Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masyarakat Desa Sebagai Faktor Bobroknya Demokrasi, benarkah itu?
9 Oktober 2024 11:12 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Saiful Bahri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sedari dulu sudah kita ketahui bersama, bahwa setiap masyarakat yang berada dalam lingkup negara indonesia baik yang hidup dikota maupun di desa dalam konteks bernegara harus mengedepankan atau membangun kehidupan yang berdemokrasi, demi terciptanya kenyamanan dan kesejahteraan dalam budaya sosial masyarakat, bermacam-macam pola demokrasi sudah diterapkan dalam negara indonesia dan bahkan negara kita telah membuktikan pengtingnya membangun kehidupan berdemokrasi, setiap ada masalah-masalah di musyawarahkan bersama serta keputusan-keputusan penting ditetapkan melalui kesepakatan bersama pula.
ADVERTISEMENT
Suatu bentuk pentingnya kehidupan yang demokrasi dalam berbangsa dan bernegara dapat kita lihat dalam narasi berikut:
1. Dengan budaya kehidupan demokrasi dapat terjadi suatu control sosial dari masyarakat terhadap pencitraan pemerintah untuk membuktikan kebebesan kepada masyarakat dalam perihal mengemukakan pendapat dan menjamin terciptanya pemerintahan yang bersih, sebab dengan pola yang sedemikian ada unsur proporsional antara kinerja pemerintah dengan kesadaran masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya secara terprosedur.
2. Budaya pola kehidupan berdemokrasi dapat menghindari tindakan yang sewenang-wenang terhadap warga negara, sebab negara demokrasi mengakui supremasi hukum, sehingga segala problem yang ada berusaha diselesaikan dengan skema hukum yang sebenar-benarnya.
3. Berkembangnya pembentukan setiap kebudayaan dengan baik, berhubung dalam pola hidup demokrasi menghormati kebebasan berekspresi.
ADVERTISEMENT
Sekarang kita akan fokuskan tulisan ini terhadap isu sosial yang diangkat, bahwa ada salah satu sikap orang kota yang meng klaim masyarakat desa sebagai masyarakat yang mudah menjadi faktor terhadap bobroknya demokrasi, pertanyaan yang mungkin sering muncul dalam benak kita adalah”benarkah pernyataan yang dinyatakan oleh masyarakat kota tersebut?” untuk lebih jelasnya mari kita diskusikan bersama tentang persoalan tersebut, bagi saya pribadi akan menuangkan atau menanggapi pernyataan tersebut dalam tulisan ini, dan saya berusaha untuk menyampaikan yang sesungguhnya dan sesuai dengann fakta yang ada di desa.
Sejak dahulu masyarakat desa memang di klaim sebagai masyarakat yang memiliki nilai ketertinggalan dalam segala wacana, baik berupa isu sosial, agama, politik dan lain semacamnya oleh sebagian masyarakat kota, akan tetapi dibalik anggapan tersebut tidak semua masyarakat desa awam terhadap sebuah peradaban, dalam kehidupan desa juga banyak orang-orang yang berpendidikan tinggi namun tidak memilih kembali mukim di desa sebab terkadang adanya faktor yang kurang mendukung dengan profesinya, dalam artian lebih memilih hidup diluar karena sudah memiliki pekerjaan, akhir-akhir ini banyak perspektif orang-orang kota yang terkesan memojokkan masyarakat desa, bahkan alih-alih dibilang kampungan yang tidak tau apa-apa, utamanya dalam soal politik.
ADVERTISEMENT
Secara pandang fundamental dalam praktik politik banyak stigma yang dibangun oleh orang-orang kota bahwa memang yang terlahir di desa cenderung melakukan tindakan buruk yang berdampak pada fluktuasi politik dan degradasi demokrasi, namun dalam kacamata fakta membuktikan bahwa tidak semua masyarakat desa itu melakukan tindakan buruk dengan apa yang ada dalam anggapan orang-orang kota, hal ini yang kemudian menjadi tugas penting bagi para kaum intelektual yang berasal dari desa untuk selalu menyuarakan kepada khalayak terkait keanggunan masyarakat desa, selain daripada itu kaum intelektual desa harus mampu membudayakan keadilan sebagai hal yang paling diunggulkan dan memikirkan suatu kebijakan hukum yang rasional, sikap ini sangat relevan dengan adanya teori dari filsuf yang sangat populer di inggris yaitu bapak Jeremy bentham, dalam teorinya menekakan persoalan keadilan yang berupa teori utilitarianisme yang mengarah pada persoalan suatu tindakan atau hukuman diharapkan melahirkan kebermamfaatan, kala itu teori beliau ini sangat diakui dan menjadi daya dukung terhadap adanya kebijakan hukum di amerika, meski beliau sudah menutup usia pada tanggal 06 juni 1832, namun tidak dengan pemikiran-pemikiran beliau yang kemudian punah, banyak kalangan hukum dan politisi yang kemudian menganuti pemikiran beliau, hingga dewasa ini tidak sedikit yang menyerang pemikiran beliau.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya antara masyarakat kota dan masyarakat desa dalam konteks penjagaan demokrasi sama, ada juga yang hidup di kota cenderung melakukan tindakan yang mengarah pada bobroknya demokrasi dan ada kelompok yang berusaha menjaga integritas negara demokrasi, pun juga yang hidup di desa, ada sekelompok tertentu yang memang melakukan penyelewengan demi merusak sistem demokrasi dan ada juga yang bertingkah elok demi keutuhan demokrasi.
Yang dirasa perlu demi meningkatkan keutuhan demokrasi adalah terletak pada kebijakan atau kewenangan oleh para pemangku jabatan, karena masyarakat yang dibawah pasti mengikuti terhadap pernyataan pemerintah yang sifatnya tidak mengekang, kinerja pemerintah perlu betul-betul di tingkatkan, perlu membangun komitmen demi adanya pencapaian kesejahteraan bagi setiap masyarakatnya.
Mengapa demikian? Sebab menyoroti fakta dilapangan, tidak sedikit kasus abuse of power yang kita temui, baik itu ditingkat pusat sampai tingkat daerah bahkan tigkat desa, dan rasanya sangat elok untuk kemudian juga meningkatkan suatu nilai etika dalam menyelenggarakan kewajibannya, langkah tersebut lebih efektif bilamana di dukung dengan adanya teori yang di kemukakan oleh filsuf yang berkebangsaan jerman beliau adalah “Immanuel kant”, dalam teorinya yang berupa teori deontologi menyatakan bahwa suatu tindakan akan disebut masuk dalam taraf moralitas apabila dilakukan dengan unsur kewajiban, tidak ada embel-embel lainnya.
ADVERTISEMENT
Demikianlah pemaparan yang dapat saya tuangkan dalam tulisan ini, semoga dapat diterima dengan baik oleh pembaca, dan juga perlu saya tekankan dalam tulisan ini tidak ada unsur memojokkan salah satu pihak, ini hanya merupakan sebuah opini yang tidak bersifat kebenaran, karena pada sejatinya tidak ada kebenaran yang tunggal atau secara mutlak dari setiap pendapat seseorang, sehingga dalam tulisan ini berhak untuk ditanggapi atau dikritisi dan berharap ada saran yang tersampaikan.