Konten dari Pengguna

Obituari Yunahar Ilyas: Pewaris Para Nabi dan Suluh Umat

Sudarnoto Abdul Hakim
Akademisi dan pengamat sosial keagamaan dan politik
4 Januari 2020 20:23 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sudarnoto Abdul Hakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Umat muslim membaca Al Quran di Masjid di Masjid Al Markaz Al Islam, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (8/5). Foto: Antara/Abriawan Abhe
zoom-in-whitePerbesar
Umat muslim membaca Al Quran di Masjid di Masjid Al Markaz Al Islam, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (8/5). Foto: Antara/Abriawan Abhe
ADVERTISEMENT
Dalam tradisi umat Islam Ulama adalah "Warotsatul Anbiya' " pewaris para Nabi dan juga "Masobihul Ummat" suluh ummat. Karena itu posisi dan peran ulama sungguhlah sangat penting terutama bagi masyarakat atau umat Islam. Mereka adalah orang-orang yang secara keagamaan, sosial, moral dan intelektual memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh masyarakat kebanyakan.
ADVERTISEMENT
Bahkan, diyakini mereka adalah orang-orang yang sangat istimewa karena memiliki kedekatan sedemikian rupa dengan Allah. Karena itulah, Ulama menjadi magnit dan Maroji' (referensi) tempat bertanya, memecahkan masalah dan berharap masa depan yang luhur.
Warotsatul Anbiya'
"Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh para nabi hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambil warisan tersebut, sungguh ia telah mengambil warisan yang banyak." Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, Darimi dan Abu Dawud ini sangat terkenal dan diyakini kebenarannya oleh masyarakat/umat Islam dan karena itu kedudukan ulama sangat istimewa di mata masyarakat.
Pertama, dalam tradisi intelektual Islam, apa yang disebut dengan ilmu sebagaimana yang disebut-sebut dalam Hadits di atas ialah Ulumuddin yang sumber awal dan paling otentik dan otoritatifnya ialah Quran dan Hadits Shohih.
ADVERTISEMENT
Tiga ranah utama Ulumuddin sebagaimana yang diberi perhatian oleh para Nabi dan kemudian berkembang di pusat-pusat studi Islam di mana-mana ialah Akidah, Syariah, dan Akhlak. Tiga ranah ini secara keilmuan kemudian terwadahi dalam Ilmu Kalam/Teologi, Fiqih atau Jurisprudensi Islam dan Tasawuf atau Mistisisme.
Tiga cabang ilmu ini, terutama Fiqih, mengalami perkembangan yang sangat kompleks dan bahkan telah terlembagakan sedemikian rupa secara keagamaan dan intelektual dalam bentuk Mazhab-mazhab Keislaman (Sunni dan Syiah dengan berbagai varian mazhabnya masing-masing). Pengaruh keagamaannya kuat karena memang mempengaruhi tindakan dan tradisi keagamaan umat di manapun.
Pengaruh intelektualnya juga kuat, karena memang telah melahirkan begitu banyak Ulama Mazhab dengan karya-karya mereka yang begitu meluas dibaca, dipelajari, diikuti dan bahkan dikaji secara akademik oleh para sarjana dari tradisi akademik/keilmuan Islam dan Barat.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, dari dua sumber utama Islam yaitu Quran dan Hadits juga berkembang dua bidang ilmu utama yaitu Ulumul Qur'n dan Ulumul Hadits yang masing-masing juga mengalami perkembangan dengan bidang-bidang yang lebih spesifik.
Seperti di atas, dua bidang Ulumul Quran dan Ulumul Hadits ini juga melahirkan begitu banyak Ulama dan Mazhab yang tidak tunggal. Kajian kajian mendalam terus dilakukan dalam dua bidang ini di pusat-pusat studi Islam di mana-mana. Para peneliti dan ilmuan juga melakukan intellectual reproduction secara berkelanjutan dan karya karya mereka, terutama para Ulama, menjadi referensi.
