Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Eksploitasi Musisi di Era Streaming Musik
19 Mei 2023 17:10 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Johan Taruziduhu Hulu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konsumsi media audio telah berubah seiring perkembangan zaman. Kehadiran musik dengan rilisan fisik diambil alih oleh distribusi musik secara daring. Tidak mengejutkan karena memang dibandingkan dengan bentuk lain, utilisasi teknologi dengan penyebaran secara daring menjadikan distribusi musik lebih mudah dan global. Telah muncul berbagai perusahaan musik yang mendorong praktik ini untuk meningkatkan keuntungan lebih cepat. Meskipun begitu, dorongan praktik sistem tersebut tanpa arahan dan pembatasan jelas memberikan dampak terhadap musisi dan pekerja seni dalam industri musik.
ADVERTISEMENT
Permasalahan mengenai sistem streaming bercacat mendorong pembicaraan mengenai kekurangan dan ketidakadilan distribusi royalti dan pengaruhnya terhadap musisi dari berbagai macam spektrum. Memang benar bahwa terdapat keuntungan dari sistem streaming, tapi tanpa transparansi, semua itu akan sia-sia.
Kritik terhadap perusahaan streaming banyak bermunculan dari beragam musisi. Inti kritik tersebut adalah eksploitasi terhadap musisi. Melihat kembali tahun-tahun sebelumnya, argumen mengenai sistem ini telah mendapatkan banyak perhatian dari musisi ternama seperti Taylor Swift yang memberikan pendapatnya dalam sebuah esai dipublikasikan pada tahun 2014 di Wall Street Journal. Selain itu, vokalis band Radiohead, Thom Yorke, menarik musiknya dari Spotify dan Rdio pada tahun 2013. Ia mengatakan bahwa “musisi-musisi ditemukan di Spotify tidak akan dibayar sementara hanya pemegang saham malah yang akan memegang profitnya.”
ADVERTISEMENT
Kritik mengenai sistem streaming juga paling berdampak terhadap musisi independen. Joanna Newsom, seorang musisi dari label independen Drag City, melontarkan kritik pedas terhadap Spotify dalam sebuah wawancara dengan Los Angeles Times pada tahun 2015. Newsom mengatakan bahwa ia tidak terlalu percaya akan sistem streaming. Ia juga berpendapat bahwa Spotify, perusahaan streaming paling tenar, adalah “komplotan jahat dari kumpulan label musik besar” dengan komentar pula bahwa bisnis tersebut berdiri “hanya untuk mengelilingi ide dari membayar musisi.”
Mengingat kembali tahun 2020, ada banyak beban muncul. Peraturan karantina menyebabkan berbagai macam musisi terpaksa harus membatasi pergerakannya. Banyak musisi pula kehilangan uang karena terpaksa membatalkan kegiatan besar seperti konser. Industri musik sulit untuk bangkit kembali dari pandemi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan artikel dari BBC pada tahun 2021, sepertiga dari musisi bahkan tidak mendapatkan apa-apa karena keterbatasan yang disebabkan oleh pandemi. Banyak musisi akhirnya membutuhkan dukungan dari para penggemar karena mereka tak bisa bergantung angka streaming saja. Semestinya sistem itu dapat membantu mereka terhadap permasalahan keuangan, tapi realitanya tidak. Mengapa musisi-musisi tak dapat bergantung pada sistem streaming saja karena terlihat sebagai opsi paling baik? Justru sistem itu buruk.
Berdasarkan artikel dikutip dari Forbes, model primer distribusi dari royalti digital yang sering digunakan oleh berbagai macam perusahaan streaming terdapat dua yaitu model “pro-rata” dan model “user-centric”. Dalam model “pro-rata”, proses dimulai dengan royalti dari konsumen yang sudah berlangganan dikumpulkan, dibagi, dan disebarkan kepada banyaknya streaming yang dilakukan tiap bulan. Seorang musisi akan mendapat bayaran berdasarkan jumlah berapa kali sebuah dimainkan. Sedangkan dalam model “user-centric”, sistem pemberian royalti hanya berdasarkan satu musisi spesifik saja yang didengarkan dan tidak diberikan kepada musisi lain.
ADVERTISEMENT
Sistem “pro-rata” memberikan keuntungan paling minim dibandingkan dengan sistem lain dan malah paling banyak digunakan. Sebagai contoh, lagu yang paling sering saya dengarkan tahun lalu adalah Eureka oleh Jim O’Rourke dan lagu tersebut hanya ada di Apple Music. Apple Music mengatakan bahwa mereka memberikan royalti sebesar $0.01 per stream. Tahun lalu, saya mendengarkan lagu tersebut sebanyak 105 kali. Jika dikalikan, maka saya hanya memberikan $1.05 kepada musisi yang saya sukai dari akumulasi hasil streaming selama setahun. Jika dikonversikan, maka saya hanya membayar sekitar Rp 15.500,00.
Sering juga muncul argumen bahwa sistem streaming memberikan eksposur dan membantu mendorong mereka kepada audiens yang lebih luas. Benar jika dikatakan bahwa pemajaan memberikan dorongan terhadap musisi, tapi dari pihak musisi sendiri, aksi tersebut tidak membawa hasil yang nyata. Eksposur luas kepada seorang musisi tidak akan secara langsung membawakan profit secara nyata. Justru royalti secara langsung akan membantu musisi yang membutuhkan bantuan. Lagipula, kesuksesan eksposur tidak memberikan proyeksi yang jelas dan tidak menjamin keuntungan terhadap musisi.
ADVERTISEMENT
Sebagai konsumen atau penggemar musik, perlu adanya kesadaran akan permasalahan ini. Hal paling utama adalah mendengarkan pendapat dan masukan secara langsung dari musisi untuk memberikan dukungan.
Dukungan yang dapat membantu musisi secara langsung adalah melalui pembelian fisik. Berbagai macam musisi telah mendorong penggemar untuk dapat membeli hasil kerja keras musisi seperti album atau produk-produk lain seperti pakaian dan cinderamata. Dukungan dapat ditambahkan dengan mendatangi pertunjukan dari musisi yang disukai.
Selain itu, konser juga menjadi suatu hal penting pagi musisi. Konser menjadi penghasil royalti terbesar bagi musisi dan hasilnya secara langsung diberikan kepada musisi tanpa ada pihak lain. Walaupun memang diberikan secara langsung, profit yang didapatkan kemudian memang akan berujung dalam membiayai hasil eksternal atau dukungan terhadap musisi. Dibandingkan dengan pengeluaran streaming, biaya hasil penjualan album dan konser dapat memberikan keuntungan lebih banyak dan secara langsung terhadap musisi.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dukungan yang juga berdampak secara langsung adalah secara dukungan serikat musisi. Pada tahun 2020, United Musicians and Allied Workers atau UMAW telah membuat petisi terhadap Spotify berisikan tuntutan yang diinginkan terhadap perusahaan tersebut. Beberapa dari tuntutan terdiri atas transparansi, pemberian royalti adil, pemberian kredit terhadap semua kerja keras, serta mengakhiri perlawanan hukum yang ditujukan untuk membuat miskin musisi-musisi.
Secara realisitis, akan sulit mengubah praktik buruk yang telah digunakan bertahun-tahun dan menjadikan sistem itu sendiri lebih baik. Perlu ada peningkatan perhatian terhadap praktik ini serta cara memperbaikinya. Iklim industri musik senang untuk mengeksploitasi seniman, maka dukungan terhadap musisi dibutuhkan. Butuh kesadaran dari mana dan bagaimana musik itu didengarkan dan dampaknya terhadap musisi.
ADVERTISEMENT