Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Faktor Terdapat Negara Eropa yang Mengakui Palestina Sebagai Sebuah Negara
8 Juli 2024 18:12 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Muhammad Sopiyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perdebatan apakah Palestina sudah menjadi negara merdeka atau belum ini masih terjadi sampai sekarang. Bagi mereka yang mendukung, mereka berpendapat bahwa sekarang Palestina menjadi negara merdeka karena sudah memiliki pemerintah, wilayah, bendera dan populasi yang tetap. Di sisi lain, bagi mereka yang tidak setuju dengan gagasan bahwa meskipun Palestina sudah memiliki prinsip-prinsip tadi, mereka masih tidak memiliki kendali penuh atas wilayah mereka. Bagian dari wilayah Palestina masih berada di tangan Israel. Jadi kelompok ini menganggap Palestina belum bisa dianggap sebagai negara yang merdeka karena mereka belum mampu menguasai wilayahnya secara penuh. Namun, lahirnya resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun yang lalu tentang Negara-negara Pemantau Non-Anggota (Non-Member Observer States) yang berkonsekuensi dibolehkannya pengibaran bendera negara-negara non-anggota ini, termasuk bendera Palestina, di depan markas besar PBB di New York, dapat diindikasikan bahwa Palestina diakui sebagai negara merdeka. Pasalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menandatangani resolusi tersebut terdiri dari 193 negara di seluruh dunia. Oleh karena itu, setidaknya berdasarkan deklarasi tersebut, Palestina dapat disebut sebagai negara berdaulat atau mungkin belum, tapi karena banyak negara kuat seperti Amerika Serikat dan China belum mengakui Palestina sebagaisebuah negara.Untuk itu, artikel kali ini akan mengkaji apakah Palestina merupakan negara berdaulat, mengetahui apakah suatu negara itu berdaulat atau tidak dengan menggunakan pendekatan teori syarat berdirinya sebuah negara berdasarkan perspektif hukum internasional.
Palestina adalah satu-satunya negara peserta Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 yang hingga kini belum merdeka. Pendudukan Israel atas Palestina masih berlangsung dan berbagai pelanggaran terhadap warga Palestina masih dilakukan. Secara bilateral, Palestina terus berupaya untuk menggalang pengakuan dari berbagai negara. Hingga 14 September 2015, tercatat 136 negara dari 193 anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara. Di Eropa, pengakuan dan dukungan terhadap Palestina pun semakin meningkat. Sebanyak 7 parlemen negara Eropa (Inggris, Irlandia, Spanyol, Perancis, Portugal, Luxemburg, dan Belgia) ditambah Parlemen Uni Eropa telah mengeluarkan mosi rekomendasi kepada pemerintah masing-masing untuk mengakui Negara Palestina. Sebanyak 9 dari 28 negara anggota Uni Eropa juga telah mengakui Negara Palestina (Malta, Siprus, Ceko, Slovakia, Hungaria, Rumania, Bulgaria, Polandia dan Swedia).
ADVERTISEMENT
Secara umum, ada dua teori yang berkaitan dengan pembentukan negara baru yang berdaulat. Yang pertama adalah teori konstitutif dan yang kedua adalah teori deklaratif. Teori konstitutif menekankan bahwa negara-negara atau pemerintah dapat menjadi subyek hukum Internasional jika negara lain mengakui mereka terlebih dahulu. Ini berarti bahwa jika negara baru ini tidak mendapatkan pengakuan dari negara lain maka mereka tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah negara meskipun mereka telah memenuhi persyaratan untuk menjadi negara-negara seperti sudah adanya pendudukyang tetap, wilayah dan pemerintah. Dengan demikian, adanya pengakuan menjadi sangat penting menurut teori konstitutif ini. Sementara itu, teori deklaratif lebih menekankan bahwa sebuah negara, baru dapat diklasifikasikan sebagai sebuah negara baru berdaulat jika negara-negara ini dapat memenuhi persyaratan normatif sebagaimana disebutkan dalam konvensi Montevideo.
