Konten dari Pengguna

Feature: Menghadapi Tantangan dan Harapan Menjadi Dewasa

Syaqila Nadya Salsabila
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Prodi Penerbitan (Jurnalistik)
11 Juni 2024 11:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaqila Nadya Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Wanita Dalam Siluet Pantai Selama Fotografi Siang Hari (https://www.pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wanita Dalam Siluet Pantai Selama Fotografi Siang Hari (https://www.pexels.com)
ADVERTISEMENT
Menjadi dewasa adalah perjalanan yang penuh dengan pelajaran hidup, kebingungan, dan momen-momen penemuan diri yang mendalam. Jika aku merenungkan masa kecilku, rasanya seperti aku sedang berjalan di sepanjang lorong waktu yang panjang, setiap langkah membawa pengalaman baru yang membentuk siapa aku hari ini. Dalam perjalanan ini, aku menyadari bahwa menjadi dewasa bukanlah tentang mencapai usia tertentu, tetapi tentang bagaimana aku merespon tantangan dan perubahan dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Aku masih ingat saat pertama kali aku melihat dunia. Suara tangisan yang memenuhi ruangan, pelukan hangat bundaku, dan tatapan bangga ayahku yang menyapaku untuk pertama kalinya. Sebagai anak pertama, aku merasakan keistimewaan yang tak ternilai. Semua perhatian tertuju padaku, segala kesalahan kecil dimaafkan, dan setiap prestasi, sekecil apapun, disambut dengan suka cita.
Namun, semakin aku tumbuh, beban sebagai anak pertama mulai terasa. Harapan tinggi orang tua yang menggantung di pundakku, ekspektasi untuk menjadi contoh bagi adik-adikku, serta tanggung jawab yang terus bertambah. Aku harus kuat, aku harus sukses, dan aku harus menjadi panutan. Semua itu menjadi ingatan abadi yang terus diulang dalam benakku.
Masa kecilku dipenuhi dengan momen-momen di mana aku merasa harus menjadi dewasa lebih cepat dari teman-teman lainya. Ketika adik-adikku lahir, peran sebagai kakak mengajarkanku arti tanggung jawab. Aku harus belajar mengalah, memahami, dan melindungi adik-adikku. Terkadang, aku merindukan saat-saat di mana aku bisa bebas tanpa harus memikirkan orang lain. Tapi, aku tahu, menjadi anak pertama adalah sebuah anugerah yang datang dengan tanggung jawab yang besar.
ADVERTISEMENT
Saat sekolah, aku merasa harus selalu berprestasi. Setiap nilai ujian, setiap pembelajaran, setiap kegiatan ekstrakurikuler, semuanya harus menunjukkan bahwa aku adalah yang terbaik. Orang tua selalu membanggakanku, tapi aku tahu, dibalik kebanggaan itu ada harapan yang harus aku penuhi. Ada rasa takut yang selalu menghantui, takut mengecewakan mereka, takut tidak bisa menjadi panutan yang baik bagi adik-adikku.
Namun, dibalik semua tekanan itu, aku menemukan kekuatan yang luar biasa. Aku belajar bagaimana memotivasi diri, bagaimana mengatur waktu, dan bagaimana menghadapi kegagalan dengan kepala tegak. Aku juga belajar bahwa tidak apa-apa untuk meminta bantuan, tidak apa-apa untuk menunjukkan kelemahan. Sebagai anak pertama, aku sering merasa harus menyelesaikan semuanya sendiri. Tapi, pelajaran terbesar yang aku dapatkan adalah bahwa ada kekuatan dalam kerjasama dan dukungan dari keluarga.
ADVERTISEMENT
Memasuki masa remaja, tantangan semakin bertambah. Aku mulai memahami lebih dalam arti dari harapan dan impian. Orang tua sering bercerita tentang masa depan yang cerah, tentang pentingnya pendidikan, dan tentang menjadi seseorang yang berguna bagi masyarakat. Aku ingin memenuhi semua harapan itu, tapi aku juga mulai memiliki impian dan keinginan sendiri. Aku ingin menemukan jati diriku, mencoba hal-hal baru, dan mencari tahu apa yang benar-benar membuatku bahagia.
