Konten dari Pengguna

Waspada Politik Permainan Lato-Lato Jelang Pemilu Serentak 2024

Tantan
Praktiisi Pendidikan, merupakan Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung, Tinggal di Kota Moci
26 Januari 2023 14:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tantan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Lato-lato(Fixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Lato-lato(Fixabay.com)
ADVERTISEMENT
Lato-lato permainan zaman “baheula” kini kembali menjadi tren di kalangan masyarakat Indonesia. Permainan asal Eropa dan Amerika di era tahun 1960-1970 ini tengah menjadi sorotan dan menimbulkan pro dan kontra penggunaannya di kalangan orang tua,bahkan persekolahan.
ADVERTISEMENT
Sebagai orang tua yang senang bernostalgia dengan permainan baheula ini tentunya mengizinkan anaknya untuk membeli dan memainkan permainan tersebut. Namun bagi mereka yang tidak suka akan melihat sisi negative dari permainan ini.
Terlepas dari pro dan kontra dengan permainan tersebut, bagi saya permainan adalah sebuah permainan,tinggal bagaimana kita menyikapi permainan ini.
Namun demikian, ada yang lebih bahaya dari hanya sekadar terbenturnya lato-lato pada mata pemainnya dan berisiknya suara benturan lato-lato, yaitu “politik permainan lato-lato” yang diadopsi oleh para politisi untuk memenangkan permainannya.
Politik “permainan lato-lato” yang dimainkan oleh pemain profesional dengan sengaja membentur-benturkan “lato-latonya” dengan tujuan syahwat politiknya. Ia akan tertawa terpingkal-pingkal karena libido permainannya dapat tersalurkan, puas dengan melihat kita berseteru dengan kawan atau saudara kita.
ADVERTISEMENT
Kultur masyarakat dan pemimpin kita masih kental dengan kultur masyarakat yang terjajah. Ya, sangat wajar karena bangsa ini terjajah lebih dari 350 tahun. Waktu yang sangat lama, waktu yang bisa menghabiskan lebih dari 6 generasi.
Kultur masyarakat terjajah yang dibangun oleh para penjajah tentunya tidak menginginkan bangsa ini bersatu, politik belah bambu yang diinisiasi oleh penjajah Belanda berhasil membentur-benturkan anak bangsa, satu pihak diangkat dan satu pihak diinjak.
Yang merasa diangkat, ia merasa terhormat dan mendapatkan segala fasilitas yang diberikan oleh kaum penjajah, baik harta, kedudukan dan fasilitas lainnya ia dapatkan. Tujuan para penjajah tidak lain adalah supaya kekuasaan penjajahannya tetap langgeng, dan jangan sampai anak bangsa Bersatu melawan mereka.
ADVERTISEMENT
Kasihan memang bagi mereka yang diinjak, ia berbeda haluan dengan yang diangkat, dan perbedaan itu terus diperbesar oleh para pemain “politik lato-lato”. Ia terus diinjak, tak satupun kesempatan untuk bisa bangkit, kecuali berubah komitmen untuk menjadi penjilat para penjajah.
Permainan lato-lato ini ternyata tidak hanya dimainkan oleh kaum professional, ternyata juga dimainkan oleh para pemain pemula. Tidak hanya tingkat internasional dan nasional, juga permainan ini dimainkan oleh para pemain local, bahkan anak balita pun sudah mulai banyak yang merengek sama orang tuanya untuk bermain lato-lato..
Permainan lato-lato ini sedang tren hampir di seluruh penjuru negeri ini. Oleh karena itu, perlulah kita hati-hati jangan sampai kita ikut memainkan dan/atau dipermainkan orang. Bermainlah dengan permainan orang merdeka. Jadilah semuanya ikut untuk berbahagia dengan permainan kita, buka malah menjadi objek penderita yang secara tidak sadar terjadi pada sebagian di antara kita.
