Konten dari Pengguna

Perlunya Evaluasi Ulang Pengenaan Cukai MBDK di Indonesia

Sofie Wasiat
Public Policy Advocate (Alumni SMA TN - FH UGM - FIA UI)
18 September 2023 19:51 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi minuman soda. Foto: Kwangmoozaa/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minuman soda. Foto: Kwangmoozaa/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Apakah pengenaan cukai MBDK merupakan pilihan yang tepat untuk meningkatkan pendapatan negara? Tentu saja iya. Namun, apakah hal tersebut merupakan pilihan tepat untuk mengurangi konsumsi gula masyarakat? hal tersebut yang masih perlu ditelaah
ADVERTISEMENT
Rencana pemerintah ini bermula yang bermula dari tingginya jumlah penyandang diabetes di Indonesia yang mencapai 19,6 juta jiwa (BPJS Kesehatan dan Analisis Kompas, 2022). Hal ini menjadikan Indonesia menempati peringkat 1 dengan jumlah penyandang diabetes di ASEAN Tahun 2021, dan peringkat 5 di dunia Tahun 2022 (Laporan Internasioal Diabetes Report).
Berdasarkan fakta tersebut, memang sudah seharusnya pemerintah melakukan intervensi khususnya untuk mengubah pola kebiasaan konsumsi masyarakat.

Sumber Konsumsi Gula Masyarakat Bukan Hanya dari MBDK

Dalam melakukan intervensi terhadap tingginya kasus diabetes tersebut, penting untuk mengetahui pola hidup atau kebiasaan masyarakat Indonesia yang menyebabkan risiko adanya penyakit diabetes tersebut. Rupanya, MBDK bukan satu-satunya sumber konsumsi gula masyarakat sehari-hari.
Berdasarkan Survei Konsumsi Gula dan Karbohidrat Masyarakat Tahun 2023 oleh Kurius.id, ternyata masyarakat Indonesia gemar untuk menambahkan takaran gula pada makanan dan terutama pada minuman (47,7 persen responden termasuk dalam kategori sering menambahkan gula pada minuman).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data BPS Tahun 2021 pula, di Indonesia, seseorang mengkonsumsi gula pasir sebanyak 160 gram. Sedangkan batas konsumsi gula itu sendiri menurut Kemenkes RI hanyalah 50 gram/hari. Menariknya lagi, disimpulkan bahwa semakin kaya seseorang, semakin banyak gula yang dikonsumsi. Hal ini disimpulkan dari kelompok pengeluaran bulanan per orang dikaitkan dengan tingkat konsumsi gulanya.
Beberapa tahun terakhir juga populer penjualan minuman kekinian seperti boba atau bubble tea, es teh, es kopi, dan lain-lain yang kerap dikonsumsi oleh masyarakat, di mana menurut hasil survei Jajak Pendapat (JakPat) tahun 2022 diketahui bahwa mayoritas konsumen minuman kekinian diketahui bahwa:
ADVERTISEMENT
Bahkan, menurut Momentum Works, Indonesia adalah negara dengan nilai pasar boba tertinggi di Asia Tenggara yaitu mencapai Rp 24 Triliun yang mencakup 43,7 persen dari total pasar boba di Asia Tenggara, yang kemudian disusul oleh Thailand dan Vietnam pada Tahun 2021.
Selain itu, terdapat peningkatan signifikan jumlah pesanan melalui aplikasi GrabFood sebesar 3000 persen di Asia Tenggara, dan terdapat pertumbuhan bubble tea lebih dari 8500 persen di Indonesia pada tahun 2018.
Hal ini didukung dengan hasil kajian LPEM UI tahun 2023, bahwa minuman kekinian atau minuman jadi non-kemasan tersebut berkontribusi sebesar 25 persen pada konsumsi gula perkapita. Sedangkan MBDK yang menjadi target pengenaan cukai tersebut, hanya sebesar 24 persen.
ADVERTISEMENT
Setelah menilik sekilas mengenai kebiasaan konsumsi gula masyarakat di Indonesia, timbullah pertanyaan: apakah kebijakan pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan akan efektif dalam memerangi penyakit diabetes di Indonesia?

Kebijakan dan Program Pemerintah Selama Ini

Ilustrasi minuman soda mengandung banyak gula Foto: dok.shutterstock

1. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)

Berdasarkan Infodatin Kemenkes tentang diabetes melitus, salah satu upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah yaitu dengan mengandalkan keterlibatan masyarakat melalui Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) atau Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU) berupa kegiatan edukasi, monitoring, dan deteksi dini faktor resiko penyakit tidak menular yang dapat merujuk ke Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama (FKTP).

