Konten dari Pengguna

Legalitas Donor ASI Dalam Bingkai Hukum Positif Indonesia: Tinjauan Komprehensif

Sri Hartanti
An independent legal researcher and content creator at Sri Hartanti For Edu
18 Agustus 2024 15:40 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Hartanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ibu memberi ASI bayinya | Sumber foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ibu memberi ASI bayinya | Sumber foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Ungkapan ini begitu tepat untuk menggambarkan makna di balik tindakan donor ASI. Setiap tetes ASI yang diberikan adalah bentuk kasih sayang yang tulus bagi bayi yang membutuhkan. Tak hanya memberikan nutrisi terbaik, jauh didalamnya menyimpan harapan akan masa depan yang cerah untuk mewujudkan generasi emas bangsa.
ADVERTISEMENT
Donor ASI bukanlah hal baru, konsep ini sebenarnya secara legal telah ada dalam era keberlakuan PP No. 33/2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Sayangnya, tidak ada payung hukum lebih lanjut (rechtsvacuum) berkenaan dengan bagaimana pemberian ASI Eksklusif dari pendonor ASI yang harusnya disyaratkan dalam bentuk Permenkes [lihat Pasal 11 ayat (4) PP 33/2012].
Hingga terbitnya PP 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 17/2023 Tentang Kesehatan, yang mencabut keberlakuan PP 33/2012, meski legal, namun belum ada Permenkes yang mengatur lebih lanjut mengenai pemberian ASI dari donor. [lihat Pasal 27 ayat (4) PP 28/2024].

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Untuk Mendapatkan ASI Eksklusif

Setiap Anak berhak untuk mendapatkan ASI Eksklusif, baik dari Ibu kandungnya maupun dari pendonor ASI. Hak Anak untuk mendapatkan ASI Eksklusif tersebut diatur dalam beberapa instrumen hukum sebagai berikut : [1] [2] [3] [4] [5]
ADVERTISEMENT

UU 4/2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan

ADVERTISEMENT

UU 17/2023 tentang Kesehatan

ADVERTISEMENT

UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak

UU 39/1999 tentang HAM

PP 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 17/2023 Tentang Kesehatan

ADVERTISEMENT
Pada hakikatnya, rumusan pasal diatas telah termuat dalam PP 33/2012, hanya saja diangkat kembali dalam PP 28/2024.
Meskipun konsep donor ASI tidak lebih tenar dibandingkan dengan penggunaan Susu Formula Bayi sebagai alternatif bagi Ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif bagi Anaknya, namun instrumen hukum diatas secara holistik mensyaratkan bahwa yang diprioritaskan terlebih dahulu secara berurutan adalah : (1) Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu; (2) Pemberian ASI dari donor; (3) Pemberian Susu Formula Bayi.
ADVERTISEMENT

Syarat Terbatas Dilegalkannya Praktik Donor ASI Dalam Paradigma Hukum Indonesia

Donor ASI dilegalkan apabila terdapat Anak yang tidak memungkinkan mendapat ASI dari Ibu kandungnya [lihat Pasal 4 ayat (1) j UU 4/2024] karena 3 kondisi tertentu sebagai berikut:

1. Indikasi Medis

Yakni kondisi Kesehatan Ibu yang tidak memungkinkan memberikan ASI sesuai dengan yang ditetapkan oleh Tenaga Medis [lihat penjelasan Pasal 42 ayat (1) UU 17/2023]. Penetapan kondisi "Indikasi Medis" dilakukan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. [lihat Pasal 24 ayat (4) PP 28/2024]. Penetapan ini dapat dilakukan oleh bidan atau perawat bila di daerah tertentu tidak ada Tenaga Medis [lihat Pasal 24 ayat (5) PP 28/2024].
ADVERTISEMENT
Meski belum ada penjelasan lebih lanjut dalam Permenkes tentang kondisi Kesehatan Ibu yang bagaimana yang masuk dalam kategori "Indikasi Medis", namun perlu diketahui bahwa konsep "Indikasi Medis" dalam PP 28/2024 berbeda dengan PP 33/2012 sebelumnya. "Indikasi Medis" dalam PP 33/2012 dimaknai sebagai kondisi medis Bayi dan/atau kondisi medis Ibu yang tidak memungkinkan dilakukannya pemberian ASI Eksklusif.
Artinya, makna frasa "Indikasi Medis" dalam PP 28/2024 memiliki cakupan ruang yang lebih sempit dibanding dalam PP 33/2012, sebagai berikut :
Meski demikian, dalam Penjelasan Pasal 7 huruf a PP 33/2012 (in casu sudah tidak berkekuatan hukum mengikat) ditentukan secara detail perihal 2 hal, yakni :
ADVERTISEMENT

Kondisi Medis Bayi yang Tidak Memungkinkan Pemberian ASI Eksklusif

ADVERTISEMENT

Kondisi Medis Ibu yang Tidak Dapat Memberikan ASI Eksklusif

ADVERTISEMENT

2. Ibu Tidak Ada

Kondisi dimana Anak tidak memungkinkan mendapat ASI dari Ibu kandungnya karena Ibunya telah meninggal dunia maupun tidak diketahui keberadaannya [lihat Penjelasan Pasal 7 huruf b PP 33/2012].

3. Ibu Terpisah Dari Anak

Kondisi dimana Anak tidak memungkinkan mendapat ASI dari Ibunya karena adanya bencana (Anak korban bencana) maupun kondisi perceraian orangtua. Sehingga Ibu terpisah dari Anaknya, dan Anak tidak mendapatkan haknya. [lihat Penjelasan Pasal 12 ayat (6) UU 4/2024].
Ilustrasi pembuatan penetapan oleh Tenaga Medis yang menyatakan bahwa Ibu sedang menjalani sitotoksik kemoterapi sehingga tidak dimungkinkan untuk memberi ASI Eksklusif pada Bayi yang baru dilahirkan | Sumber foto: Freepik

Syarat Pemberian ASI Dari Donor Dalam Paradigma Hukum Indonesia

Praktik pemberian ASI dari donor tidak dapat dilakukan secara serampangan, wajib hukumnya diberi penetapan dari tenaga medis, bidan, atau perawat sesuai standar yang menyatakan bahwa Ibu kandung mengalami indikasi medis, tidak ada, atau terpisah dari Anak. Setelah ada penetapan dimaksud, berikut persyaratan lain yang harus dipenuhi secara kumulatif:
ADVERTISEMENT
Hal - hal lain mengenai pemberian ASI dari donor akan didelegasikan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri yang menjalankan urusan dibidang Kesehatan. [lihat Pasal 27 ayat (4) PP 28/2024]
ADVERTISEMENT