Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bangunan Bersejarah di Jakarta pada Masa Pra-Kemerdekaan (1920-1945)
30 Desember 2022 14:37 WIB
Tulisan dari Suparman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bangunan bersejarah masih banyak yang bisa kita temui sampai saat ini, baik yang masih berfungsi dan terawat dengan baik maupun yang kondisinya tidak terawat. Setiap melihat bangunan bersejarah terkadang kita langsung berpikir dan bertanya - tanya bagaimana awal mula bangunan itu dibuat dan apa fungsinya hingga menjadi seperti sekarang. Jika kita mau melihat lebih dalam, ternyata bangunan - bangunan tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah peradaban bangsa kita.
ADVERTISEMENT
Untuk menjawab pertanyaan - pertanyaan yang seringkali muncul di benak kita tentunya kita perlu belajar kepada ahlinya. Salah satu ahli yang memiliki kapasitas untuk menjelaskan beberapa hal terkait yaitu yaitu Ary Sulistyo, seorang tenaga ahli pelestarian cagar budaya. Beliau saat ini aktif di Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi selain itu ia juga menjabat sebagai Kepala Research and Development di Indonesia Hidden Heritage Creative Hub sebuah organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang pemberdayaan bangunan cagar budaya. Pada kesempatan "Diskusi Jasmerah" ke-3 bulan November lalu, beliau menjadi narasumber dalam acara tersebut dan menyampaikan beberapa hal terkait bangunan bersejarah di Jakarta.
Penting untuk kita ketahui bersama bahwa tidak semua bangunan bersejarah merupakan bangunan cagar budaya meskipun bangunan tersebut memiliki cerita kesejarahan. Hal tersebut dikarenakan untuk menentukan status sebagai bangunan cagar budaya perlu ketentuan hukum tertentu. Meskipun demikian, bangunan bersejarah tersebut dapat digolongkan sebagai warisan sejarah bersifat benda. Faktor status bangunan bersejarah tersebut juga menjadi faktor yang mempengaruhi kondisi bangunan, bangunan bersejarah yang sudah berstatus bangunan cagar budaya lebih terawat.
ADVERTISEMENT
Bangunan-bangunan di Jakarta sendiri dipengaruhi oleh banyak gaya arsitektur. Bermula dari gaya Indis (klasisme-indis/ indisch woonhuis) yang berkembang di awal abad ke-19 hingga awal abad 20. Setelahnya, dikenal gaya arsitektur ekspresif kubistis yang terinspirasi dari kapalan laut. Gaya bangunan selanjutnya dikenal di Belanda sebagai Niuwe Bouwen atau Gaya Membangun Baru pada tahun 1928, meski tidak begitu dikenal sebagaimana di Eropa. Arsitek yang mampu merancang dan membangun dengan gaya ini terbilang berkelas dan masih jarang.
Gaya arsitektur yang dikenal selanjutnya yakni gaya bangunan indisch nieuw zakelijk atau bisnis modern dengan salah satu bangunan yang diketahui bergaya tersebut yakni Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM). Sekitar tahun 1920, diperkenalkan gaya arsitektur ekspresif, yang dilanjutkan dengan gaya Art Deco pada tahun 1925. Pada awal tahun 1930-an, gaya bangunan yang semula berfokus pada eksperimen modern mulai menuju titik balik dan kembali ke gaya klasik.
ADVERTISEMENT
Bangunan-bangunan bersejarah di Jakarta juga dapat ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi maupun berpusat di sekitarnya. Misalnya, Gedung Kramat 106 yang semula merupakan Indonesisch clubhuis yang dijadikan sebagai tempat diikrarkannya sumpah pemuda, serta gedung Eks-Hotel Schomper yang kini dikenal sebagai Gedung Joeang 45 dengan riwayat sejarah di masa kependudukan Jepang.
Melestarikan bangunan lama merupakan upaya melestarikan nilai, alih-alih sekadar melestarikan bangunan. Nilai yang dimaksud yakni nilai penting kesejarahan terkait sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan. Pelestarian ini dilakukan melalui penetapan bangunan bersejarah (yang digolongkan sebagai warisan budaya bersifat benda) menjadi bangunan cagar budaya yang dilakukan dengan proses legal.
Pemerintah DKI Jakarta telah berupaya melestarikan bangunan-bangunan peninggalan sejarah. Preservasi bangunan cagar budaya dan warisan sejarah telah dilakukan, beberapa di antaranya juga telah memiliki rancangan rencana pelestarian. Kendati demikian, pelaksanaan preservasi juga terkendala dengan ketersediaan biaya. Yang menjadi sumber masalah lain ialah bila bangunan-bangunan tersebut dimiliki oleh pribadi maupun perusahaan. Perusahaan yang memang berorientasi pada pemerolehan laba barangkali tidak begitu memerhatikan upaya pelestarian bangunan cagar budaya. Sedangkan pihak pribadi yang menjadikan bangunan tersebut sebagai hunian atau harta pribadi belum tentu memahami pentingnya preservasi terhadap bangunan yang dimiliki. Memang jelas bahwa perlu adanya kolaborasi antara pemerintah dengan pihak-pihak individual untuk merancang program pelestarian bangunan bersejarah di Jakarta.
ADVERTISEMENT