2. Pelayanan Minimal Pengendalian Diabetes Melitus

Dari sumber yang sama (Infodatin Kemenkes) disebutkan pula bahwa Selain itu disebutkan bahwa terdapat PP No. 2 Tahun 2019, Pemendagri No. 100 Tahun 2018, dan Permenkes No. 4 Tahun 2019 yang telah menetapkan bahwa upaya pengendalian diabetes melitus adalah salah satu pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh pemerintah daerah, berupa pelayanan satu kali sebulan berupa edukasi, penguruan kadar gula darah, terapi farmakologi serta rujukan jika diperlukan. Termasuk disebutkan Inpres No. 1 Tahun 2017 tentang Germas untuk membantu pembudayaan perilaku hidup sehat.
ADVERTISEMENT

3. Kampanye Eyes on Diabetes Tahun 2016

Salah satu program yang dapat ditemukan adalah kampanye “Eyes on Diabetes” dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia yang hanya dilakukan sepanjang tahun 2016.

4. Chatbot Tanya Gendis

Terdapat pula chatbot Tanya Gendis berupa chatbot pada aplikasi Whatsapp untuk mengetahui informasi sekitar diabetes dan obesitas. Penulis mencoba untuk mengirim pesan kepada chatbot tersebut akan tetapi tidak menerima balasan.

5. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)

Selain itu juga terdapat program dari BPJS Kesehatan yaitu Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis yang dijalankan di puskesmas dan klinik pratama.
Sehingga sampai dengan artikel ini ditulis, belum ditemukan peraturan atau program pemerintah yang khusus mengenai intervensi diabetes melitus, terutama pada pencegahan mulai dari saat kondisi tubuh masih sehat sepenuhnya dan belum ada indikasi atau risiko.
ADVERTISEMENT
Padahal hal ini sangat diperlukan karena ternyata penyandang diabetes tidaklah hanya dewasa namun juga anak. Hal ini didukung oleh pernyataan IDI bahwa teradapat peningkatan kasus diabetes anak sebanyak 70 kali lipat yang 5-10 persen diantaranya adalah kasus diabetes tipe 2.
Selain itu, saat ini misi pemerintah tersebut juga belum didukung oleh peraturan batas maksimal kandungan gula dalam sebuah makanan dan minuman yang dijual dipasaran, selain anjuran maksimal konsumsi gula per orang/hari yaitu 50 gram/hari dalam Permenkes No. 13 tahun 2013, serta Pedoman Gizi seimbang yang diatur dalam Permenkes No. 41 Tahun 2014 menggantikan Slogan 4 sehat 5 Sempurna, dan batasan gula maksimal pada produk healthier choice atau lebih sehat.
Daripada tindakan masif yang berfokus pada kesadaran masyarakat, pemerintah lebih memilih untuk mengambil langkah drastis berupa pengenaan cukai MBDK. Padahal kesadaran masyarakat memiliki peran yang begitu besar dalam melawan diabetes di Indonesia.
ADVERTISEMENT

Cukai MBDK Tidak Serta-merta Dapat Mengurangi Tingkat Penyandang Diabetes

Ilustrasi laki-laki minum minuman manis. Foto: Shutterstock
Berdasarkan data World Bank dan LPEM FEB UI, bahwa per Februari 2023 telah terdapat 106 negara dan wilayah yang menerapkan pajak atau cukai MBDK yang setara dengan 52 persen populasi dunia, dan memiliki dampak di antaranya:
Akan tetapi, jika dibaca betul, dari 106 negara dan wilayah, hanya 18 diantaranya yang berhasil menurunkan konsumsi dan penjualan wilayah MBDK, serta hanya 8 dari 107 negara yang mengalami peningkatan konsumsi mamin alternatif, dan hanya 9 diantaranya yang mengalami penurunan pravelensi penyakit berkaitan dengan gula.
ADVERTISEMENT
Data tersebut tentu harus menjadi perhatian pengambilan kebijakan atau pemerintah, bahwa ternyata dengan diterapkannya cukai minuman berpemanis kemudian tidak serta merta dapat menurunkan pravelensi penyakit tidak menular, khususnya diabetes di Indonesia. Selain itu, juga terdapat beberapa negara yang sudah mencabut pengenaan cukai MBDK diantaranya adalah Denmark, Finlandia, dan Israel.
Pencabutan pengenaan cukai negara Denmark disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena meningkatnya harga makanan dan biaya hidup. Kedua, hilangnya penerimaan negara akibat cross-border trade atau penjualan lintas batas pada negara tetangga yang tidak menerapkan cukai MBDK yang juga berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan.
Ketiga, termasuk juga disimpulkan bahwa pengenaan cukai tersebut memiliki dampak minimal pada kesehatan di mana disebutkan bahwa obesitas adalah penyakit yang multi-causal diakibatkan oleh gaya hidup seseorang secara keseluruhan. Pada akhirnya, Denmark mengakhiri pengenaan cukai MBDK tersebut setelah pertama kali dikenalkan pada Tahun 1930an.
ADVERTISEMENT

