Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Akankah Presiden Jokowi Mengalami “Crash Landing”?
22 September 2024 12:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Subairi Muzakki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akankah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalami “crash landing”? Pertanyaan ini menjadi diskursus hangat seiring dengan perubahan sentimen publik yang begitu cepat terhadap Presiden Jokowi belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks politik, istilah "crash landing" merujuk pada situasi di mana seorang pemimpin atau pemerintahan mendapati kekuasaannya berakhir secara mendadak atau penuh gejolak, seringkali dengan hilangnya dukungan politik dan kepercayaan publik.
Ini adalah momen di mana otoritas dan pengaruh tidak lagi dapat dipertahankan, dan sang pemimpin mengalami degradasi reputasi yang signifikan menjelang akhir masa jabatannya. Dalam politik modern, beberapa contoh terkenal antara lain adalah kejatuhan Donald Trump pada tahun 2021 yang disertai kerusuhan Capitol Hill dan berbagai skandal, serta kejatuhan Soeharto di Indonesia pada tahun 1998 yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dan ketidakpuasan publik yang meluas.
Dalam kasus Presiden Jokowi, "crash landing" menjadi diskursus publik seiring dengan munculnya sejumlah indikator yang mengarah pada hilangnya kendali politik. Sejumlah faktor krusial seperti serangan publik yang semakin intens terhadap keluarganya, ketidaksolidan di lingkaran terdekat, lemahnya dukungan dari partai politik, serta menguatnya karisma Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
Serangan Publik Ke Keluarga Jokowi
Salah satu indikator utama yang memperlihatkan bahwa Jokowi menghadapi tantangan serius adalah serangan publik yang kini tidak hanya mengarah pada kebijakan pemerintahannya, tetapi juga kepada keluarganya. Kaesang Pangarep dan Bobby Nasution, anak dan menantu Jokowi, sering kali disorot terkait gaya hidup mereka yang dinilai berlebihan. Dugaan gratifikasi yang mengarah pada Kaesang dan Bobby semakin memperparah citra Jokowi yang selama ini dibangun atas kesederhanaan dan kejujuran.
Terlebih lagi, kontroversi yang melibatkan Gibran Rakabuming, anak sulung Jokowi, dengan akun media sosial "Fufufafa" yang diduga miliknya, semakin menambah daftar skandal yang merusak citra keluarga presiden. Serangan terhadap keluarga presiden ini seperti membuka "kotak Pandora" yang mengungkap aib-aib yang sebelumnya tersembunyi, menciptakan narasi bahwa Jokowi tidak mampu menjaga moralitas keluarganya sendiri. Hilangnya aura kesederhanaan yang menjadi daya tarik Jokowi sejak awal karier politiknya menjadi pukulan berat yang membuat publik semakin kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinannya.
ADVERTISEMENT
Citra sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat, yang membedakan Jokowi dari pendahulunya, kini mulai terkikis oleh kenyataan bahwa keluarganya terlihat hidup dalam kemewahan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip kesederhanaan yang ia selalu promosikan. Ketika figur pemimpin mulai dilihat sebagai hipokrit, kepercayaan publik akan cepat menghilang, menciptakan kondisi yang ideal bagi kejatuhan politik yang tiba-tiba.
Lemahnya Dukungan Partai Politik
Tantangan lain yang memperlihatkan potensi Jokowi mengalami "crash landing" adalah melemahnya dukungan dari partai-partai politik.
Pada beberapa kesempatan, Jokowi tidak lagi mendapatkan dukungan penuh dari partai-partai yang sebelumnya solid di belakangnya. Salah satu contoh yang mencolok adalah kegagalan revisi UU Pilkada yang terjadi hanya dalam hitungan jam di Paripurna DPR RI.
ADVERTISEMENT
Perubahan undang-undang yang seharusnya dapat menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan mungkin memberi Jokowi lebih banyak kendali politik, gagal diimplementasikan. Hal ini menunjukkan bahwa partai-partai politik, bahkan partai koalisi pendukung pemerintah, tidak lagi sepenuhnya siap pasang badan untuk melindungi kepentingan politik Jokowi.
Partai politik di Indonesia cenderung sangat pragmatis. Ketika mereka melihat bahwa seorang pemimpin tidak lagi dapat memberikan keuntungan politik, mereka dengan cepat akan menarik dukungan.
Dalam hal ini, ketidakmampuan Jokowi untuk menjaga kesolidan partai-partai pendukung menjadi salah satu indikasi bahwa kekuatannya sedang melemah. Tanpa dukungan penuh dari partai-partai politik, Jokowi akan semakin kesulitan mengontrol jalannya pemerintahan, apalagi di saat-saat krusial menjelang akhir pemerintahan.
Menguatnya Karisma Prabowo Subianto
ADVERTISEMENT
Menguatnya karisma Prabowo Subianto, presiden terpilih yang akan menggantikan Jokowi, juga menjadi indikasi penting bahwa Jokowi mulai kehilangan kendali terhadap kekuasaan. Prabowo adalah seorang politisi veteran dengan latar belakang militer yang mendalam, dan ia tahu bahwa dalam politik, tidak mungkin ada dua matahari yang sama kuat.
Perlahan namun pasti, Prabowo mulai memisahkan dirinya dari bayang-bayang Jokowi dan memperkuat karismanya sendiri sebagai pemimpin masa depan.
Prabowo, dengan pengalamannya yang panjang dalam dinamika politik Indonesia, sangat memahami bahwa negara tidak bisa dipimpin oleh dua pemimpin yang sama kuat. Karena itu, ia secara perlahan mengambil alih kendali konsolidasi kekuasaan.
Dalam banyak kesempatan, Prabowo mulai memperlihatkan kemampuannya sebagai sosok yang lebih berpengaruh daripada Jokowi, baik dalam urusan politik maupun militer. Ini memberi sinyal kepada publik dan partai-partai politik bahwa Prabowo adalah figur yang bisa diandalkan untuk masa depan, sementara Jokowi mulai kehilangan cengkeramannya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan indikator-indikator di atas, jelas terlihat bahwa Jokowi menghadapi tantangan yang besar menjelang akhir masa jabatannya. Serangan publik terhadap keluarganya, lemahnya dukungan partai politik, dan menguatnya karisma Prabowo, semuanya berkontribusi pada potensi "crash landing" di akhir masa pemerintahan Jokowi.
Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Jokowi akan mengalami penurunan kekuasaan yang cepat dan penuh gejolak. Di dunia politik, di mana dinamika bisa berubah dengan cepat, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk mempertahankan kepercayaan publik dan loyalitas politik, dua hal yang kini tampaknya semakin sulit dipertahankan oleh Jokowi.