Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
GWS Ya Jakarta
27 Maret 2020 9:59 WIB
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
GWS Ya Jakarta …
Jakarta, tiba-tiba tersentak lalu terdiam di pojok duka. Ketika wabah virus corona melanda. Virus yang belum ada obatnya, kini menghantui Jakarta. Kota yang super sibuk pun berubah drastis. Sepi walau tidak seperti kota mati. Sekolah diliburkan. Kantor memilih bekerja dari rumah. Pusat hiburan ditutup. Rupiah pun anjlok. Indeks saham meluncur jeblok. Virus corona membuat “langit mendung” menyelimuti Jakarta. Kota megapolitan itu, kini tertunduk malu; terlihat berbeda. Ada takut, panik, dan gundah di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Hari ini pun Jakarta sakit. Entah, seberapa parah sakitnya? Akibat wabah virus corona. Kota berpenduduk 10,5 juta jiwa itu pun meriang. Kota yang didatangi 1,3 juta manusia per hari dari bodetabek pun demam. Dan batuk-batuk ringan walau sebelumnya tanpa gejala.
Jakarta oh Jakarta, kini tiba-tiba sakit. Agak aneh rasanya bila kota ini sepi.
Karena di kota ini gaya hidup berkobar. Gengsi berseliweran. Kompetisi yang tidak mengenal kata istirahat. Kota Jakarta, arena tempat menabuh status sosial, dan sedikit kesombongan. Maklum, 70% pergerakan uang negara ada di kota ini. Kota yang diagung-agungkan. Karena jadi “rumah” bagi 4 perusahaan unicorn bernilai di atas 1 milyar dolar AS. Kota yang dibanggakan. Prestasinya, juara 10 kota termacet di dunia. Dan juara 2 kota besar dengan polusi udara terburuk di dunia.
ADVERTISEMENT
Saking sakitnya. Hari ini, kota pemilik pasar Tanah Abang yang punya transaksi mencapai Rp 200 miliar per hari pun terpaksa ditutup. Jakarta, sebagian orang menyebutnya kota yang kejam. Karena apapun bisa jadi uang. Bahkan buang air pun bayar. Sekalipun harus bertarung setiap hari, Jakarta tetap jadi kota yang punya daya Tarik tinggi. Pesona dan daya pikatnya meluluhkan mata dan pikiran banyak orang. Tentu, bukan hatinya yang luluh. Siapapun berani bertarung di kota ini. Walau harus berhadapan dengan macet, banjir, berdesakan di transportasi umum, capek di perjalanan. Bahkan ikhlas untuk pergi gelap pulang gelap. Jakarta, bolehlah dibilang kota dewa.
Tapi siapa sangka. Saat virus corona Covid-19 datang. Jakarta pun sakit.
ADVERTISEMENT
Wabah penyakit yang menular begitu cepat. Tanpa bisa tahu siapa yang menularkan dan siapa yang ditularkan. Kota yang kini sedang meriang. Karena 51% kasus positif virus corona ada di kota ini. Bahkan 62% korban meninggal dunia pun ada di kota yang punya lebh dari 130 mal. Kota Jakarta, memang jadi epicentrum segalanya. Kota yang paling fanatik urusan politik. Kotanya orang-orang pintar. Tapi sayang, kota Jakarta kini sedang sakit.
Mungkin, ini bisa jadi momentum kota Jakarta.
Untuk mengurangi tingkat polusi. Untuk sedikit membuat kualitas udara lebih baik. Untuk berpikir sejenak dan introspeksi. Bahwa kota ini tidak melulu kaya. Melainkan kota yang tetap fakir dalam kuasa-Nya. Kota yang juga butuh istirahat dari hiruk pikuk yang dibuat penghuninya.
ADVERTISEMENT
Jakarta hari ini sedang sakit. Jakarta pun jadi sepi.
Tapi Jakarta dan warganya pun kini tengah berjuang untuk sembuh. Walau hanya dengan social distancing, work from home atau #DiRumahAja. Kota yang berjuang keras untuk pemulihan.
Jakarta selalu yakin, tiap sakit pasti ada masanya.
Asal tetap ikhtiar baik, Tanpa mulut dan jari-jari yang mengeluh dan mencaci. Sambil berdoa memohon perlindungan kepada Allah SWT.
Maka saya, berdoa yang terbaik untuk kota Jakarta. Agar segera sembuh, segera dibebaskan dari wabah virus corona. GWS ya Jakarta.
Karena Jakarta pun masih sayang pada dirinya sendiri. Seperti warganya pun sayang pada dirinya sendiri. Hanya cinta yang akan sembuhkan Jakarta. GWS ya Jakarta #LawanVirusCorona #BuayaLiterasi
ADVERTISEMENT