Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Menjaga Ketahanan Pangan Nasional Lewat Perikanan Kerapu di Spermonde
9 Oktober 2018 18:15 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Sudarman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perdagangan ikan kerapu telah menjadi suatu kegiatan ekonomi yang penting di Asia-Pasifik, yang melibatkan lebih dari 20 negara, dengan nilai komersial diperkirakan US $350 juta per tahun. Pasar utama untuk produk ini antara lain, negara-negara di Asia Timur, terutama Hongkong, China daratan, Taiwan dan Singapura (Koeshendrayana, 2006; Tadjjuddah, (2012).
ADVERTISEMENT
Ikan kerapu selama berabad-abad dikonsumsi oleh orang China, khususnya yang berasal dari pantai selatan. Tradisi ini dianggap sebagai lambang kemakmuran dan keberuntungan dalam budaya China. Selain itu, ikan kerapu juga memiliki nilai gizi tinggi, serta memiliki peran budaya dan sosial yang penting dalam acara-acara khusus. Contohnya seperti festival dan suguhan dalam jamuan bisnis.
Permintaan akan ikan laut segar terutama ikan kerapu juga meningkat secara signifikan. Menurut Chan (2000); Tadjuddah, (2012) , 50 persen ikan karang hidup yang diperdagangkan di Hongkong diimport dari Indonesia. Meningkatnya konsumsi komoditas ikan kerapu (Epinephelus spp), memengaruhi permintaan di tingkat nelayan maupun pembudidaya khususnya di Indonesia.
Tingginya nilai ikan kerapu di perdagangan internasional mengakibatkan meningkatnya permintaan akan jenis ikan ini. Konsekuensinya, ikan kerapu mengalami tekanan yang cukup berat dan di beberapa wilayah telah mengalami overfishing (Sadovy 2005; Tadjuddah, (2012) akibat penggunaan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan seperti penggunaan sianida (Johannes dan Riepen, 1995).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelitian sebelumnya, Johannes and Riepen (1995), memperkirakan bahwa Indonesia menjadi pemasok terbesar untuk perikanan karang hidup di Hong Kong pada dekade 1990-an, sedangkan Cesar 1996; (dalam Bentley, 1999), memperkirakan jumlah total ekspor Indonesia untuk ikan konsumsi karang hidup sekitar 10.000 and 20.000 ton per tahun. Dalam dekade tersebut, stok permintaan ikan konsumsi karang hidup di Indonesia hampir lebih dari 50 persen didatangkan dari Kepulauan Spermonde.
Sulawesi Selatan, khususnya di Kepulauan Spermonde, adalah daerah yang berkontribusi pada peningkatan produksi perikanan tangkap nasional, dengan produksi komoditi kerapu pada tahun 2015 mencapai 22.709 ton.
Kondisi ini terlihat dari produksi perikanan tangkap indonesia untuk ikan kerapu sejak tahun 2011 sampai 2015 mencapai 520.404 ton atau rata-rata kenaikan mencapai 18 persen. Di tahun 2015, produksi mencapai 143.839 ton atau mengalami kenaikan 30 persen dari tahun 2014, berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, Kepulauan Spermonde merupakan gugusan pulau-pulau yang terletak di Selat Makassar, di mana perairan ini merupakan dangkalan yang terletak di sebelah barat daya Sulawesi Selatan, terpisah sepenuhnya dari dangkalan Sunda yang terletak di seberang Selat Makassar dan terdiri dari banyak pulau-pulau dan shelf banks.
Kawasan perairan kepulauan ini meliputi bagian selatan Kabupaten Takalar, Kota Makassar, Kabupaten Pangkep, hingga Kabupaten Barru di bagian utara pantai Barat Sulawesi Selatan (Rasyid. 2011). Pulau-pulau karang di Kota Makassar sebanyak 12 pulau, terdiri 9 pulau yang berpenghuni dan 3 pulau tak bepenghuni. Untuk Kabupaten Pangkep ada 112 pulau, terdiri dari 74 pulau yang berpenghuni, 9 Pulau di Kabupaten Takalar, dan 10 Pulau di Kabupaten Barru.
Indonesia sendiri memegang 20 persen pemasok ikan kerapu hidup, menempati urutan kedua setelah Thailand (Nurjana, 2007 ; Made, 2017). Terlihat dari nilai ekspor kerapu Indonesia ke berbagai Negara pada 2016 mencapai Rp 427 Miliar (Kumparan.2017).
ADVERTISEMENT
Menurut The International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) pada tahun 2006 memasukkan beberapa jenis ikan kerapu seperti kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kerapu lumpur (Epinephelus lanceolatus dan Epinephelus coioides) dan kerapu sunu (Plectropomus leopardus) sebagai spesies yang terancam (red list of threathened species).
Untuk mengatasi permintaan yang semakin tinggi tersebut, maka seyogyanya produksi ikan kerapu tidak hanya diprioritaskan dari hasil kegiatan penangkapan di alam tetapi lebih banyak mengandalkan pada kegiatan budidaya (Sudirman dan Yusri, 2008; Made, 2017).