Konten dari Pengguna

Wabi Sabi dalam Arsitektur: Estetika Era Desain Modern

Stefany Bintang
student at Airlangga University, Faculty of Humanities, Japanese Studies
11 Oktober 2024 21:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Stefany Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Rafael Atantya on Unsplash -Gambaran sebuah bangunan rumah yang mengandung konsep wabi sabi keindahan dalam kesederhanaan.
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Rafael Atantya on Unsplash -Gambaran sebuah bangunan rumah yang mengandung konsep wabi sabi keindahan dalam kesederhanaan.
ADVERTISEMENT
Jepang merupakan sebuah negara yang terdapat banyak tradisi dan budaya, dan salah satu tradisi Jepang yang terkait dengan filosofi estetika yang unik disebut sebagai Wabi Sabi 侘び寂び . Konsep tradisi inilah yang biasa dapat kita lihat secara jelas sebagai penggambaran estetika negara Jepang. Wabi Sabi mencerminkan keindahan yang ditemukan dalam ketidaksempurnaan, kesederhanaan, dan sifat yang sementara.Filosofi ini mengajarkan bahwa kehidupan termasuk dengan objek yang diciptkan pada dasarnya bersifat sementara dan tidak sempurna, namun hal ini lah yang menjadikan objek tersebut indah dan bernilai. Wabi Sabi sangat tertanam kuat dalam tradisi tradisonal Jepang sehingga pengaruhnya bahkan semakin berkembang di dunia modern. Konsep estetika ini tidak hanya pada kesenian, namun dalam dunia arsitektur Jepang juga banyak digunakan. Desain arsitektur modern Jepang, banyak menerapkan konsep Wabi Sabi sebagai acuan dalam keindahan. Di era modern yang pada umumnya arsitektur futuristiknya menonjolkan bentuk dan warna yang beragam, konsep wabi sabi memberikan pandangan yang berbeda dan lebih menekankan pada keseimbangan. Hal inilah yang membuat wabi sabi dikenal sebagai nilai estetika yang didalamnya terdapat kesederhanaan, penerimaan atas ketidaksempurnaan, dengan acuan ini dunia arsitektur modern yang menerapkan konsep ini, menciptakan ruang yang tidak hanya estetis namun juga fungsional dan memberikan kesan emosional yang dapat tersalur dari desain futuristiknya.
ADVERTISEMENT
Sejarah adanya konsep wabi sabi tidak terlepas dari pengaruh Zen Buddhisme dan budaya tradisional Jepang. Konsep ini terlihat jelas dalam kehidupan Jepang mulai dari seni keramik, tata letak taman, dan desain rumah. Kemudian pada masa modern arsitektur yang menggunakan basis wabi sabi semakin meningkat karena adanya kesadaran pentingnya keberlangsungan hubungan harmonis dengan alam. Banyak dari arsitektur dan desainer yang mempertimbangkan bagaimana cara mereka memandang ruang dan bahan bangunan agar tidak terlepas dari konsep wabi sabi. Mereka menolak adanya tren desainyang mengagunkan polesan sempurna dan mulai memilih untuk menggunakan bahan alami, seperti kayu yang memudar atau bahan logam yang berkarat. Menurut mereka dalam desain modern elemen-elemen ini tidak terlihat sebagai kekurangan, melainkan sebagai bukti bahwa bangunan memiliki kehidupan dan sejarah. Dilihat dari cara pandang, konsep ini tidak menggunakan estetika modern dan mendorong agar para arsitek untuk menciptakan ruang ruang yang lebih berfokus dari makna didalamnya atau pun sejarahnya. Pemilik pandangan ini berpikir bahwa mereka tidak hanya memberikan kenyamanan secara fisik tetapi juga dapat memberikan rasa damai yang refleksi bagi penggunanya.
ADVERTISEMENT

Wabi- Sabi (侘び寂び) dalam Arsitektur Modern

Arsitek Tadao Ando ; Church of the light & Chichu Art Museum
ADVERTISEMENT
Arsitek Kengo Kuma ; Asakusa Culture and Tourism & Sunny Hills Tokyo
ADVERTISEMENT
Keseimbangan antara Tradisi Jepang dan Inovasi
Wabi Sabi yang sudah menjadi prinsip tradisional dan sudah ada di Jepang sejak jaman dahulu memiliki berbagai tantangan, salah satunya yaitu bagaimana konsep wabi sabi diterpakan dalam berbagai arsitektur modern, yang dimana pada masa modern banyak penggunaan alat dan bahan canggih yang dapat digunakan dalam karya bangunan ataupun yang lain. Dalam banyak proyek arsitektur, keseimbangan adanya tradisi dan inovasi menjadi fokus utama pada arsitek. Arsitek modern yang menerapkan konsep wabi sabi sering kali menghadapi tantangan dalam menciptakan ruang yang sederhana dan tidak sempurna, namun tetap harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang modern dan kompleks.
Karya bangunan pusat perbelanjaan yang dirancang oleh Yoshio Taniguchi yaitu GINZA SIX, merupakan salah satu contoh karya yang menggunakan keseimbangan antara modernitas dan konsep wabi sabi. Bangunan yang diberikan terlihat modern dan megah, namun desain interiornya tetap memperlihatkan elemen kesederhaan dan kesunyian, sesuai dengan filosofi konsep wabi sabi. Unsur kayu dan ruang yang terbuka dan elemen dari futuristic menjadikan pusat perbelanjaan ginza six contoh dari konsep wabi sabi yang dapat diterpakan dalam zaman yang modern.
ADVERTISEMENT
Menyimpulkan pemahaman mengenai konsep wabi sabi (侘び寂び) dalam arsitektur modern Jepang, kita dapat melihat bagaimana pandangan ini tidak hanya mengakar dalam tradisi lama, namun juga dapat beradaptasi dan mengikuti seiring dengan adanya perubahan zaman. Konsep wabi sabi mengajarkan bahwa keindahan tidak hanya terletak pada kesempurnaan, melainkan keindahan juga terdapat pada ketidaksempurnaan, kesederhanaan, dan hal- hal yang bersifat sementara dari kehidupan kita. Ini terlihat dalam karya-karya milik arsitek Jepang yang terkenal, memadukan bahan alami dan desain yang harmonis dengan lingkungan. Dalam konteks modern, desain seperti ginza six menunjukan bagaimana konsep wabi sabi dapat beradaptasi juga dalam zaman yang sudah modern, dan tidak menghilangkan nilai-nilai estetikanya. Dengan demikian konsep wabi sabi tidak hanya sekedar konsep estetika, tetapi juga sebuat filosofi hidup untuk menghargai keindahan dalam ketidaksempurnaan dan hubungan harmonis dengan alam. Hal ini juga dapat mengingatkan kita pentingnya menciptakan ruang yang lebih bermakan dan berkelanjutan dalam era yang semakin modern.
ADVERTISEMENT