Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mendorong Implementasi Holakrasi dalam Sistem Pemerintahan
27 Agustus 2021 18:13 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Nur Muin Susanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dua tahun telah berlalu sejak diterapkannya kebijakan penyederhanaan birokrasi melalui penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional. Kebijakan yang dilaksanakan mengikuti Prioritas Kerja Tahun 2019 – 2024 Presiden RI terkait Pembangunan SDM dan Penyederhanaan Birokrasi.
Seperti yang disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bahwa proses penyederhanaan jabatan tidak dengan serta merta memindahkan kewenangan dalam jabatan struktural ke jabatan fungsional, tetapi dengan pertimbangan yang matang. Penyederhanaan birokrasi yang meliputi struktur dan jabatan bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang efektif dan bukan ‘jabatan fungsional rasa struktural’ yang berarti tidak menghilangkan hierarki (www.menpan.go.id ).
Awal tahun sepulang saya selesai bertugas dipekerjakan di salah satu instansi pusat, melalui obrolan santai bersama rekan kantor, kami membahas penyetaraan jabatan yang akan kami alami di unit masing-masing. Bermacam-macam respons dalam memandang penyederhanaan birokrasi melalui penyetaraan jabatan ini, dari yang merasa khawatir dengan masa depan pekerjaan mereka paska penyederhanaan sampai dengan yang merasa skeptis dengan penyetaraan jabatan ini akan membuahkan hasil baik. Saya pun merasakan kegelisahan dan bertanya-tanya perihal perubahan ini, apa dan kenapa dengan struktur organisasi saat ini, berangkat dari itu akhirnya menuntun saya mendalami lebih lanjut tentang organisasi.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa kesempatan sosialisasi dan rakor para pemangku kepentingan urusan SDM sempat disinggung tentang pemangkasan birokrasi dengan memangkas eselonisasi, juga bagaimana perubahan struktur hierarki menjadi networked dengan desain holakrasi. Tapi tunggu, holakrasi, apa itu? Sebuah istilah baru yang menggelitik rasa penasaran saya mengorek informasi lebih lanjut dari beberapa literatur dan ulasan pakar terkait holakrasi dan perkembangannya di dunia organisasi.
Tahukah bahwa model struktur organisasi yang selama ini kita pakai telah berusia berabad lamanya dan tidak pernah berubah? Tantangan masa depan terkait demografi, disrupsi ilmu pengetahuan, teknologi, dan climate change menuntut organisasi mencari cara baru dengan pendekatan humanis untuk menjaring dan mempertahankan pegawai.
Model struktur secara hierarki top-down mulai berevolusi dengan munculnya ide-ide baru dan respons dari tekanan eksternal yang berakibat terhadap transformasi organisasi menuju model dan pendekatan baru dalam desain organisasi (Gaspar & Lauren, 2013). Berbagai macam transformasi model struktur dengan beraneka istilah diperkenalkan mulai dari flat organization, star model, incremental model, teal organization, horizontal organization, dan lain-lain. Semuanya memiliki karakteristik self-manage dan self-organize.
ADVERTISEMENT
Pada umumnya self-management organization memiliki tiga karakteristik, struktur terdiri dari tim (peran dan tugas didefinisikan secara kolektif untuk menyelesaikan pekerjaan), tim self-manage tetapi tetap bernaung di dalam struktur yang lebih besar, dan kepemimpinan bersifat kontekstual didistribusikan kepada roles/peran. (Harvard Business Review, 2016)
Organisasi Holakrasi
Model struktur organisasi, yang saat ini cukup populer, tersusun secara komprehensif dan banyak diadaptasi adalah konsep organisasi holacracy, sebuah teknologi sosial untuk mengatur dan mengoperasikan organisasi yang diperkenalkan pertama kali oleh Brian J. Robertson pada tahun 2009. (Holacracy, 2015)
Bila organisasi konvensional terdiri dari fungsi-fungsi dengan deskripsi pekerjaan, semakin tinggi fungsi semakin banyak tanggung jawab dan kekuatan pengambilan keputusan. Berbeda halnya dalam holakrasi, dengan menghadirkan konsep manajemen yang memberikan tanggung jawab lebih kepada proses dan pegawai yang melaksanakan pekerjaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Otoritas dan pengambilan keputusan didelegasikan kepada siapa pun terdekat dengan objek pekerjaan atau kepada siapa pun yang ditunjuk dan akuntabel menyelesaikan pekerjaan. Memiliki karakteristik self-organize, tim-tim kecil berupa ‘circles’ memiliki kewenangan membuat keputusan secara cepat berdasarkan konsensus. Tim leader (lead link) memberikan dukungan terhadap kebutuhan anggota tim melalui proses rekrutmen atau perpindahan antar anggota tim circle.