ADVERTISEMENT
Pemilu serentak baik pilpres, pileg maupun pilkada 2024 tidak akan lama lagi. Rakyat Indonesia baik yang ada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri harus sudah mempersiapkan diri untuk menyambut pesta demokrasi tersebut.
Rakyat negeri ini harus cerdas dalam menyikapi pesta demokrasi tersebut. Ya, namanya pesta, seharusnya rakyat ini bersuka ria menyambut pemimpin baru, pemimpin terbaik bangsa ini.
Jika tidak cerdas, pesta ini akan berubah menjadi sebuah malapetaka besar, negeri ini akan menangis. Ya, pastinya menangisi kebodohan rakyatnya yang mudah tertipu, terprovokasi, dan terjebak oleh "politik permainan lato-lato” yang secara tidak sadar dipermainkan oleh para pemain politik profesional.
Seiring dengan persiapan pemilu tahun 2024, sebagaimana kultur pemilu tahun-tahun sebelumnya baik pilkada, pilpres maupun pileg, masyarakat pun harus bersiap diri mencerdaskan diri dan lingkungan di sekitarnya agar terhindar dari “permainan politik lato-lato”.
ADVERTISEMENT
Masifnya politik “permainan lato-lato” dalam pesta demokrasi mulai dari tingkat RT sampai tingkat Negara perlu perhatian serius. Apalagi para pemain lokalnya sudah mulai belajar bagaimana mempermainkan permainan itu, dengan tujuan utamanya adalah golongannya/partainya/calonnya akan menjadi penguasa setelah tahun 2024.
Segala cara akan dilakukan, yang penting tahun nanti akan berkuasa. Yang hari ini berkuasa, para “pemain lato-lato” mulai dari tingkat daerah sampai tingkat pusat sedang mengatur strategi pemenangan supaya nanti bisa kerkuasa lagi—yang dalam politik belah bambu ia berharap tetap menjadi yang terangkat bukan yang diinjak—karena risikonya kalau terbalik maka karirnya, usahanya bahkan sangat memungkinkan dunia jeruji besi sudah menanti.
Korban “politik permainan lato-lato” di setiap pemilu masih terjadi, apakah zaman orde lama,orde baru, orde reformasi, dan mungkin orde pasca reformasi seperti sekarang. Kulturnya masih belum berubah, bukanlah permainan lato-lato kalau tidak berisik bersuara, bukanlah permainan lato-lato kalau tidak dibentur-benturkan, bukanlah permainan lato-lato kalau hanya satu kali benturan saja.
ADVERTISEMENT
Rakyat yang bodoh akan berpikiran dia sedang berjuang walaupun saat itu ia sedang dibentur-benturkan dengan tetangganya, temannya, seagamanya, dan atau bahkan dengan orang tuanya. Berjuang untuk sebuah ideologinya, agamanya ataupun mengatasnamakan bangsa dan negaranya.
Banyak korban “permainan politik lato-lato” ini, bahkan banyak nyawa melayang sia-sia karena terlalu bersemangat atau mungkin tidak sadar dibentur-benturkan, dengan alasan membela pilihannya. Seolah bangsa ini akan kiamat kalau pilihannya tidak menang, atau seolah semua akan masuk neraka kalau junjungannya tidak mendapat kursi di Senayan.
Ya, janganlah terlalu ekspresif mengikuti permainan ini, sehingga lupa dengan kawan, lupa dengan saudara, karena pasti permainan akan berakhir. Disaat permainan berakhir jungjungan kita akan berjabat tangan dengan lawannya atau mungkin menjadi mendapatkan kursi kehormatan walaupun ia kalah dalam permainnanya.
ADVERTISEMENT
Para korban “permainan politik lato-lato”, walaupun permainan telah usai tetap ingin berisik, tetap ingin berbenturan, sehingga terus berkobar api kebencian antar sesama anak bangsa.
Begitupun para pemain amatirannya tetap menciptakan permainan itu tetap ada dan tetap memainkannya. Sebab dengan begitu ia akan mendapatkan keuntungan yang besar dari trennya “permainan politik lato-lato” ini.