Konten dari Pengguna

Mengenali Tindak Tutur Hakim dan Saksi di Sidang MK Gugatan Pilpres 2019

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Edukator Dana Pensiun - LSP Dana Pensiun - Konsultan - Lulus S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
1 Maret 2020 12:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tindak tutur adalah salah satu aspek strategis di dalam berkomunikasi. Aktivitas untuk menyampaikan pesan. Seseorang dikatakan berbahasa karena dia bertutur atau berujar, artinya tindak tutur adalah motor atau lokomotif yang menggerakkan bahasa. Fungsi Bahasa dapat berjalan karena adanya tindak tutur dari pemakainya. Maka, Bahasa tanpa tindak tutur atau tanpa ujaran hanya menjadi sistem komunikasi di tingkat kognitif semata. Hanya sebagai sistem memori dan tidak bisa menjadi sarana komunikasi sosial yang fungsional dalam berbagai aktivitas kehidupan sosial manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks berbahasa, tindak tutur merupakan tuturan atau ujaran yang lebih fungsional, kongkrit, empiris dan observable. Sifat observable atau mampu diamati dapat disimak dari perspektif alat ucap (speech organs) dan tindakan komunikasinya (communication acts). Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Kalimat “Di sini dingin sekali!” dapat memiliki bermacam arti di berbagai situasi berbeda. Bisa jadi, si penutur hanya menyatakan fakta keadaan udara saat bertutur, meminta orang lain mematikan AC, menutup jendela, atau keluhan.
Salah satu peristiwa tindak tutur yang menarik dicermati adalah tindak tutur hakim dan saksi dalam persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) pada gugatan hasil Pilpres 2019 lalu. Sidang sengketa pemilihan presiden (pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) menarik perhatian masyarakat luas. Selain substansi persidangan, tindak tutur yang disajikan hakim dan saksi layak mendapat perhatian karena kemahiran mereka dalam bertutur dan menyampaikan argumentasi saat siding. Bukan tidak mungkin, kemahiran tindak tutur ini memberi andil terhadap dinamika dan hasil persidangan.
ADVERTISEMENT
Menariknya, tindak tutur hakim dan saksi dalam persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) pada gugatan hasil Pilpres 2019 lalu bukan hanya memiliki fungsi representatif, melainkan juga fungsi kontrol. Karena oleh penuturnya, tindak tutur dapat digunakan untuk menyatakan diri dan atau memperjuangkan kepentingannya.
Namun, keberadaan tindak tutur sering kali kurang diperhatikan. Karena penutur bahasa pada umumnya terlalu berkonsentrasi pada keberadaan bahasa saja. Padahal yang membuat bahasa itu menjadi fungsional justru disebabkan oleh tindak tutur. Tindak tutur membuat orang bertutur dalam suatu peristiwa tutur, seperti bertanya, meminta, berjanji, bertegur sapa, mengatakan mengumpat, memuji, meminta maaf, menyatakan, menolak, atau menyetujui. Seperti yang tindak tutur hakim dan saksi yang terjadi dalam persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) pada gugatan hasil Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
Maka penelitian pun dilakukan Syarifudin Yunus dan Maguna Eliastuti, dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universita Indraprasta PGRI tentang “Analisis Tindak Tutur Hakim dan Saksi Dalam Persidangan MK Pada Gugatan Hasil Pilpres 2019”. Tindak tutur adalah salah satu aspek strategis di dalam berkomunikasi. Semua tuturan adalah bentuk tindakan dan tidak sekedar menyatakan sesuatu tentang dunia. Intinya, tindak tutur adalah aktivitas atau tindakan dalam ujaran yang memiliki makna. Setidaknya ada tiga jenis tindak tutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act). Tindak tutur lokusi berkaitan dengan proposisi kalimat-kalimat atau tuturan, yang dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya. Tindak tutur ilokusi berkaitan tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit sebagai cerminan maksud dan fungsi tuturan berupa 1) asertif (assertives), 2) direktif (directives), 3) komisif (commissives), 4) ekspresif (expressive), dan 5) deklarasi (declaration). Dan tindak tutur perlokusi yang mengacu pada daya pengaruh atau efek tuturan bagi yang mendengarnya, dapat berupa: membuat lawan tutur tahu, membujuk, menipu, mendorong, menjengkelkan, menakuti, menyenangkan, melakukan sesuatu, mengesankan, mengalihkan perhatian, mempermalukan, menarik perhatian, dan sebagainya
ADVERTISEMENT
Penelitian tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 menelaah pernyataan hakim dan saksi dalam persidangan. Segala bentuk tuturan hakim dan saksi dalam persidangan MK harus memiliki kesatuan fungsional dalam komunikasi. Artinya, tindak tutur hakim atau saksi dalam persidangan MK merupakan suatu ujaran yang mengandung tindakan sebagai suatu kesatuan fungsional dalam komunikasi yang mempertimbangkan aspek situasi tutur.
Tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 menunjukkan kecenderungan tindak tutur ilokusi yang diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit mencapai 55%, sedangkan tindak tutur lokusi sebagai tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami mencapai 45%. Sementara tindak tutur perlokusi sebagai bentuk pemaknaan atau sikap seseorang terhadap suatu kalimat yang didengar atau yang di baca lebih cenderung berbentuk a) membuat lawan tutur tahu, b) menarik perhatian, c) membuat lawan tutur melakukan sesuatu, dan d) membuat lawan tutur berpikir. Tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 dapat disimpulkan sebagai berikut:
Penelitian Tindak Tutur Hakim dan Saksi di Persidangan Gugatan Pilpres 2019 di MK
Tindak tutur memiliki peran penting dalam komunikasi politik. Tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 menempatkan bahasa sebagai alat untuk membangun “posisi tawar” politik terhadap suatu hasil proses pemilihan umum. Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Hal ini dapat dicermati melalui tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019.
ADVERTISEMENT
Kalimat tuturan: “Atau begini, nanti saja Pak Adhan sekalian habis skors untuk sholat ashar ya, nanti dilanjutkan. Baik silakan duduk. Jadi kita skors dulu sidang sampai jam 16:00 kita mulai lagi iya begitu pemohon, termohon, pihak terkait dan bawaslu sidang diskors” dapat memiliki bermacam arti di berbagai situasi berbeda. Namun karena berada dalam persidangan, kalimat yang dinyatakan hakim di atas hanya menyatakan fakta keadaan untuk melakukan skors terhadap jalannya proses persidangan.
Oleh karena itu, kemampuan sosiolinguistik, termasuk pemahaman mengenai tindak tutur sangat diperlukan dalam berkomunikasi karena manusia, termasuk hakim dan saksi dalam persidangan MK akan sering dihadapkan dengan kebutuhan untuk memahami dan menggunakan berbagai jenis tindak tutur, dimana masing-masing jenis tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai macam cara berbahasa.
ADVERTISEMENT
Tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 menjadi simbol situasi pragmatik berbahasa yang dapat dilihat dari aspek praanggapan, prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan. Tindak tutur memiliki bentuk yang bervariasi untuk menyatakan suatu tujuan.
Misalnya seperti pernyataan saksi Agus Maksun seperti ini, “Ada, tapi kalau perlu kami tampilkan akan akan kami tampilkan, ada kami akan tampilkan dalam file, Karena itu akan ditampilkan berkaitan dengan situng oleh ahli.”. Tuturan tersebut juga dapat dinyatakan dengan tuturan “Mohon izin saya akan tampilkan data situng dari ahli kami” Contoh tuturan di atas dapat ditafsirkan sebagai permohonan apabila konteksnya sesuai.
Tindak tutur dan peristiwa tutur sangat erat kaitannya seperti yang terjadi dalam persidangan MK. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi. Peristiwa tutur merupakan peristiwa sosial karena menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam satu situasi dan tempat tertentu.
ADVERTISEMENT
Tindak tutur hakim dan saksi dalam persidangan gugatan pemilu pilprs 2019 menjadi bukti adanya argumentasi hokum melalu bahasa. Substansi hukum yang direalisasika melalui tuturan. Maka tindak tutur sebagai realitas bahasa dalam persidangan memiliki fungsi dasar yaitu membangun kesaksian dan kesangsian. Dalam kesaksian, tindak tutur digunakan untuk menghadirkan kembali peristiwa di luar sidang agar diakui sebagai fakta persidangan yang benar. Sedangkan untuk membentuk kesangsian, tindak tutur digunakan untuk mendelegitimasi kesaksian lawan.
Melalui tindak tutur hakim dan saksi dalam persidangan gugatan pemilu pilpres 2019, dapat pula dicermati cara berbahasa dalam membangun kesaksian atau kesangsian. Misalnya melalui teknik relevansi untuk menghubungkan peristiwa dengan peristiwa lain agar tampak memiliki kaitan logis. Atau melalui hiperbola dengan menunjukkan sesuatu tampak lebih besar dari realitas objektifnya. Melalui kontras dengan membandingkan sejumlah unsur agar salah satu unsurnya tampak sangat berbeda. Dapat pula berupa analogi dengan membuat penjelasan yang abstrak tampak lebih konkret dengan menggunakan perumpamaan dari peristiwa keseharian. Atau dengan falsifikasi yang menguji suatu dalil, pernyataan, atau kesaksian agar tampak keliru atau melakukan perbandingan tak setara dengan menunjukkan dua hal terkesan sama atau setara, meskipun secara objektif tidak. Atau melalui dekontekstualisasi dengan menunjukkan bahwa argumentasi pihak lain menyimpang dari konteks persidangan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, tindak tutur selalu berada dalam peristiwa tutur. Kalau peristiwa tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 merupakan gejala sosial, maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Bila dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa 1) tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 lebih didominasi oleh aspek ilokusi yang mencapai 55%, sedangkan tindak tutur yang bersifat lokusi sebesar 45%. Hal ini terjadi karena tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 cenderung disajikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, baik dalam bentuk asertif (assertives), direktif (directives), komisif (commissives), ekspresif (expressive), atau deklarasi (declaration) dan 2) aspek perlokusi tindak tutur hakim dan saksi di dalam persidangan MK pada gugatan hasil pemilu Pilpres Presiden 2019 bertumpu pada 4 (empat) bentuk yaitu: a) membuat lawan tutur tahu, b) menarik perhatian, c) membuat lawan tutur melakukan sesuatu, dan d) membuat lawan tutur berpikir sebagai cerminan daya pengaruh atau efek bagi pendengar dalam situasi persidangan MK.
ADVERTISEMENT