Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menanti Putusan Mahkamah Konstitusi
21 April 2024 9:47 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Soultan Joefrian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak terasa 2 hari lagi yaitu tepat pada tanggal 22 April ini akan menjadi penentu seperti apa kualitas dan keberanian hakim-hakim di Mahkamah Konstitusi. Semua ini berawal dari Mahkamah Konstitusi saat Anwar Usman selaku ketua Mahkamah Konstitusi dan juga pamannya Gibran yang meloloskan keponakannya ini untuk maju pada Pilpres 2024 yang tentunya putusan ini sebagai salah satu bentuk pelanggaran prinsip etika dalam bernegara. Banyak kalangan dari akademisi sampai masyarakat umum yang menyebut Gibran setengah petahana karena bapaknya yang saat ini masih menjadi Presiden.
Hasil akhir dari Pemilu kali ini bisa diduga dengan menangnya pasangan Prabowo-Gibran yang secara tidak langsung di dukung oleh pemerintah. Karena tidak pernah dalam sejarah negara ini seorang anak presiden mencalonkan diri sebagai Wakil presiden disaat ayahnya masih menjabat sebagai Presiden. Oleh karena itu, munculnya indikasi penyalahgunaan kekuasaan untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran semakin muncul ke permukaan menjelang hari pemungutan suara.
Salah satunya ialah isu bansos yang digadang-gadang untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 2 tersebut. Sebab penggunaan anggaran bansos menjelang Pilpres yang mencapai Rp 496 triliun jauh lebih besar daripada penggunaan anggaran disaat Indonesia terdampak virus Covid-19 kemaren yang hanya Rp 468,2 triliun pada tahun 2021 dan 460 triliun pada tahun 2022. Hal ini memang bagus untuk mendorong daya beli masyarakat tetapi karena penggunaannya pada saat akan Pemilu inilah yang membuat indikasi tadi makin jelas terpampang di berbagai media. Salah satunya saat Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bagi-bagi bansos yang secara terang-terangan menyebut nama Presiden Jokowi dan ditambah lagi dengan banyaknya atribut partai.
ADVERTISEMENT
Kembali lagi ke topik, Desember 2023 survei Kompas menunjukkan hanya 50% responden yang memandang citra Mahkamah Konstitusi positif. Angka terburuk selama Mahkamah Konstitusi berdiri, apalagi ditambah dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 makin membuat Mahkamah Konstitusi seperti kaki tangan istana. Keberanian Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan tuntutan para pemohon akan memberi citra positif pada Mahkamah Konstitusi karena berani memposisikan hukum bukan pada pertimbangan teknis prosedural dan aspek formal perhitungan suara melainkan keadilan dan etika.
Tentunya hakim Mahkamah Konstitusi akan menjadi rujukan tauladan karena mencetak tinta emas dalam sejarah dalam mempertahankan demokrasi dan menolak pengkhianatan terhadap etika. Hakim Mahkamah Konstitusi juga menunjukkan kemandirian, ketegasan, dan keyakinan akan kebenaran demokrasi dan masih dihormatinya budi pekerti. Putusan berani inilah yang akan mengembalikan Mahkamah Kontitusi sebagai penjaga konstitusi bukan politik dinasti.
Lalu munculnya Amicus Curiae atau sahabat pengadilan yang dilakukan oleh akademisi dan Gerakan Masyarakat sipil makin mendorong Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan. Perlu diingat akademisi itulah yang mendidik meraka menjadi hakim bahkan calon hakim Mahkamah Konstitusi nantinya. Maka dari itu harus diingatkan lagi bahwa pendirian Mahkamah Konstitusi karena peran bersejarah aktivis masyarakat sipil. Mengingkari atau mengabaikan pandangan mereka akan membuat hakim Mahkamah Konstitusi seperti orang-orang yang lupa akan jasa seseorang yang telah membantunya.
ADVERTISEMENT
Terakhir jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan tuntutan pemohon itu artinya penghukuman pada kekuatan dinasti yang mau merusak amanat reformasi dan demokrasi. Kejahatan konstitusi ini yang dapat menghukumnnya adalah Mahkamah Konstitusi itu sendiri, dimana nantinya akan memberikan pelajaran bagi siapapun penguasa nantinya untuk tidak menggunanakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya apalagi keinginan untuk mengembalikan dinasti dalam Sejarah Republik.