ADVERTISEMENT
1. Kriteria Sebuah Negara Berdasarkan Konvensi Montevideo (Teori Deklaratif)
Konvensi Montevideo tentang hak dan tanggung jawab negara-negara dalam konferensi internasional ketujuh Amerika pada tanggal 26 Desember1933 di Uruguay. Konvensi ini merekomendasikan agar pernyataan tersebut diterima sebagai bagian dari hukum internasional. Konvensi ini ditandatangani oleh 19 negara dan menjadi isu utama dalam upaya menafsirkan makna dan identitas sebuah negara. Pasal 1 Konvensi ini menyebutkan bahwa ada empat kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah calon negara baru untuk menjadi sebuah negara berdaulat, yaitu; adanya populasi yang tetap (permanent population), adanya wilayah yang jelas dan tetap (defined territory), adanya pemerintah (government)dan adanya kapasitas (negara) untuk melakukan tindakan atau hubungan hukum dengan negara lain.
ADVERTISEMENT
Sekarang mari kita analisis satu persatu dari kriteria-kriteria tersebut.
• Kita awali dengan kriteria yang pertama, yaitu adanya populasi yang tetap, proses ini merupakan salah satu hal terpenting bagi kehidupan bernegara. Logikanya, bagaimana suatu negara bisa mengklaim diri sebagai negara berdaulat jika tidak ada orang yang tinggal di sana. Oleh karena itu, kriteria tempat tinggal penduduk tetap menjelaskan bahwa jika ada kota maka di sana juga ada populasi atau masyarakat dan mereka harus terorganisir.
Bagi Palestina, kriteria ini tidak menjadi masalah karena jauh sebelum deklarasi negara Palestina, manusia sudah terlebih dahulu menghuni wilayah tersebut, bahkan dengan masuknya penjajah Inggris di wilayah tersebut. Namun akibat Perang Arab-Israel tahun 1948, banyak warga Palestina yang terpaksa meninggalkan tanah airnya, meski mereka kembali setelah perang berakhir. Oleh karena itu, dalam tanda pertama ini, Palestina memenuhinya karena mempunyai penduduk tetap sejak deklarasi atau berdirinya Negara. Saat ini penduduk Palestina berjumlah sekitar 4,5 juta orang yang tinggal di wilayah Palestina dan sekitar 6 juta orang tinggal di luar negeri (diaspora). Hal ini menjelaskan mengapa Palestina sudah lama siap dan mampu memenuhi syarat sebagai negara merdeka.
ADVERTISEMENT
• Ciri yang kedua adalah mempunyai batas-batas yang jelas. Suatu negara terdiri dari perbatasan, tanpa batas maka tidak bisa disebut negara. Tentu saja, secara lokal, negara bisa melakukan tugasnya. Oleh karena itu sangat penting adanya perbatasan yang permanen, tanpa adanya perbatasan tidak mungkin suatu negara dapat melaksanakan tugasnya. Selain itu, adanya wilayah mencerminkan kedaulatan sebuah negara, tanpa kedaulatan tidak ada negara. Namun begitu, meskipun diperlukan adanya wilayah, tidak ada ketentuan khusus seberapa besar wilayah tersebut harus dimiliki oleh sebuah negara. Walaupun sebuah negara memiliki wilayah yang sangat kecil, asalkan mereka memiliki kontrol penuh terhadap wilayah tersebut maka dapat lah disebut sebagai sebuah negara.
Bagi Palestina mungkin sulit untuk mengidentifikasi wilayah yang jelas dan permanen ini karena konflik dengan Israel yang masih berlanjut hingga saat ini. Sebagaimana kita ketahui, wilayah Palestina saat ini terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu: Jalur Gaza, Yerusalem Timur, dan Tepi Barat yang terpisah satu sama lain. Misalnya saja Jalur Gaza dan Tepi Barat yang dipisahkan oleh Israel. Selain itu, wilayah seperti Tepi Barat dan Jalur Gaza masih berada di bawah kendali Israel. Maka muncul pertanyaan lain di sini, apakah wilayah Palestina dipisahkan dari wilayah negara lain (Israel). Mungkinkah hal ini melanggar definisi batas-batas yang telah ditetapkan? Sebab hal ini sekaligus menjelaskan mengapa Palestina mempunyai hak penuh atas wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada penjelasan di atas maka jawabannya bisa saja iya, karena ketentuan di atas menyatakan bahwa kriteria daerah memerlukan adanya pengendalian penuh terhadap daerah. Namun PBB menjawab pertanyaan tersebut dengan mengatakan bahwa Mahkamah Internasional telah menerima dan menetapkan pembentukan wilayah Palestina dan resolusi Majelis Umum Dewan Keamanan Nasional PBB. Oleh karena itu, dalam kasus Palestina, batasan yang mengatur wilayahnya tidak mencakup konsep permanensi atau integritas yang disyaratkan oleh kriteria teritorial yang telah ditetapkan, karena hal tersebut merupakan akibat dari pendudukan asing (Israel). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keberadaan Palestina sebagai negara yang terpisah dalam wilayahnya dan mempunyai penguasaan yang terbatas, yang mempunyai alasan tidak bisa disebut sebagai negara, merupakan hal yang tidak mempengaruhi kasus Palestina.
