedangkan, Greenwood dan Long (2009) menemukan dalam penelitiannya bahwa parasocial relationship maupun celebrity worship ini dapat membantu seseorang dalam menghadapi rasa kehilangan seseorang di dunia nyata ataupun rasa kesepian.
ADVERTISEMENT
Apa yang sebaiknya penggemar dan orang sekitarnya lakukan?
Pada dasarnya parasocial relationship dan celebrity worship tidak akan menjadi suatu masalah besar selama dilakukan sewajarnya oleh para penggemar. Penggemar K-pop disarankan untuk saling mendukung satu sama lain dan tidak berlebihan dalam memaknai hubungannya dengan idola K-pop kesukaan mereka. Sedangkan bagi individu yang bukan penggemar idola K-pop dapat memberikan dukungan suportif pada para penggemar dengan tetap mengawasi dan saling mengingatkan agar dampak negatif akibat parasocial relationship dan celebrity worship yang berlebihan dapat dicegah sedini mungkin.
Namun, meskipun parasocial relationship dan celebrity worship ini memiliki manfaat yang hampir sama dengan hubungan interpersonal di dunia nyata dan terkadang juga memberikan manfaat yang hubungan interpersonal nyata tidak miliki (Derrick, dkk. 2008), penelitian yang telah dilakukan tetap tidak menyarankan seseorang ataupun penggemar mengembangkan hubungan parasosial ini dalam hidup. Parasocial relationship terhadap idola yang muncul sebagai perlindungan terhadap penolakan (Derrick et al., 2007; Knowles, 2007; Knowles & Gardner, 2007) dan memberikan manfaat pada pertumbuhan ideal self ini tidak memberikan dampak sebaik hubungan interpersonal yang nyata berikan pada diri seseorang. Selain itu, Derrick, dkk (2008) juga menyampaikan kemungkinan parasocial relationship dapat menciptakan standar hubungan yang terlalu sulit untuk dicapai dan dilakukan dalam hubungan nyata, sehingga dapat memunculkan kesulitan lain dalam sebuah hubungan.
ADVERTISEMENT
Melihat beberapa penelitian yang telah dijelaskan di atas, penulis berharap agar penggemar K-pop tetap dapat menempatkan dirinya dalam dunia nyata dan menjalankan tanggung jawab masing-masing dalam hidup sebagai manusia. Kegiatan menggemari idola K-pop tetap dapat dilakukan sebagai hiburan yang dapat mengurangi stress dari kesibukan dan tanggung jawab sehari-hari.
REFERENSI:
Almaida, R., Gumelar, S. A., & Laksmiwati, A. A. (2021). Dinamika psikologis Fangirl K-pop. Cognicia, 9(1), 17–24. https://doi.org/10.22219/cognicia.v9i1.15059
Azzahra, M. S., & Ariana, A. D. (2021). Psychological wellbeing penggemar K-pop Dewasa Awal Yang Melakukan celebrity worship. Buletin Riset Psikologi Dan Kesehatan Mental (BRPKM), 1(1), 137–148. https://doi.org/10.20473/brpkm.v1i1.24729
Dewi, D. P., & Indrawati, K. R. (2019). Gambaran Celebrity worship Pada Penggemar K-pop usia Dewasa Awal di bali. Jurnal Psikologi Udayana, 6(2), 291–300. https://doi.org/10.24843/jpu.2019.v06.i02.p08
ADVERTISEMENT
Greenwood, D. N.; Long, C. R. (2009). Psychological Predictors of Media Involvement: Solitude Experiences and the Need to Belong. Communication Research, 36(5), 637–654. doi:10.1177/0093650209338906
Jarzyna, C.L. Parasocial Interaction, the COVID-19 Quarantine, and Digital Age Media. Hu Arenas 4, 413–429 (2021). https://doi.org/10.1007/s42087-020-00156-0
JAYE L. DERRICK; SHIRA GABRIEL; BROOKE TIPPIN (2008). Parasocial relationships and self-discrepancies: Faux relationships have benefits for low self-esteem individuals. , 15(2), 261–280. doi:10.1111/j.1475-6811.2008.00197.x
Maltby, J., & Giles, D. (2014, May 15). Praying at The Altar of The Stars. The Psychologist. 19. Retrieved May 27, 2022 from https://www.researchgate.net/publication/242475256
Maltby, J., Giles, D. C., Barber, L., & McCutcheon, L. E. (2005). Intense-personal celebrity worship and body image: Evidence of a link among female adolescents. British Journal of Health Psychology, 10(1), 17–32. https://doi.org/10.1348/135910704x15257
ADVERTISEMENT
Perbawani, P. S., & Nuralin, A. J. (2021). Hubungan parasosial Dan Perilaku loyalitas fans Dalam Fandom Kpop di Indonesia. LONTAR: Jurnal Ilmu Komunikasi, 9(1), 42–54. https://doi.org/10.30656/lontar.v9i1.3056
Sadasri, L. M. (2021). Parasocial Relationship dengan Selebritas (Studi Kualitatif pada Praktik Penggunaan Fandom Applications). Jurnal Studi Pemuda, 10(2), 147–162. https://doi.org/10.22146/studipemudaugm. 70269