Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kisah Kampung Berseri Astra: Geliat Desa Laliko Menjadi Desa Wisata Terpadu
25 Desember 2022 9:42 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Desa Laliko merupakan salah satu desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar , Sulawesi Barat (Sulbar). Berada di pesisir Selat Makassar, menjadikan desa ini memiliki potensi alam dan wisata bahari yang menjanjikan.
Sekitar 70 persen penduduk Desa Laliko yang bekerja sebagai nelayan menggantungkan kehidupannya dengan mencari ikan di laut. Kendati demikian, warga setempat pernah merasakan susahnya mendapatkan ikan karena kebiasaan nelayan menangkap ikan dengan melakukan pemboman yang turut berdampak pada terumbu karang yang ada di perairan Desa Laliko.
"Jadi, warga di sini pernah merasakan susahnya dapat ikan. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan mereka melakukan pemboman ikan yang justru berdampak pada lingkungan dan berimbas pada kurangnya ikan yang ada di perairan Desa Laliko," ungkap Ashari Sarmedi, penggerak Kampung Berseri Astra (KBA) Desa Laliko yang juga merupakan anggota Komunitas Sahabat Pesisir, kepada Sulbar Kini, Jumat (23/12/2022).
ADVERTISEMENT
Berangkat dari keprihatinan itu, Ashari bersama pemuda desa setempat yang tergabung dalam Komunitas Sahabat Pesisir fokus melakukan konservasi dan rehabilitasi mangrove serta terumbu karang di sekitar perairan Desa Laliko.
Melalui pendekatan secara kekeluargaan, Komunitas Sahabat Pesisir memberikan edukasi kepada nelayan setempat terkait dampak dari pemboman ikan.
Dari awalnya nelayan yang berpikir praktis melakukan penangkapan ikan dengan cara pemboman, perlahan tersadar tindakan itu justru berdampak pada kurangnya ikan di perairan Desa Laliko.
"Sejak 2010 kami melakukan pendekatan dan edukasi secara kekeluargaan, khususnya kepada tokoh-tokoh masyarakat. Pada akhirnya mereka mulai sadar sendiri dan menghentikan pemboman ikan. Perlahan, nelayan di sini kembali lebih mudah mendapatkan ikan tanpa harus jauh-jauh berlayar menangkap ikan ke perairan yang dalam," kata Ashari.
Dari sini, Ashari bersama Komunitas Sahabat Pesisir lalu bertekad menjaga ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove yang tumbuh di sepanjang pesisir pantai Desa Laliko.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2014, kami mulai kembangkan ke sektor pariwisata, khususnya di kawasan mangrove dan terumbu karang. Kawasan mangrove di sini juga konon merupakan mangrove alami yang sudah ada sejak zaman kerajaan. Jadi punya sejarah panjang," ujarnya.
Ashari menyebutkan, Gonda Mangrove Park yang digagas Komunitas Sahabat Pesisir booming pada rentang 2015 hingga 2017. Selain menawarkan wisata, mereka juga tetap melakukan edukasi dengan cara memberikan literasi kepada warga dan pengunjung terkait mangrove serta melakukan gerakan penanaman mangrove.
"Konsep yang kami kembangkan di Gonda Mangrove Park yakni eduwisata. Kita ajak warga maupun wisatawan yang datang berkunjung untuk mengenal lebih dekat soal mangrove, melakukan penanaman, hingga menyusuri kawasan mangrove dengan menggunakan perahu. Nah, yang jadi kelebihan di sini, mangrove dan terumbu karang semuanya bagus. Jadi sambil susur mangrove, bisa sekaligus snorkeling," tutur Ashari.
ADVERTISEMENT
Pemberdayaan Ibu-ibu Melalui UMKM
Tak sekadar menggali potensi wisata, Komunitas Sahabat Pesisir juga melakukan pemberdayaan ekonomi bagi warga sekitar, khususnya ibu-ibu. Salah satunya dengan mengajak ibu rumah tangga di Desa Laliko untuk menghasilkan produk UMKM, seperti minyak Mandar yang terbuat dari kelapa, kerupuk ikan tongkol, hingga keripik buah mangrove.
"Yang unik ini, yakni keripik mangrove. Ibu-ibu di sini yang tadinya tidak tahu nilai ekonomis dari tanaman mangrove kini tersadar untuk turut menjaga kelestarian mangrove. Adapun keripik mangrove ini kami bantu pemasarannya dan sering-sering mengikuti pameran yang diadakan di kabupaten maupun secara nasional," ujar Ashari.
Dia mengakui, dengan adanya program Kampung Berseri Astra (KBA) sejak 2018, dirinya bersama warga setempat semakin tergerak untuk merangkum secara keseluruhan potensi yang dimiliki desanya itu, termasuk potensi budaya dan kearifan lokal yang ada di Desa Laliko.
ADVERTISEMENT
"2018 masuk program KBA itu memang cukup berdampak dengan merangkum keseluruhan potensi yang ada di Desa Laliko ini. Masing-masing dusun punya potensi yang bisa dikembangkan, tidak hanya Gonda Mangrove Park," kata Ashari.
"Di Pantai Laliko itu kita ada konservasi penyu, Dusun Labuang punya potensi pasir putih dan terumbu karang yang masih dalam pengembangan, dan di Punaga itu ada sentra tenun sutra Mandar," imbuhnya.
Ashari tak menampik, sejumlah kendala dan tantangan yang dihadapi dalam meretas asa menjadikan Laliko sebagai desa wisata terpadu di Sulawesi Barat. Mulai dari dukungan pemerintah setempat, kesadaran warga, hingga konsistensi itu sendiri dalam menjadikan Laliko sebagai kawasan desa wisata terpadu.
"Kalau awalnya pengelolaan oleh komunitas, ke depan kami persiapan kerja sama dengan pemerintah desa melalui BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Jadi mulai dari pemasaran produk UMKM hingga pengembangan wisata kita kerjasamakan dengan BUMDes. Di samping itu, melakukan even-even wisata dan budaya yang bisa menarik pengunjung ke Desa Laliko," paparnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Desa Laliko, Andi Rahmanuddin Atjo, mengaku sangat berterima kasih dengan adanya program Kampung Berseri Astra di desanya itu.
Meski baru setahun menjabat sebagai kepala desa, Andi Rahmanuddin menegaskan dukungannya terhadap kelanjutan program Kampung Berseri Astra melalui pengembangan wisata secara terpadu dan pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga.
"Sangat berterima kasih dan mendukung adanya program Kampung Berseri Astra di Desa Laliko karena memang desa kami mempunyai potensi yang luar biasa. Ke depan kami mau berdayakan potensi desa yang dikerjasamakan dengan BUMDes dan memaksimalkan unit-unit usaha milik ibu-ibu yang ada di sini," tandasnya.