Perjalanan menuju kedewasaan penuh dengan liku-liku. Ada masa di mana aku merasa tertekan, merasa gagal, dan merasa sendirian. Tapi ada juga masa-masa indah yang mengajarkanku arti kebahagiaan, cinta, dan persahabatan. Aku belajar untuk menerima diriku apa adanya, untuk bangga dengan setiap pencapaian, dan untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri. Sebagai anak pertama, aku belajar bahwa tidak ada yang sempurna, dan itulah yang membuat hidup begitu berharga.
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi, tanggung jawab dan ekspektasi berubah bentuk. Seiring berjalannya waktu, aku merasakan perubahan yang signifikan dalam diriku. Tumbuh menjadi dewasa di tengah-tengah tanggung jawab sebagai anak pertama dan tantangan akademis bukanlah hal yang mudah. Perjalanan ini penuh dengan pelajaran berharga, tantangan, dan momen-momen introspeksi yang mendalam.
Salah satu pelajaran paling berharga yang kudapat selama kuliah adalah manajemen waktu. Sebagai anak pertama, aku merasa harus menjadi contoh bagi adik-adikku. Aku ingin menunjukkan kepada adik-adikku bahwa aku bisa sukses dalam akademis dan tetap menjalani kehidupan sosial yang seimbang. Tantangan terbesar adalah menemukan keseimbangan antara studi, organisasi, dan kehidupan sosial. Setiap hari adalah latihan dalam prioritas dan disiplin. Aku harus belajar untuk mengatakan "tidak" pada beberapa hal agar bisa fokus pada yang lebih penting.
ADVERTISEMENT
Hubungan dengan teman-teman di kampus juga memainkan peran besar dalam pertumbuhan pribadiku. Di sini, aku bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dan budaya yang berbeda. Interaksi ini memperluas pandanganku tentang dunia dan mengajarkanku untuk lebih toleran dan menghargai perbedaan. Teman-teman kuliah juga menjadi keluarga baruku. Kami saling mendukung satu sama lain, berbagi suka dan duka, serta belajar bersama menghadapi tantangan akademis dan hidup sehari-hari.
Selain itu, peran sebagai anak pertama tidak pernah hilang. Aku masih merasa bertanggung jawab untuk memberikan contoh yang baik bagi adik-adikku. Ketika mereka menghadapi masalah atau membutuhkan nasihat, aku selalu berusaha untuk hadir dan membantu mereka, dengan mengobrol bersama atau melalui pesan singkat. Ini mengajarkanku tentang pentingnya peran keluarga dan bagaimana menjadi dewasa bukan hanya tentang mencapai kemandirian, tetapi juga tentang menjaga hubungan dan memberikan dukungan kepada orang-orang yang aku cintai.
ADVERTISEMENT
Proses tumbuh menjadi dewasa juga berarti menghadapi kegagalan dan belajar darinya. Di tahun pertama kuliah, aku pernah mengalami kegagalan dalam ujian penting. Rasa kecewa dan malu menyelimuti diriku, namun dari situ aku belajar tentang pentingnya bangkit dan mencoba lagi. Kegagalan tersebut memberi aku dorongan untuk bekerja lebih keras dan lebih cermat dalam belajar. Aku menyadari bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar dan bahwa setiap kesalahan memberikan pelajaran berharga untuk masa depan.
Selain itu, aku juga belajar untuk lebih mengenal diriku sendiri. Di tengah kesibukan kuliah, aku sering merenung dan bertanya pada diriku sendiri tentang apa yang benar-benar ingin ku capai dalam hidup. Aku mulai menyadari minat dan passionku yang sebenarnya. Proses ini membawaku pada pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan hidupku dan memberiku motivasi untuk terus berkembang dan meraih impian.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, menjadi dewasa adalah proses yang panjang dan penuh dengan pembelajaran. Sebagai anak pertama yang sedang kuliah, aku belajar tentang tanggung jawab, kemandirian, manajemen waktu, dan nilai-nilai keluarga. Setiap tantangan yang kuhadapi dan setiap pelajaran yang aku pelajari membentuk diriku menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih bijaksana. Perjalanan ini belum selesai, dan aku tahu bahwa masih banyak hal yang harus aku pelajari. Namun, dengan setiap langkah kecil yang kuambil, aku semakin mendekati versi terbaik dari diriku sendiri.