Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Film Budi Pekerti Mengingatkan Pentingnya Bersikap Bijak di Era Digital
10 Juli 2024 13:25 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Tarissa Noviyanti Az Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Identitas Film Budi Pekerti
ADVERTISEMENT
Sinopsis Film
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Bu Prani bergegas menuju kue putu Mbok Rahayu. Setibanya di sana, ia mengantre dengan sabar untuk membeli kue putu. Namun, tanpa diduga ada seseorang yang menyerobot antrean. Bu Prani mencoba memberikan nasehat, tetapi si penyerobot tidak menerima dengan baik dan malah memaki Bu Prani. Emosi Bu Prani pun terpicu yang menyebabkan terjadinya pertengkaran di antara mereka. Kejadian tersebut terekam oleh pengunjung lain dan rekaman tersebut diunggah ke media sosial, kemudian menjadi viral. Namun, rekaman tersebut dipotong oleh orang yang tidak bertanggung jawab membuat pemahaman penonton beranggarapan Bu Prani sedang memarahi nenek penjual kue putu. Video yang beredar di media sosial sudah sampai ke telinga pihak sekolah dan para siswa. Bu Prani, seorang guru senior yang teladan dab awalnya akan dipromosikan menjadi wakil kepala sekolah. Namun, setelah kejadian tersebut pihak lembaga yang menyeleksi mulai mempertimbangkan kelayakan Bu Prani untuk posisi sebagai wakil kepala sekolah. Pihak sekolah menganggap bahwa Bu Prani melanggar kode etik sekolah. Tentu hal tersebut membuat karir Bu Prani menjadi terancam. Bu Prani tidak ingin Pak Didit mengetahui kasus yang menimpa Bu Prani, kedua anak mereka yaitu Muklas dan Tita membantu untuk keluar dari permasalahan. Usaha mereka sedikit membuahkan hasil karena dari kejadian tersebut mereda.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, masalah yang lalu muncul lagi. Pada saat dahulu Bu Prani pernah memiliki siswa bernama Gora. Gora merupakan siswa nakal yang suka berkelahi. Sebagai guru BK, Bu Prani memberikan hukuman kepada Gora untuk membantu menggali kuburan jika terdapat orang yang meninggal, hal tersebut bertujuan untuk refleksi atas perbuatan Gora. Gora melakukan hukuman tersebut sembari membuat video vlog dengan Bu Prani, video tersebut diunggah di media sosial dan viral. Bu Prani dianggap oleh netizen sebagai guru psikopat. Dari kejadian tersebut, Bu Prani mendapatkan bantuan psikologis dari Bu Tunggul yang merupakan psikolog. Bu Tunggul mempertemukan Bu Prani dengan Gora untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka mendapatkan titik terang. Pihak sekolah memanggil Gora untuk membuat video klarifikasi bahwa ia terobsesi dengan tanah kuburan. Pihak sekolah juga memberikan pilihan kepada Bu Prani yaitu video klarifikasi Gora diunggah ke media sosial atau Bu Prani mengundurkan diri dari sekolah. Bu Prani memilih untuk mengundurkan diri dan kembali ke rumahnya di Kulon Progo.
ADVERTISEMENT
Kelebihan Film
Wregas Bhanuteja mampu mengemas cerita dengan berlatar Yogyakarta. Wregas sangat cermat dalam menuliskan dan mengarahkan para aktornya dalam berdialog. Selanjutnya, ia mampu menentukan mana yang harus menggunakan bahasa Jawa ngoko, krama inggil, umpatan, dan mengkombinasikan bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Hal yang menjadi kelebihan dari film ini adalah mengangkat isu terbaru yang ada di kalangan masyarakat saat ini. Isu tersebut adalah kekejaman media sosial yang menimbulkan berbagai perspektif dari masyarakat dalam menanggapi sebuah unggahan. Dari aspek penyajian, visual yang ditampilkan memiliki cinematography yang baik dengan color grading yang memanjakan mata penonton. Aspek tersebut juga mendukung suasana yang ada di dalam film. Karena film Budi Pekerti menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa untuk berdialog, tidak lupa disajikan subtitle berbahasa Indonesia untuk memudahkan penonton dari berbagai suku di Indonesia untuk menikmati film tersebut.
ADVERTISEMENT
Kekurangan Film
Film ini menyajikan sebuah cerita yang cukup sederhana dan mudah diprediksi. Fokus utama dari konflik dalam film ini adalah bagaimana Bu Prani menghadapi dampak dari cancel culture yang menimpanya. Namun, film ini tidak mengeksplorasi secara mendalam berbagai aspek dari cancel culture, termasuk pengaruh psikologis yang dialami oleh korban, proses klarifikasi, serta cara untuk mengatasi situasi tersebut.
Akhir dari film ini tidak begitu memuaskan. Meskipun Bu Prani akhirnya berhasil membersihkan namanya, namun dia harus merelakan pekerjaannya. Hal ini membuat akhir cerita terasa menggantung dan tidak memberikan jawaban yang jelas mengenai bagaimana mengatasi cancel culture.