Jadi, pewaris para Nabi ini terus melakukan apa yang disebut dengan "amal ilmiyah dan ilmu amaliyah". Itulah tugas para Ulama membangun sebuah peradaban yang kokoh dengan salah satu pilar pentingnya yaitu ilmu yang kuat, kredibel dan terhubungkan kuat dengan Allah sebagai al-Alim dan alam semesta dan kemanusiaan (Rahmatun lil Alamin). Ilmu, sebagaimana yang diwariskan oleh para Nabi kepada Ulama, ialah ilmu yang secara ontologis, epistemologi, dan aksiologis bisa dipertanggungjawabkan. Dengan ilmu, maka Ulama mendorong atau mengajak umat agar mengetahui ajaran Islam secara komprehensif sekaligus mengamalkannya.
ADVERTISEMENT
Kedua, sebagai pewaris para Nabi, Ulama juga mengemban misi Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar: (a) Himayatul Ummah, yaitu menjaga dan melindungi agar manusia/masyarakat beriman dan bertakwa dengan sungguh-sungguh, tidak melakukan dan terjebak dalam kemungkaran apapun bentuknya dalam bidang apapun (b) Khidmatul Ummah, yaitu berkhidmat melayani dan memberikan arah ke depan kehidupan yang menjunjung tinggi Akhlak. Sebagai pewaris Nabi, Ulama juga melakukan peran-peran advokatif, problem solver dan yang juga sangat penting memberikan pedoman keagamaan bagi masyarakat.
(c) membangun dan memperkokoh kepemimpinan yang benar-benar efektif membimbing umat. Imam Mawardi mengatakan dalam kitabnya "al-Ahkam al-Sultoniyah" bahwa kepemimpinan (al-Imamah) itu sebuah keniscayaan untuk melanjutkan misi kenabian yaitu menjaga kestarian agama dan membangun dan memakmurkan kehidupan dunia. Contoh ideal kepemimpinan yang bisa dijadikan sumber inspirasi dan moral ialah kepemimpinan Rasul Muhammad era Madinah dengan Piagam Madinahnya.
ADVERTISEMENT
Masobihul Ummah
Ulama adalah Masobihul Ummah, suluh umat yang senantiasa menerangi jalan kehidupan supaya secara moral dan ideologis tidak tersesat dan tergelincir. Peran ini sangat penting karena pada kenyataannya masyarakat sering berhadapan dengan nilai nilai kehidupan dan bahkan filsafat, pandangan hidup, weltanschaung, life style dan berbagai ideologi yang sesungguhnya bertentangan secara diametral dan merusak keluhuran budaya, agama dan ideologi bangsa. Ideologi-ideologi ini akan menyesatkan dan menjerumuskan kehidupan dan karena itu Ulama hadir dengan memberikan suluh agar masyarakat atau umat tidak melanjutkan perjalanan yang menyesatkan, kembali dengan penuh istiqomah ke jalan sosial, budaya, ekonomi, ideologi, politik dan kebangsaan yang lurus.
Suluh juga berarti memberikan pencerahan (Tanwir), tidak sekadar mengemban misi penyelamatan supaya tidak tersesat. Tugas Ulama adalah mencerahkan pikiran, hati, kehidupan dan peradaban agar umat ke depan benar-benar menjadi "khoiru ummah, " kompetitif, produktif-inovatif. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah instrumen penting untuk Khoiru Ummah. Tentu saja, kekuatan kepribadian dan moral di mana agama menjadi sumber yang jeniuin merupakan faktor fundamental yang harus menjadi perhatian Ulama.
ADVERTISEMENT
Suluh umat, suluh bangsa tidak boleh padam, bahkan harus semakin terang dan menerangi. Harus ada upaya yang intens terus menerus atau berkelanjutan berijtihad untuk memahami dengan baik tantangan, masalah dan kebutuhan kehidupan dan peradaban masyarakat ke depan. Langkah-langkah pembaruan (Tajdid) dan inovasi sangatlah mutlak dilakukan dan itulah yang banyak Ulama lakukan. Ulama memang juga Suluh Pembaruan sehingga umat berkemampuan melakukan perbaikan, ketenteraman dan kemaslahatan.
