Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apakah Revolusi Mental Hanya Angan-Angan?
5 Maret 2024 12:53 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Syafruddin SH MH DFM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 2014, Presiden Joko Widodo menyerukan perlunya revolusi mental karena reformasi yang terjadi hanya bersifat kelembagaan dan belum menyentuk budaya politik, paradigma, mindset hingga dibentuk Gerakan Nasonal Revolusi Mental pada 2017 lewat Intruksi Presiden.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, hal tersebut tercederai dengan pernyataan Presiden yang menyatakan dalam undang-undang boleh berpihak pada saat pemilu. Memang dalam Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.
Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu yang berbunyi sebagai berikut:
Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan:
ADVERTISEMENT
Kedua, selama melaksanakan kampanye, presiden dilarang menggunakan fasilitas negara berupa:
Ketiga, presiden yang berkampanye harus menjalankan cuti. Jadwal cuti kampanye yang dilakukan oleh presiden disampaikan Menteri Sekretaris Negara kepada KPU maksimal 7 hari kerja sebelum presiden melaksanakan kampanye
Apakah Presiden Boleh Memihak dalam Pemilu?
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penjelasan di atas, secara normatif, presiden boleh memihak dalam pemilu. Keberpihakan tersebut dalam ketentuan undang-undang yang memberikan hak kepada presiden untuk melaksanakan kampanye. Kampanye sendiri merupakan kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu
Artinya, ketika memutuskan untuk ikut serta berkampanye, maka presiden telah memihak salah satu peserta pemilu karena berperan dalam menawarkan dan meyakinkan pemilih untuk memilih salah satu paslon.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa hak presiden untuk berkampanye dalam pemilu harus dilaksanakan dengan menjalani cuti di luar tanggungan negara dan tidak menggunakan fasilitas negara. Meskipun presiden memiliki hak untuk berkampanye, namun, perlu diingat bahwa presiden juga merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan dan kepala negara sesuai dengan mandat konstitusi.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, karena presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dan kepala negara, maka sepatutnya presiden bersikap netral dan independen ketika di luar cuti kampanye. Hal ini dalam rangka menjalankan sumpah presiden untuk memenuhi kewajiban presiden dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memang teguh undang-undang dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.
Selain itu, apabila keberpihakan presiden dimanifestasikan dalam bentuk kebijakan, tindakan, ataupun keputusan tertentu dengan menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan salah satu peserta pemilu, maka tindakan tersebut berpotensi menjadi penyalahgunaan wewenang. Misalnya menyalahgunakan sumber daya negara untuk kepentingan kelompok tertentu atau paslon tertentu.