Konten dari Pengguna

Penjajahan Struktural Serta Polemik Pemerataan Pendidikan

Resna Sollehudin
Mahasiswa Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memiliki hobi membaca, olahraga, dan berbicara :). Pegiat komunitas sosial kemasyarakatan berbasis literasi (TBM kolong fly over Ciputat).
15 Februari 2024 17:42 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Resna Sollehudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia, negara yang sudah merdeka sejak 75 tahun kata-nya. Negara yang dipenuhi dengan berbagai macam ras, suku, budaya, dan juga agama. Indonesia, negara yang memiliki wilayah yang luas dan dipenuhi dengan begitu banyak sumber daya. Saking banyak-nya sumber daya yang dimiliki Indonesia, hingga negara-negara adidaya di penjuru dunia-pun berlomba-lomba memperebutkan-nya. Mulai dari Portugis, Spanyol, Prancis, Inggris, Jepang dan juga Belanda hilir mudik untuk menguasai-nya.
ADVERTISEMENT
Memang jika kita tilik ke belakang, Indonesia memiliki sejarah yang begitu kelam dalam hal penjajahan. Bagaimana tidak? Negara yang sudah 75 tahun merdeka ini, nyata-nya pada masa awal perjuangan-nya banyak diisi dengan berbagai macam bentuk penindasan serta peng-eksploitasian yang jika kita bayangkan sangat begitu memilukan.
Ilustrasi kekejaman penjajahan di Indonesia. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekejaman penjajahan di Indonesia. Foto: Unsplash
Rakyat dituntut untuk bekerja secara paksa tanpa ada-nya upah dan biaya. Mereka diintimidasi secara pemikiran dan juga moral agar selalu tunduk dan patuh kepada setiap perintah serta ketetapan yang menguntungkan pihak lawan(penjajah). Pendidikan, yang menjadi basis utama untuk memulai melakukan perlawanan-pun tidak mereka dapatkan. Rakyat Indonesia pada saat itu dibuat bodoh serta tidak paham dan sadar akan penjajahan yang sejatinya mereka dapatkan. Mereka dibungkam secara pikiran serta tindakan agar tidak melawan terhadap segala bentuk tindakan penjajahan.
ADVERTISEMENT
Untung-nya masih ada dari para golongan cendekiawan serta Intelektual yang pada saat itu masih merasakan manis-nya pendidikan, peduli dan berani untuk muncul di permukaan melakukan perlawanan. Tidak terbayangkan jika pada saat itu tidak ada yang peduli serta berani menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, mungkin Indonesia saat ini hanya sekedar ucapan serta bualan.

75 Tahun Indonesia Merdeka, Betulkah Sudah Merdeka?

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan, yang telah memberikan kemerdekaan melalui perantara tangan para pahlawan. Ya, kemerdekaan merupakan hal yang sangat patut disyukuri kehadiran-nya. Dikarenakan mungkin tanpa ada-nya kemerdekaan, kita masih akan merasakan penjajahan yang dirasakan oleh para pendahulu dan nenek moyang kita yang telah berjuang hingga titik darah penghabisan.
ADVERTISEMENT
Namun pertanyaan-nya, apakah selama 75 tahun Indonesia merdeka ini, kita benar-benar merasakan arti sesungguhnya dari kata "kemerdekaan"? Atau-kah itu hanya sekedar semboyan yang dielu-elukan?
Nelson Mandela seorang tokoh revolusioner antiapartheid dari Afrika Selatan pernah mengatakan :
Dari kutipan perkataan Nelson Mandela di atas, kita dapat sedikit merefleksikan. Benarkah kemerdekaan yang selama ini dielu-elukan telah nyata ter-realisasikan di dalam kehidupan?

Fakta di Lapangan Terkait Isu Kemerdekaan!