Ulama Wasaty
Sesuai dengan watak dasar ajaran Islam yang Wasaty, dan menimba pengalaman Rasul Muhammad yang juga Wasaty, maka Ulamapun haruslah Wasaty. Ini tidak sekedar sejalan dengan nilai-nilai luhur dan budaya Indonesia dan tentu dengan Pancasila, akan tetapi watak Wasaty sangatlah dibutuhkan sebagai jalan atau cara pandang yang tepat di saat kehidupan saat ini penuh dengan intrik, benturan, antagonisme, dan pengaruh berbagai ideologi transnasional. Tidak terlampau mudah bagi Ulama atau menempatkan posisi Ulama secara tepat. Godaan, gangguan dan bahkan ancaman pastilah tidak ringan yang dihadapi oleh Ulama karena Rasul Muhammadpun juga mengalaminya.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi masalah adalah jika ada Ulama yang "tergoda" dan terlibat penuh dalam kontroversi, persengketaan, persekongkolan dan kontestasi kelompok dan politik. Degradasi Ulama mungkin saja bisa terjadi dengan misalnya mengembangkan atau melancarkan apa yang selama ini orang banyak menyebutnya sebagai populisme politik. Konflik sosial dan politik, berdasarkan kepada pengalaman di berbagai tempat, bisa semakin menimbulkan krisis yang berkepanjangan antara lain karena diberi amunisi sentimen agama.
Karena itu sikap istiqomah Ulama sangatlah penting dalam rangka (1) menjaga muruah keulamaannya, (2) menjaga keseimbangan (Tawazun) sosial politik, (3) memberikan dan mengarusutamakan pentingnya keluhuran moral dalam mengelola negara/pemerintah, praktik kehidupan politik dan ekonomi. (4) membangun citra positif dan membuktikan secara konkret bahwa Islam adalah agama Rahmatun lil Alamin.
ADVERTISEMENT
Buya Yun
Wakil Ketua Majelis Ulama Iindonesia, Yunahar Ilyas. Foto: Dok. Majelis Ulama Indonesia
Buya Yunahar secara sosial keagamaan dan intelektual tumbuh dari lingkungan dan tradisi Islam yang kuat. Tak berlebihan untuk berpandangan bahwa Buya Yunahar adalah seorang muslim yang taat, berprinsip, teguh, sederhana dan ulama yang sangat dihormati oleh banyak kalangan karena kedalaman ilmu keislamannya, keteguhan dan kesederhanannya, serta kehangatannya.
Dalam konteks peta keislaman sebagaimana diurai di atas, Buya Yun bersentuhan dengan akar dan mengapresiasi pemikiran Islam tradisional sebagaimana yang dikembangkan dalam berbagai kitab karya para Ulama madzhab. Namun, bagi Buya Yun, "Islam Madzhaby" ini adalah produk Ijtihad Ulama. Karena itu tidaklah ada kewajiban Syar'iy untuk mengikuti Madzhab. Yang perlu dikembangkan justru "Islam Manhaji". Intinya, beragama (apalagi sekedar mengembangkan pemikiran) membutuhkan sikap kritis yang bertanggung jawab atas dasar ilmu. Karena itulah "metode" atau Thoriqoh Ilmiyah sangat penting dikembangkan untuk memahami sekaligus mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Atas dasar corak Manhaji yang dianut, Buya Yunahar tampil sebagai seorang Ulama yang sangat terbuka, kritis, tidak emosional dan konstruktif untuk kepentingan umat atau masyarakat bangsa pada umumnya. Argumen argumen keagamaan bagi konsep Muhammadiyah tentang Indonesia negara Pancasila Darul Ahdi was Syahadah, misalnya, adalah salah satu gambaran keterbukaan dan sikapnya yang konstruktif bagi bangsa.
Hal yang sama juga bisa diketahui dari pandangannya tentang perempuan, lingkungan, hubungan antar agama, dan sebagainya. Banyak isu kontemporer yang, jika mengikuti kerangka berpikir Buya, membutuhkan pencermatan, kajian mendalam, Ijtihad Ilmy dengan pendekatan multi disiplin atau Manhaj Ilmy. Inilah spirit intelektual Buya Yun dalam rangka Himayat dan Khidmatul Ummah.
Buya Yun seorang Ulama pewaris Nabi dan suluh Ummat yang progresif-berkemajuan, Mujtahid-nasionalis telah dipanggil Ilahi. Harus lahir Buya Yun yang baru karena umat dan bangsa Indonesia membutuhkan kehadiran dan sentuhannya.
ADVERTISEMENT
----------------
Penulis: Associate Professor FAH UIN Jakarta, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Ketua Komisi PK MUI, Ketua Dewan Pakar Fokal IMM