War on Diabetes dan Label Nutri-Grade di Singapura

Ilustrasi minuman soda Foto: Shutter Stock
Menarik untuk diketahui bahwa Singapura telah mengampanyekan program “The War on Diabetes” atau “Perang Melawan Diabetes”. Program ini dicanangkan Tahun 2016 oleh Menteri Kesehatan Singapura untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang diabetes.
War On Diabetes bekerja sama dengan Institute of Policy Studies (IPS) dan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi mengenai cara pencegahan dan pengelolaan diabetes yang lebih baik dalam suatu bangsa.
Rekomendasi yang ditawarkan di antaranya adalah edukasi dan kesadaran, hidup sehat, peningkatan keterampilan petugas kesehatan dan penyedia layanan kesehatan, dukungan rekan dan komunitas, serta biaya dan hasil perawatan medis.
Di antara kelima rekomendasi tersebut, masing-masing dijabarkan dalam beberapa poin rekomendasi lanjutan yang Sebagian diantaranya akan, sedang, dan telah diimplementasikan. War on Diabetes masih berlangsung sampai dengan saat ini dan dapat diakses oleh publik melalui moh.gov.sg/wodcj.
ADVERTISEMENT
Menariknya, di antara masifnya program tersebut, Pemerintah Singapura memilih untuk tidak menerapkan cukai pada MBDK sebagaimana negara-negara lain yang berlomba-lomba untuk menerapkan cukai tersebut.
Pemerintah Singapura tetap komit untuk menangani kasus diabetes melalui peningkatan kesadaran masyarakat. Salah satunya dengan mewajibkan adanya Label Nutri-Grade pada prepackaged beverage atau MBDK dan Automatic Beverage Dispensers atau Dispenser Minuman Berpemanis.
Saat ini, Minuman Jadi Non Kemasan atau Minuman Kekinian juga diwajibkan untuk mencantumkan label Nutri-Grade tersebut. Pemerintah Singapura menyadari adanya kenaikan tren konsumsi minuman kekinian dimana minuman kekinian seperti boba, es teh, es kopi, dan lain sebagainya juga sebagai salah satu penyumbang terbesar pada konsumsi gula masyarakat Singapura.
Terlebih lagi, topping dari masing-masing minuman tersebut pun juga wajib untuk dicantumkan label Nutri-Grade, sehingga masyarakat mengetahui sebanyak apa gula yang akan ia konsumsi dalam sebuah minuman kekinian tersebut, sehingga lebih berhati-hati.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Ilustrasi minuman soda Foto: Shutter Stock
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemerintah perlu untuk melakukan evaluasi ulang terhadap pengenaan cukai MBDK, dengan mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini.
Pertama, mempertimbangkan adanya minuman yang terbukti memiliki manfaat bagi kesehatan, khususnya bagi anak-anak. Teknis dan pengecualian terhadap jenis MBDK harus dipikirkan dengan matang agar sebuah kebijakan dan peraturan pemerintah menjadi implementable dan tidak masalah dikemudian hari.
Kedua, pengenaan cukai MBDK saja tidak cukup untuk menurunkan pravelensi diabetes nasional, diperlukan sebuah program penanganan diabetes nasional, dan jika perlu dijadikan sebagai salah satu program prioritas nasional yang berfokus pada pencegahan dan kesadaran masyarakat.
Sebagaimana diketahui bahwa kesadaran masyarakat menjadi penting mengingat MBDK bukanlah satu-satunya penyumbang kontribusi terbesar terhadap konsumsi gula masyarakat, melainkan juga minuman kekinian yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan MBDK. Hal ini didukung dengan kesimpulan data BPS 2021 bahwa semakin kaya seseorang, semakin tinggi konsumsi gulanya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, perlunya peraturan batas maksimal kandungan gula dalam sebuah MBDK maupun minuman jadi non-kemasan atau minuman kekinian sesuai dengan rekomendasi WHO maupun Kementerian Kesehatan, termasuk juga pembatasan larangan iklan khusus untuk MBDK yang memiliki kandungan gula diatas batas tertentu, sebagaimana telah diterapkan di Singapura.
Keempat, pemerintah perlu untuk mempertimbangkan bentuk pembatasan konsumsi gula masyarakat seperti pelabelan Nutri-Grade di Singapura dan Nutri-Score di Uni Eropa. Sehingga selain dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, pelabelan tersebut diharapkan dapat mendorong industri untuk melakukan reformulasi produk agar tidak termasuk dalam kategori label tidak sehat.
Kelima, roadmap penurunan pravelensi diabetes yang melibatkan industri, sehingga diperoleh sebuah komitmen bersama khususnya dalam hal mendorong industri untuk mereformulasi kandungan gula dalam produknya sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, dari pusat dan daerah sangat diperlukan dalam rangka menurunkan tingkat pravelensi diabetes nasional.
ADVERTISEMENT