Pegawai bekerja dengan apa yang disebut sebagai peran (roles). Alih-alih terikat pada job deskripsi yang kaku dan outdated, roles begitu fleksibel. Roles dapat diterima oleh satu pegawai, tetapi juga dapat diwakili oleh banyak pegawai. Double roles bisa pula diterima oleh seorang pegawai, ini berarti seorang pegawai dapat melakukan banyak tugas dalam berbagai domain.
Struktur dan proses bisnis yang diterapkan merupakan kunci sukses holakrasi walau banyak yang beranggapan bahwa holakrasi tidak ada struktur, tetapi justru sebaliknya holakrasi adalah cara baru dalam membangun struktur organisasi menjadi lebih agile cepat beradaptasi dengan perubahan, memberikan kebebasan kepada individu namun tetap selaras dengan tujuan organisasi. Tim memutuskan sendiri apa sebenarnya yang diperlukan demi menyelesaikan pekerjaan dan siapa orang terbaik yang layak bertugas.
ADVERTISEMENT
Implementasi di pemerintahan
WaTech, salah satu instansi di negara bagian Washington mengadopsi holakrasi sejak Februari 2015. Dari pada bertumpu pada satu pimpinan, otoritas dibagi kepada cabang/unit pemerintahan. WaTech, organisasi dengan jumlah pegawai 550 orang ini melakukan asesmen sebagai evaluasi setelah 16 bulan mereka mempraktikkan holakrasi.
Dua indikator yang diukur yaitu tingkat kecepatan menyelesaikan masalah/peluang dan tingkat kebahagiaan pegawai berdasarkan kemampuan mengatasi hambatan dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan membuahkan hasil kedua indikator menunjukkan peningkatan terus menerus dibandingkan saat awal penerapan. Saat ini WaTech tetap melanjutkan holakrasi sembari terus menilai sejauh mana tingkat kelayakan dan keberlanjutan model self-management organization tersebut dalam organisasi mereka. (www.watech.wa.gov )
Kendati holakrasi sedang menjadi tren organisasi saat ini, tetapi keraguan dan tantangan dalam penerapan masih mengemuka. Pemimpin yang akan menerapkan holakrasi harus mendistribusikan kekuatan otorisasi dan pengambilan keputusan kepada orang lain. Pertanyaannya, bersediakah mereka menyerahkan dan mempercayakan kekuatan tersebut? Begitu terdistribusikan maka kepemimpinan menjadi tanggung jawab bersama sehingga setiap orang harus memahami dan mempraktikkannya yang berujung pada tantangan berikut yaitu klaim masih lemahnya leadership.
ADVERTISEMENT
Masih diragukan holakrasi akan menjadi standar baru dalam berorganisasi, tetapi kelebihan holakrasi sebaiknya tetap menjadi pertimbangan dalam berinovasi mengembangkan organisasi mengikuti perkembangan zaman. Apa pun konsep self-management organization yang dipilih, tidak ada satu pun konsep one size fits all. Organisasi harus mempertimbangkan dan menakar seberapa banyak tingkat hierarki dan proses self-management organization yang cocok diterapkan di lingkungannya sehingga tercipta koherensi dengan faktor ‘perekat’ lain (budaya, tujuan atau kode etik) dalam mencapai outcome yang diharapkan.
Suatu perubahan tentu memerlukan waktu dan proses transisi melalui tahapan yang terintegrasi. Holakrasi sebagai ikhtiar dalam kerangka penyederhanaan birokrasi perlu didorong. Dengan demikian, tujuan menciptakan birokrasi yang efektif tetapi juga menyediakan lingkungan kerja yang memberikan ruang bagi pegawai meraih potensi diri terbaik dapat dicapai.
ADVERTISEMENT