Konten dari Pengguna

Kisah Kota Hantu Tiongkok yang Gagal dan Pelajaran untuk IKN

Stevani Cheasa Kristianti
Saya mahasiswa Ekonomi di Universitas Sanata Dharma. Saya tertarik pada analisis ekonomi dan terus mengembangkan diri melalui berbagai pengalaman. Bagi saya, belajar bukan hanya dari buku, tapi juga dari dunia nyata.
5 Desember 2024 11:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Stevani Cheasa Kristianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar I. Ilustrasi "Kota Hantu" Tiongkok | Sumber: Istock
zoom-in-whitePerbesar
Gambar I. Ilustrasi "Kota Hantu" Tiongkok | Sumber: Istock
ADVERTISEMENT
Fenomena kota hantu di Tiongkok menjadi contoh nyata betapa ambisi besar dalam pembangunan kota baru bisa berakhir dengan kegagalan jika tidak disertai perencanaan yang matang. Kota-kota seperti Ordos dan Kangbashi yang dibangun dengan harapan bisa menjadi pusat pertumbuhan urbanisasi, malah menjadi sepi dan terbengkalai. Dari sini, Indonesia, khususnya proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, bisa belajar banyak tentang risiko dan tantangan dalam merancang kota baru.
ADVERTISEMENT
Kota Hantu di Tiongkok: Ketika Ambisi Tak Sejalan dengan Realitas
Istilah kota hantu merujuk pada kota-kota baru yang dibangun dengan infrastruktur megah namun minim penghuni. Salah satu contoh paling mencolok adalah Ordos, yang terletak di Mongolia Dalam. Dibangun dengan tujuan untuk menampung jutaan penduduk, Ordos dilengkapi dengan jalan raya lebar, gedung pencakar langit, dan fasilitas modern yang seharusnya mencerminkan kemajuan Tiongkok. Namun, kenyataannya berbeda. Kota ini hingga kini hanya terisi sebagian kecil dari kapasitasnya, menjadikannya simbol kegagalan ambisi besar tanpa dasar yang kuat.
Fenomena serupa juga terjadi di Kangbashi, sebuah kota yang didesain sebagai pusat urbanisasi dengan konsep kota modern, namun tetap sepi. Kurangnya daya tarik ekonomi menjadi penyebab utama kegagalan ini. Infrastruktur yang canggih tidak mampu menarik penduduk tanpa adanya lapangan kerja yang relevan dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Apa yang Salah dengan Kota Hantu Tiongkok?
Dalam bukunya The New China Playbook, Keyu Jin mengkritik pendekatan pembangunan kota-kota baru di Tiongkok yang lebih fokus pada aspek fisik dan pertumbuhan infrastruktur daripada mempertimbangkan kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat. Jin menyoroti bahwa pembangunan kota baru yang tidak memperhatikan daya tarik ekonomi, kualitas hidup, dan keberlanjutan sosial hanya akan menciptakan masalah baru, seperti pengangguran dan ketimpangan sosial.
Di Tiongkok, banyak kota yang dibangun dengan anggapan bahwa penduduk akan datang begitu infrastruktur selesai. Namun, tanpa adanya sektor ekonomi yang relevan, seperti industri, teknologi, atau sektor jasa, kota-kota tersebut gagal menarik investasi dan populasi. Selain itu, harga properti yang tinggi di kota-kota seperti Tianducheng, sebuah replika Paris dengan menara Eiffel mini, semakin memperburuk keadaan. Kota ini, yang dirancang untuk menampung 10.000 orang, hanya dihuni oleh sekitar 1.000 orang karena harga properti yang tidak terjangkau bagi mayoritas penduduk.
ADVERTISEMENT
Pelajaran yang Relevan untuk IKN Indonesia
Gambar 2. Ilustrasi IKN | Sumber: Istock
Pembangunan IKN di Indonesia harus belajar dari kesalahan yang terjadi di Tiongkok. Salah satu pelajaran utama adalah pentingnya merencanakan kota dengan mempertimbangkan keberagaman sektor ekonomi. IKN tidak bisa hanya bergantung pada sektor pemerintahan saja. Untuk memastikan kota ini berkembang, penting untuk mengintegrasikan sektor-sektor seperti teknologi, pariwisata, dan jasa yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan menarik investasi jangka panjang.
Selain itu, masalah harga properti juga harus menjadi perhatian. Jika IKN hanya bisa diakses oleh kalangan elit, kota ini akan berisiko menjadi kawasan eksklusif yang terisolasi dari mayoritas masyarakat. Pengalaman dari Tianducheng menunjukkan betapa pentingnya memastikan bahwa harga properti tetap terjangkau untuk berbagai lapisan masyarakat.
Yang tak kalah penting, perencanaan IKN harus berbasis pada kebutuhan sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Infrastruktur megah tanpa mempertimbangkan layanan publik yang memadai, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, dan transportasi yang efisien, tidak akan cukup untuk menarik penduduk. Kota ini perlu dirancang agar relevan dengan kebutuhan warganya, tidak hanya megah secara fisik.
ADVERTISEMENT
Keberlanjutan sebagai Kunci Utama
Pembangunan kota baru di Tiongkok sering mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan, yang berujung pada masalah polusi dan konsumsi energi yang tidak efisien. IKN, dengan segala potensi yang dimilikinya, memiliki kesempatan untuk menjadi kota percontohan dengan sistem transportasi ramah lingkungan, penggunaan energi terbarukan, serta perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan perubahan iklim. Ini akan menarik penduduk dan mendukung keberlanjutan jangka panjang kota tersebut.
Menghindari Nasib Kota Hantu
Fenomena kota hantu di Tiongkok adalah peringatan keras bahwa ambisi besar tanpa perencanaan yang matang bisa berujung pada kegagalan. Proyek IKN harus dihindarkan dari kesalahan serupa dengan mengambil pendekatan yang holistik dan mencakup berbagai aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hanya dengan cara ini, IKN bisa menjadi kota yang sukses, berkembang, dan relevan bagi masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pembangunan IKN bukan hanya soal menciptakan kota baru. Ini adalah kesempatan untuk menciptakan simbol kemajuan yang mencerminkan aspirasi masyarakat Indonesia. Dengan perencanaan yang matang dan pelajaran yang diambil dari kegagalan kota-kota hantu Tiongkok, IKN bisa menjadi contoh sukses bagi dunia dalam pembangunan kota masa depan.
Stevani Cheasa Kristianti Mahasiswa Prodi Ilmu Ekonomi Universitas Sanata Dharma, peserta Kuliah Ekonomi Tiongkok yang diselenggarakan dalam kerjasama dengan Indonesia-China Partnership Studies (INCHIPS).