Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
TikTok sebagai Katarsis Virtual: Antara Hiburan dan Pelarian dari Realitas
24 November 2024 19:29 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Adristi Nurfajri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
TikTok sebagai Katarsis Virtual: Antara Hiburan dan Pelarian dari Realitas
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu merasa lega dan senang hanya dengan scrolling TikTok? Seberapa sering kamu menggunakan aplikasi TikTok?
ADVERTISEMENT
TikTok merupakan media sosial yang menyajikan hiburan berupa video berdurasi pendek dan live streaming. Penggunanya mencapai lebih dari 1,8 miliar orang di dunia dan terus meningkat dari waktu ke waktu. Selain menjadi sarana penghibur, TikTok juga menjadi tempat pelarian bagi penggunanya dari realitas hidup yang menekan. Konsep ini bisa dijelaskan melalui Teori Katarsis Sigmund Freud (1895), sebagai cara untuk melepaskan emosi yang terpendam.
Nah, bagaimana TikTok bisa menjadi katarsis virtual, menawarkan hiburan sekaligus pelarian? Artikel ini akan membahas kaitannya secara mendalam, sekaligus memberikan pemahaman agar kita tetap bijak memanfaatkannya. Yuk, selami lebih lanjut!
Mengapa TikTok Menjadi Katarsis Virtual?
Katarsis adalah proses pelepasan emosi melalui kegiatan positif seperti bernyanyi, bercerita dengan teman, berolahraga, berteriak, atau menulis (Wahyuningsih, 2017).
ADVERTISEMENT
Kehidupan modern yang penuh tekanan, membuat banyak orang mencari cara untuk melarikan diri dari stres, kecemasan, dan kebosanan. TikTok hadir sebagai solusi instan melalui konten menarik dengan durasi pendek sehingga tidak perlu menghabiskan waktu lama dalam menontonnya dan cukup dilakukan dengan menggulir layar ponsel saja. Hal ini dianggap lebih praktis dan menyenangkan karena bisa mendapat banyak tontonan dalam waktu singkat tanpa harus berpikir berat.
Firamadhina & Krinani (2020) mengungkapkan, video singkat yang diunggah oleh pengguna TikTok mencakup berbagai jenis konten, seperti tutorial memasak, mini vlog tentang kegiatan sehari-hari, dan berbagai jenis konten lainnya. TikTok memungkinkan siapa saja untuk menjadi kreator, menari, menyanyi, atau sekadar berbagi pengalaman hidup, sehingga penggunanya merasa bebas berekspresi tanpa batas. Menyalurkan emosinya melalui tren video terkini, baik kesedihan maupun kesenangan memberikan rasa lega melalui seni dan komunikasi.
ADVERTISEMENT
Saat menonton video yang lucu atau relatable, ada perasaan bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi masalah. Misalnya, video tentang “life after breakup” sering membuat penonton menangis sambil berpikir, “gue lagi di fase ini banget!” Rasa koneksi ini membantu mengurangi beban emosional karena merasa bahwa orang lain juga sedang mengalami kesedihan yang sama. Begitu pula ketika sedang sedih, lalu melihat konten komedi, challenge mukbang, dan grocery shopping di TikTok, bisa membuat seseorang tertawa dan kesedihannya mereda.
Cukup dengan beberapa menit, seseorang bisa "melarikan diri" dari dunia nyata dalam aplikasi. Konten-konten yang disajikan memberikan kesenangan tanpa proses panjang dan melelahkan. Hal ini membuat TikTok menjadi tempat pelarian yang nyaman dari tekanan sehari-hari, entah itu tugas, masalah pribadi, dan persoalan lainnya.
ADVERTISEMENT
TikTok Bermanfaat atau Berisiko?
Walaupun TikTok bisa menjadi ruang katarsis yang menyenangkan, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kehadirannya memiliki sisi negatif juga. Penggunaan berlebihan bisa menjadi masalah, terutama ketika seseorang memilih mengabaikan penyelesaian masalah di dunia nyata dan bersembunyi dari realita yang ada melalui aplikasi TikTok. Seseorang akan kesulitan menghadapi kenyataan karena memilih terus menghindar.
Misalnya ketika seseorang sedang memiliki masalah percintaan. Bukannya menyelesaikan masalah, ia malah scrolling TikTok untuk mencari konten yang relate dengan kondisinya untuk menyalurkan kesedihan dan melupakan permasalahan. Keasyikan scrolling tanpa mencari penyelesaian hanya akan menjadi kelegaan sesaat dan ketika kembali menjalani kehidupan nyata, kesedihan dan masalah itu akan tetap ada.
Algoritma TikTok merupakan mesin pintar yang dapat mempelajari kesukaan kamu lewat intensitas konten yang kamu tonton, sehingga membuat kamu sering kali merasa “dipahami”. Hasilnya, feed For Your Page (FYP) hadir sebagai sesuatu yang seolah bersifat pribadi dan hanya diperuntukkan untuk kamu. Hal ini dapat memberikan dampak negatif jika ada suatu konten negatif yang membentuk dan memperkuat pola pikirmu menjadi negatif.
ADVERTISEMENT
Seperti pada tren konten "marriage is scary" yang dibagikan oleh orang-orang dengan masalah pernikahan, membuat orang-orang takut menikah karena takut mengalami permasalahan yang sama. Menonton konten yang tidak sesuai, juga bisa membuka kembali trauma masa lalu yang pernah dialaminya. Jika demikian, TikTok bukan lagi media yang tepat untuk mengekpresikan kesedihan karena jika tidak disaring dengan baik, TikTok juga bisa berdampak menambah kecemasan.
TikTok: Hiburan atau Pelarian?
Semenyenangkan apapun TikTok, tetap saja TikTok bukanlah pengganti terapi profesional, tetapi hanya sebatas media hiburan. Mungkin TikTok bisa membuat kamu memberikan kesenangan dan menyalurkan emosi yang terpendam, namun terus-menerus mengandalkan TikTok sebagai media pelarian tidak akan menyelesaikan masalah yang sedang kamu hadapi. Keseimbangan tetap diperlukan agar kamu tetap bisa membedakan dunia maya dengan dunia nyata.
ADVERTISEMENT
TikTok menjadi salah satu bentuk katarsis virtual yang menarik. Dengan segala kemudahannya, TikTok memberi ruang bagi penggunanya untuk tertawa, menangis, dan merasa terhubung. Namun, pengguna perlu bijak memanfaatkannya agar tidak terjebak dalam pelarian tanpa henti. Bijak bermain TikTok dapat dilakukan dengan cara menetapkan batasan waktu agar tidak terjebak dalam kecanduan mengonsumsi konten yang berlebihan. Penting untuk memilih konten yang positif dan mendidik, untuk memperkaya wawasan, bukan yang memperburuk perasaan atau menciptakan kecemasan.
Ingatlah, dunia nyata tetap membutuhkan perhatian kita lebih dari sekadar video berdurasi 15 detik. Lari terus-terusan, tidak akan menyelesaikan masalah, bukan?
Referensi
ADVERTISEMENT
Febriana, E., & Ulfa, A. (2024). Dampak Konten Bertema Psikologi Dalam Media Sosial TikTok Terhadap Fenomena Self Diagnose Pada Generasi Z. Jurnal Inovasi Ilmu Pendidikan, 2 (4), 239-248.