Konten dari Pengguna

Kenali Impulsive Buying, si Pembuat Kantong Kering

Syamil Avicenna
Mahasiswa Psikologi UIN Jakarta
18 Desember 2022 16:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syamil Avicenna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pexels.com
ADVERTISEMENT
Event tahunan hari belanja online nasional atau Harbolnas baru saja terjadi beberapa hari yang lal, tepatnya tanggal 12 Desember. Tiap Harbolnas terjadi, pernah gak sih kalian merasa bersalah atau menyesal tiap habis check out barang karena barang yang kita beli sebenarnya gak terlalu kita butuhkan? Kalo ya, perilaku tersebut bisa saja diartikan sebagai perilaku impulsive buying/shopping.
ADVERTISEMENT

Lalu, apa sih impulsive shopping itu dan apa pemicunya

sumber: freepik.com
Impulsive buying, impulsive shopping atau berbelanja secara impulsif, dalam kamus Cambridge, memiliki arti perilaku membeli sesuatu yang tidak kita rencanakan sebelumnya. Hal ini akan merujuk pada perilaku pembelian barang secara tiba-tiba karena terpengaruh oleh tawaran yang ada. Seseorang yang ‘impulsif’ dapat dicirikan dengan kurangnya evaluasi tentang seberapa penting barang tersebut untuk dibeli dan memiliki perasaan yang menggebu-gebu atau tergesa-gesa untuk melakukan pembelian barang.
Impulsive buying ini dapat dipicu salah satunya oleh mudahnya akses kita menerima, seperti iklan di berbagai sosmed yang kita miliki. Karena di dalam sosial media, kita sangat mudah untuk menemukan barang yang menarik atau eye catching. Oleh sebab itu, kita dengan mudah untuk terbujuk dan membeli suatu hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Faktor lain yang dapat menyebabkan perilaku ini adalah kepribadian yang materialistik. Kepribadian ini mendorong kita untuk selalu terlihat paling modis. Perilaku materialistik ini ditunjukkan dengan obsesi diri dengan hal-hal material guna meningkatkan popularitas yang dapat dilihat dari penampilannya atau barang yang dimilikinya.

Ciri-ciri orang yang memiliki perilaku impulsive buying

Dalam penelitian Rook tahun 2017, orang yang memiliki kebiasaan impulsive buying ini dikarakteristikan sebagai berikut:
1. Terburu-buru dalam menentukan keputusan
Diartikan sebagai suatu keputusan pembelian sesuatu atas dasar dorongan untuk membeli secara tiba-tiba dan tidak direncanakan. Disini, konsumen memiliki respon yang ‘spontan’ terhadap stimulasi visual yang terdapat di area penjualan. Penjual biasanya menjebak konsumen dengan menerapkan konsep flash sale.
2. Kecemasan dalam diri
ADVERTISEMENT
Hal-hal tersebut mendorong psikologis konsumen untuk bertindak secara seketika dan mengesampingkan banyak hal.Sebagai contoh disini adalah bombardir diskon yang ada setiap bulan baik di e-commerce maupun toko konvensional. Disini kebanyakan konsumen akan berpikiran “kalau gak beli sekarang, harganya bakalan naik kedepannya”. Emosi yang ada dapat digambarkan sebagai emosi menggebu-gebu dan perasaan gelisah jika tidak membeli produk tersebut.
3. Ketidakpedulian terhadap akibat.
Konsumen impulsif membeli sesuatu tanpa memikirkan jangka panjang dari hal yang ia beli. Hal itu menyebabkannya mengabaikan hal-hal negatif yang ia beli. Contoh dari hal ini adalah permintaan yang tinggi dari Hoverboard yang ternyata memiliki dampak yang sangat berbahaya.

Remaja, Wanita, dan impulsive buying

sumber: pixabay.com
Dari penelitian di Amerika serikat yang dilakukan oleh remaja wanita, menunjukkan 6 dari 10 orang mengaku pernah melakukan impulsive buying dengan alasan bahwa perilaku impulsive buying ini dapat meningkatkan mood atau melepaskan emosi negatif para responden. Hal tersebut menjadi alasan paling atas dari perilaku ini dibandingkan kegunaan sesungguhnya dari barang yang mereka beli.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan pula dalam penelitian Tifferet dan Herstein tahun 2012, jika wanita memiliki kecenderungan melakukan perilaku impulsif dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan tempat berbelanja yang memberikan kenyamanan lebih ke kaum wanita dibandingkan laki-laki. Alasan lain yang menyebabkan wanita lebih cenderung melakukan impulsive buying adalah karena wanita berpacuan untuk selalu tampil cantik dan menarik sesuai dengan trend yang ada, hal demikian dirasa penting bagi wanita untuk interaksi sosial mereka.
Dalam penelitian lebih lanjut, ditemukan juga bahwa kelompok remaja yang berusia sekitar 18-21 tahun memiliki persentase kecenderungan lebih tinggi dalam perilaku impulsive buying dibandingkan kelompok usia lain. Hal ini menurut saya merupakan hal yang wajar, dilihat dari aktivitas penggunaan gawai yang intens pada remaja. Remaja cenderung menghabiskan banyak waktu di suatu media sosial. Karena hal tersebut, mereka dengan mudah berhadapan dengan iklan-iklan online yang disajikan oleh para influencer favorit mereka.
ADVERTISEMENT

Tips mengurangi kebiasaan impulsive buying

Kebiasaan impulsive buying ini memang memberikan kepuasan yang tinggi sesaat setelah kita membeli sesuatu. Namun, jika kebiasaan ini terus berlanjut, maka kebiasaan ini akan bersifat negatif dalam berbagai aspek dalam hidup kita. Berikut merupakan beberapa cara untuk menghindari atau mengatasi kebiasaan ini:
1. Membuat list urutan barang yang akan dibeli.
Ketika membuat list ini, kita mengetahui urutan barang-barang apa saja yang ingin kita beli sehingga kita tidak keluar jalur dalam membeli sesuatu. Perlu diingat juga, dalam membuat list ini kita tetap harus memikirkan fungsi atau manfaat dari sesuatu yang akan kita beli.
2. Membatasi aktivitas sosial media dan e-commerce
Media sosial sendiri merupakan area berjualan bagi para penjual untuk memasarkan dagangan mereka. Saat membatasi diri untuk menggunakan layanan e-commerce atau media sosial, kita akan lebih sedikit untuk terpapar iklan-iklan yang ada. Oleh sebab itu, kita akan lebih sulit untuk terpicu membeli sesuatu tanpa kehendak kita.
ADVERTISEMENT
3. Mempertimbangkan sesuatu yang akan kita beli
Mempertimbangkan selama beberapa saat sebelum membuat keputusan dapat membantu kita untuk lebih berpikir jernih. Karena itu, kita berada dalam pikiran yang rasional dalam menentukan keputusan sehingga kita tidak menyesal di akhir.
4. Meminta pertimbangan orang lain
Terkadang meminta tolong untuk mempertimbangkan sesuatu dapat sangat membantu kita dalam menentukan sesuatu. Pandangan orang lain dalam melihat keputusan kita dapat menjadi referensi sudut pandang tentang benar atau tidaknya keputusan yang akan kita buat.
5. Membatasi saldo
Tips yang terakhir ini bisa dibilang yang paling ampuh. Ketika saldo di rekening kita terbatas, kita tidak akan semudah itu untuk membeli sesuatu seenaknya. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat rekening baru yang isinya disesuaikan dengan batasan belanja kita.
ADVERTISEMENT