ADVERTISEMENT
• Indikator ketiga adalah adanya pemerintahan atau administrasi. Penetapan kriteria keberadaan pemerintahan menjadi salah satu syarat penting terbentuknya negara baru. Jika wilayah dan jumlah penduduknya sudah ada, bagaimana kita bisa disebut negara jika tidak ada pemerintahan efektif yang mengatur masyarakat yang tinggal di wilayahnya. Oleh karena itu, jelas bahwa keberadaan suatu pemerintahan atau pemerintahan yang efektif menjadi faktor lain yang sangat penting dalam pembentukan sebuah negara baru. Hukum internasional sendiri mendefinisikan wilayah dengan mengacu pada sejauh mana suatu pemerintah dapat mengendalikan wilayah tersebut.
Faktanya, bagi Palestina, ketentuan tersebut belum menjelaskan apakah pemerintahan saat ini dapat memenuhi syarat sebagai pemerintahan yang efektif menurut hal tersebut atau tidak, karena pada kenyataannya Palestina tidak memiliki kewenangan yang cukup di wilayahnya. Otoritas Israel masih menguasai sebagian wilayah Palestina seperti di tepi barat. Situasi serupa terjadi di Jalur Gaza dimana setelah tentara Israel mundur pada tahun 2005, pemerintah Israel terus menguasai wilayah tersebut. Artinya, pemerintah Palestina tidak mempunyai kendali atas wilayahnya sendiri. Benar, Palestina mempunyai pemerintahan, namun tampaknya mereka tidak memiliki “pemerintahan yang efektif”. Oleh karena itu, jika berbicara mengenai keadaan pemerintahan, masih terdapat perdebatan mengenai apakah pemerintahan yang dimaksud harus merupakan pemerintahan efektif yang dapat menguasai wilayahnya sepenuhnya atau tidak, selama negara tersebut mempunyai pemerintahan (normatif) maka keadaan ini dipenuhi dan diterima.
Para pendukung Palestina sebagai negara merdeka berpendapat bahwa dalam Konvensi Montevideo, kata “pemerintah” tidak berarti pemerintahan yang “efektif”. Ini hanyalah praktik lokal. Sepanjang mereka masih mempunyai wewenang atas wilayah tersebut dan dapat memutuskan sendiri atau dapat menentukan wilayahnya sendiri mereka dapat diidentifikasi sebagai sebuah negara. Inilah sebabnya mengapa PBB mengakui pemerintah Palestina memiliki pemerintahan yang efektif karena mereka dapat menentukan perbatasannya sendiri meskipun mereka tidak memiliki kendali penuh atas wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Adanya kriteria ini telah memunculkan sejumlah pendapat yang mempertanyakan apakah Palestina memenuhi syarat ini atau tidak. Disatu sisi, barangkali dapat dianggap bahwa Palestina memiliki kapasitas seperti di atas, tetapi jika merujuk pada penjelasan Dapo Akande, Palestina masih memiliki masalah dengan aspek hukumnya karena sengketa wilayah dengan Israel masih terjadi hingga kini. Sebaliknya, Palestina telah meratifikasi dan menandatangani beberapa perjanjian internasional, seperti Piagam Budaya dan Warisan UNESCO dan Piagam Arab tentang Hak Asasi Manusia.
Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pertama, Palestina jelas memiliki populasi yang tetap atau permanen, wilayah yang tetap dan jelas dan juga pemerintah yang mengatur negara tersebut. Kedua, Palestina telah mampu untuk terlibat dalam hubungan diplomatik dengan negara-negara lain dan organisasi internasional. Ketiga, Palestina jelas memiliki pemerintahan yang efektif sendiri yang dipilih melalui pemilihan umum. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Palestina memenuhi kententuan yang diatur dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo dan alhasil dapat diterima dan memenuhi syarat sebagai sebuah negara.
