Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apakah Hak Pilih ASN Bisa Dihapus?
14 Agustus 2024 13:35 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Saiful Bahri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada syistem pesta demokrasi atau PEMILU dalam negara indonesia sudah diatur segala penggelarannya dalam UU, yang mana dalam setiap penggelaran PEMILU selalu ada revisi mengenai aturan-aturannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam negara, ketika pra pelaksanaan PEMILU semua perangkat yang mempunyai wewenang berkecipung dalam mempersiapkan segala bentuk hal yang dianggap perlu dalam mensukseskan penggelaran PEMILU.
ADVERTISEMENT
Dinegara kita indonesia penggelaran PEMILU merupakan momentum dalam mematapkan atau mendewasakan demokrasi, sebab PEMILU bukan hanya tentang perhelatan dalam mendapat kursi jabatan melainkan juga menjadi wadah dalam melatih kita untuk semakin menjaga keutuhan demokrasi, pun juga sebagai wadah dalam menghargai perjuangan para pahlawan yang telah bersusah payah bahkan berlumurkan darah demi menperoleh kemerdekaan negara indonesia.
Akan tetapi yang menjadi problem besar pada masa sekarang, adanya praktik-praktik politik yang sangat tidak mencerminkan sebagai negara demokrasi, sebab secara pandang hukum ada banyak pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu oknum dalam memuluskan calon tertentu, hal ini yang kemudian perlu dikaji ulang mengenai faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi prilaku busuk tersebut.
Dalam konteks negara demokrasi setiap warga negara punya hak dalam menyampaikan aspirasinya, sehingga perlu kita sampaikan bersama-sama tentang apa yang selalu menghantui benak kita, guna menjadi daya dukung terhadap kesadaran para pejabat negara, dan berharap pejabat negara bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, sebab dengan adanya profesionalitas pejabat negara dalam mengemban amanahnya membawa pada terjaminnya kesejahteraan rakyat indonesia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya kita kembali fokuskan tulisan ini pada pembahasan tentang isu-isu hangat yang sifatnya sangat krusial saat ini, yakni tentang penghapusan hak pilih aparatur sipil negara(ASN), adanya isu tersebut menuai pro dan kontra pada setiap lapisan dalam negara, mulai dari pejabat negaranya sendiri bahkan pada rakyat indonesia.
Berbicara tentang penghapusan hak pilih aparatur sipil negara kita selaku kaum intelektual perlu mengacu pada dasar hukumnya, sesuai yang tertuang dalam Undang-undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, dan dalam hal ini berfokus pada keterlibatan netralitas aparatur sipil negara(ASN) dalam PEMILU, dalam Undang-undang tersebut tertuang pada Pasal 2 Huruf f yang menyebutkan bahwa”Penyelenggaraan kebijaksanaan dan manajemen aparatur sipil negara(ASN) berdasarkan pada asas netralitas”. Asas netralitas yang dimaksud adalah bahwa setiap pegawai aparatur sipil negara(ASN) tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Netralitas aparatur sipil negara(ASN) berkaitan dengan hak politik. Hak dalam tataran teori merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang secara legal untuk meraih kekuasaan, kedudukan dan/atau kekayaan yang bermanfaat bagi seorang warga negara. Salah satu bentuk dari hak politik telah diatur dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 Tentang hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu sebagaimana telah dijelaskan dalam pasal 28D ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia 1945.
ADVERTISEMENT
Pada bagian kalimat hak di pilih perlu kita ketahui bersama, bahwa aparatur sipil negara(ASN) bukan secara otomatis bisa dipilih menjadi pejabat negara, melainkan harus sesuai dengan aturan yang berlaku pada Undang-undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yang terdapat pada bagian kelima yang berfokus pada pejabat pimpinan tinggi yang mencalonkan sebagai gubernur dan wakil gubenrnur, bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota, dalam Pasal 119 berbunyi bahwa “ Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.
Selain terdapat dalam pasal diatas ketentuan hak dipilih juga terdapat dalam Pasal 123 ayat(3), yang menyatakan bahwa pegawai aparatur sipil negara (ASN) yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden, ketua, wakil ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat(DPR), ketua, wakil ketua dan anggota Dewan Perwakilan Daerah(DPD), gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil walikota dan wakil bupati/wakil wali kota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.
ADVERTISEMENT
Jadi sudah jelas dengan adanya aturan tersebut, pegawai aparatur sipil negara(ASN) tidak dengan secara gampang mencalonkan diri sebagai peserta dalam kontestasi politik, melainkan harus memalui Lagkah-langkah prosedural yang sesuai dengan aturannya, guna menjadi keutuhan dan keserasian dengan hukum yang berlaku.
Dalam penggelaran pesta demokrasi aparatur sipil negara memang mempunyai hak-hak tersendiri dalam melibatkan dirinya sebagai pemilih, hal ini juga ditetagaskan dengan adanya pengakuan oleh Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, yang secara sudut pandang interasional terdapat di dalam deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia( yang selanjutnya disebut DUHAM). Hal ini kemudian terdapat di dalam pasal 21 ayat (1), (2), dan (3). Tentang konsep hak politik untuk memilih dan dipilih dalam PEMILU menurut DUHAM merupakan bentuk dari Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menduduki jabatan public yang menunjukkan telah tercapainya suatu kebebasan bagi ratyat di suatu negara untuk mengimplementasikan hak politik dan sipil yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
Menurut sedikit pengetahuan saya dan hal ini merupakan pendapat saya, bahwa aparatur sipil negara(ASN) tetap mempunyai hak memilih dan tidak terhapuskan selama aturannya belum dirubah, pendapat ini saya selaraskan dengan pendapat salah satu tokoh hukum, bahwa kalau kita memang bicara tentang Undang-undang di negara indonesia tentunya sudah sangat elok, akan tetapi yang perlu ditegaskan terletak pada penetapan sangsi bagi pelanggar aturan, sebab secara sudut pandang fakta banyak sangsi yang belum diterapkan, sehingga perlu adanya ketegasan mengenai hal tersebut, dan apabila sangsi sudah dijalankan maka perlu dirumuskan Kembali tentang sangsi apa yang kemudian akan diberlakukan, supaya menciptakan suatu efek jera kepada pelanggar aturan-aturan dalam negara.