Perlu kita ketahui dan kita sadari! Bahwasan-nya terkait kemerdekaan fakta di lapangan-nya, belum semua elemen masyarakat di Indonesia merasakan-nya. Jika kita mengacu pada perkataan Mandela di atas terkait kemerdekaan, maka bisa dibilang bangsa kita belum sepenuh-nya merasakan yang nama-nya kemerdekaan. Masih banyak ketimpangan-ketimpangan serta berbagai macam hak dan keadilan yang semua-nya itu belum ter-entaskan dan ter-selesaikan.
ADVERTISEMENT
Nyatanya setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan 1945 oleh presiden pertama Ir. Soekarno, hal tersebut hanya sebagai gerbang pembuka awal atas perjuangan kemerdekaan. Karena nyata-nya setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan sekalipun, Indonesia baru merdeka hanya sebatas ucapan belum pada penerapan.
Hingga saat ini sudah 75 tahun Indonesia merdeka-pun, masyarakat-nya masih banyak merasakan penjajahan. Penjajahan berupa kemiskinan, ketimpangan sosial, akses terhadap pendidikan, hingga yang paling parah berupa penjajahan dari para kalangan elit pemegang kekuasaan!.
Jika di masa penjajahan sebelum-nya rakyat dituntut untuk bekerja secara paksa tanpa gaji dan upah, maka di masa kekinian penjajahan sifat-nya semakin struktural. Mengapa dikatakan struktural? Karena jika kita lihat kondisi di lapangan, begitu banyak sistem-sistem serta berbagai macam aturan yang sifat-nya tajam ke-bawah namun tumpul ke-atas.
ADVERTISEMENT
Mulai dari kesewenang-wenangan ketetapan yang diampu oleh para pemegang kekuasaan. Ditambah lagi banyak hak-hak masyarakat yang seharusnya terpenuhi malah menjadi dilalaikan. Korupsi sudah menjadi momok yang biasa dalam sistem pemerintahan kekinian! Tidak seimbang-nya pemenuhan pendidikan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan! Dan masih banyak lagi yang jika kita uraikan dan kita tarik benang merah antara seluruh permasalahan di-atas maka hal tersebut sama sifat-nya dengan yang kita sebut sebagai "penjajahan". Namun dikarenakan bentuk-nya yang mungkin tidak terlihat seperti penjajahan verbal, membuat kita sebagai masyarakat yang terkena dampak akan hal tersebut menjadi diam serta tidak sadar bahwa hal tersebut sebenar-nya menjadi bukti bahwa bangsa kita ini masih dijajah!
Belum lagi jika kita uraikan lebih lanjut mengenai sistem pemegang kekuasaan dan sistem penentuan ketetapan. Masyarakat Indonesia masih ternina-bobokan oleh janji-janji manis para penguasa pemerintahan sehingga tak jarang segala ketetapan dan keputusan, hanya bersumber dari para kalangan elit pemegang kekuasaan! Yang mana jika kita uraikan lagi, hal tersebut sama hal-nya dengan bentuk penjajahan struktural yang mungkin sifat-nya tidak se-verbal penjajahan di masa kolonial, akan tetapi dampak-nya begitu besar pada kesejahteraan serta keberlangsungan kemerdekaan!
Ilustrasi kesenjangan di Indonesia. Foto: https://pixabay.com/id/photos/xiamen-daerah-kumuh-tembakan-jalanan-824233/
Yang lebih parah dari hal-hal di atas adalah, banyak-nya bermunculan nepotisme, kolusi, korupsi serta manipulasi yang kerap kali dilakukan oleh orang-orang pemegang bangku kekuasaan. Tak ayal sistem pendidikan-pun akhir-nya menjadi korban! Atas rusak-nya elektabilitas para pengampu sistem kekuasaan.
ADVERTISEMENT

Polemik Pemerataan Pendidikan di Indonesia

Dari segala macam kesenjangan serta ketimpangan yang menggerogoti kemerdekaan di Indonesia, pendidikan menjadi harapan satu-satunya bagi kebangkitan kemerdekaan di republik ini.
Walaupun demikian, nyatanya pemerataan pendidikan di negara kita tercinta ini belum sepenuh-nya terlaksana. Masih banyak masyarakat yang belum merasakan akan nikmat-nya akses pendidikan, terutama masyarakat pedesaan.
Mulai dari akses transportasi yang terbilang cukup sulit. Hingga belum terpenuhi-nya sarana infrastruktur sekolah yang tidak memadai.
Ilustrasi sekolah pedesaan. Foto: https://pixabay.com/id/photos/anak-anak-india-pendidikan-kelas-876543/
Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan merupakan tanggung jawab kalangan pemerintahan. Karena dengan demikian, ketika pemenuhan pendidikan telah terlaksana dengan sempurna. Maka secara bertahap kesenjangan serta ketimpangan yang ada di dalam masyarakat, akan ikut sirna.
Pemenuhan dan pemerataan pendidikan, bukan hanya sekedar pemberian akses pembelajaran kepada para murid saja. Akan tetapi, bagaimana cara-nya supaya pembelajaran yang diberikan dapat diterapkan secara sempurna dalam sistem kemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Pemenuhan dan pemerataan pendidikan juga berarti, peningkatan kualitas kemanusian. Baik dari segi pengajaran serta penerapan akhlak dan etika ketika bermasyarakat.
Guru menjadi pilar utama dalam hal pemberian pengajaran serta percontohan akhlak dan etika di hadapan para murid-muridnya. Oleh karena itu, peningkatan mutu guru dan pengajar menjadi sangat penting peranan-nya dalam menyongsong pemerataan pendidikan.
Namun memang sekali lagi, kendala utama-nya bukan pada guru-nya yang tidak memberikan pengajaran yang bermutu untuk para murid-muridnya. Akan tetapi bukti di lapangan banyak mengatakan bahwa para guru yang minim mutu pengajaran-nya itu, banyak disebabkan karena kurang terpenuhinya kebutuhan mereka (berupa gaji yang minim) yang mana hal tersebut berdampak pada pengajaran mereka yang kurang maksimal.
Harapan kedepannya pemerintah serta para pemegang kuasa dapat lebih aware dan peduli terhadap pemerataan sistem pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, terutama lagi pada peningkatan mutu para guru serta pengajar melalui pemberian upah maksimal. Supaya dalam memberikan pengajaran serta pendidikan kepada para murid-muridnya mereka dapat melakukan-nya dengan sepenuh jiwa dan raga, tanpa harus lagi memikirkan tunjangan-tunjangan yang mungkin saja belum terlunaskan.
ADVERTISEMENT
Akhir kata, kemerdekaan Indonesia walaupun secara pengakuan Internasional telah diakui oleh seluruh negara. Namun pada kenyataan-nya masih banyak kesenjangan-kesenjangan serta ketimpangan yang tidak mencirikan makna dari kata kemerdekaan. Semoga kedepan-nya kemerdekaan bukan lagi hanya sekedar semboyan yang dielu-elukan ketika perayaan kemerdekaan semata saja. Akan tetapi dapat terealisasikan dalam segala aspek kehidupan di masyarakat, baik perkotaan maupun pedesaan.