2. Kriteria Negara Menurut Teori Konstitutif
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah disebutkan di awal artikel ini, teori konstitutif menekankan kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain sebelum negara baru dapat diakui. Menurut teori ini, memiliki wilayah, pemerintah, dan rakyat tidak otomatis membuat suatu negara menjadi negara berdaulat. Teori ini menyatakan bahwa negara-negara berdaulat lainnya membutuhkan pengakuan yang cukup. Tidak seperti teori deklaratif di atas, teori ini lebih banyak digunakan dalam kehidupan nyata. Ini menunjukkan bahwa meskipun sebuah negara baru telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo, upayanya tidak akan berguna jika negara lain tidak dapat memberikan pengakuan. Menurut teori ini, mendapatkan pengakuan adalah syarat untuk diterima sebagai sebuah negara.
Jika ini adalah ketentuannya, bagaimana dengan Palestina? Apakah ia memenuhi syarat untuk dianggap sebagai negara berdaulat atau tidak? Menurut fakta, sekitar 136 dari 193 negara di seluruh dunia telah mengakui Palestina. Jumlah ini mungkin lebih besar.
ADVERTISEMENT
Penulis berpendapat bahwa jumlah itu cukup untuk mendapatkan pengakuan. Selain itu, Palestina memiliki kedutaan diplomatik di banyak negara. Misalnya, Indonesia telah memiliki kedutaan di Palestina sejak tahun 1990-an. Indonesia bahkan baru-baru ini membuka konsulat di Palestina. Situasi yang sama juga terjadi di beberapa negara lain.
Menariknya, Resolusi Majelis Umum PBB tentang Negara-negara Pemantau Non-Anggota yang memungkinkan bendera Palestina berkibar di depan markas PBB telah memperkuat teori konstitutif bahwa Palestina juga telah memenuhi syarat. Tidak diragukan lagi, resolusi ini akan meningkatkan upaya Palestina untuk mendapatkan pengakuan dari negara-negara kuat lainnya, seperti AS.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karena Palestina memenuhi persyaratan konvensi Montevideo dan teori konstitutif, Palestina dapat dianggap sebagai sebuah negara yang berdaulat. Namun, ini hanya merupakan elemen normatifnya yang telah dipenuhi. Dengan demikian, Palestina tidak dapat bergantung pada teori ini karena tidak dapat memaksa negara lain untuk mengakuinya.
ADVERTISEMENT
Meskipun secara umum semua persyaratan dipenuhi, sebuah negara hanya dapat disebut sebagai negara ketika diperlakukan seperti negara atau organisasi internasional lainnya. Negara dapat dianggap sebagai negara jika mereka merasa diperlakukan seperti negara berdaulat. Menurut penulis, berdasarkan fakta-fakta di atas, Palestina sudah dapat dianggap sebagai sebuah negara berdaulat karena dilayani seperti sebuah negara oleh banyak negara dan organisasi internasional. Selain itu, mereka adalah negara pengamat non-anggota di forum PBB dan telah berpartisipasi dalam berbagai perjanjian internasional. Oleh karena itu, Palestina dapat dianggap sebagai sebuah negara berdaulat untuk tujuan hukum publik internasional.
Mungkin pengakuan Palestina sebagai negara berdaulat hanya terkait dengan aspek politik masing-masing negara. Misalnya, Amerika Serikat masih belum mengakui Palestina sebagai negara berdaulat karena kepentingan politik mereka dengan Israel. Contoh lain adalah Kosovo, yang mengumumkan kemerdekaannya, tetapi China dan Rusia belum mengakuinya sebagai negara. Dengan cara yang sama, sekitar 136 dari 193 negara di seluruh dunia telah mengakui Palestina sebagai negara, tetapi pengakuan ini tampaknya tidak cukup kuat karena pengakuan dari negara-negara superpower belum lengkap. Oleh karena itu, ini lebih berkaitan dengan aspek politik daripada standar normatif. Untuk mencapai pengakuan dari negara-negara superpower, Palestina harus mengambil tindakan politik dalam konteks ini juga.
ADVERTISEMENT