Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
7 Agustus 1967 : Hadirnya Kilauan Cahaya dari Manonjaya Tasikmalaya
4 Agustus 2021 13:23 WIB
·
waktu baca 12 menitTulisan dari Tatang Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
7 Agustus 1967 : Kilauan Cahaya dari Manonjaya, Tasikmalaya
Oleh : Tatang Hidayat & Syahidin (Presenter Nilai-Nilai Pemikiran KH Choer Affandi dalam 2nd International Conference on Islamic Studies di IAIN Madura, East Java, Indonesia tahun 2018 )
ADVERTISEMENT
Pesantren Miftahul Huda didirikan pada 7 Agustus 1967 oleh K.H. Choer Affandi atau lebih sering dikenal dengan sebutan Uwa Ajengan (Fauzianti, Suresman, & Asyafah, 2015). 7 Agustus 1967 merupakan simbol peralihan perjuangan dakwah KH. Choer Affandi dari jihad mengangkat senjata menjadi jihad dengan pemikiran (jihad bil fikroh) (Wawancara Aliyun Murtado, 2015). Selain sebagai filosofis titik nol peralihan perjuangan dakwah KH. Choer Affandi dari jihad mengangkat senjata menjadi jihad dengan pemikiran, 7 Agustus 1967 juga bisa diartikan sebagai titik nol dakwah Pesantren Miftahul Huda sekaligus hadirnya kilauan cahaya dari Manonjaya, Tasikmalaya.
Sejak berdirinya tahun 1967, Pesantren Miftahul Huda telah membawa dampak sosial keagamaan bagi masyarakat Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Inilah yang menjadikan Pesantren Miftahul Huda sebagai pusat perkembangan Islam di kawasan Manonjaya saat ini. Hal itu bisa dilihat dari berbagai kegiatan sosio-religius yang telah dilaksanakan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini (Agussandi, 2013).
ADVERTISEMENT
Seiring perkembangannya, saat ini Pesantren Miftahul Huda merupakan Pondok Pesantren Salafiyah terbesar di Jawa Barat. Pesantren Miftahul Huda memiliki tiga peranan penting, yaitu sebagai lembaga pendidikan Islam, pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan masyarakat (Adeng, 2011). Sementara itu, hal yang menarik dan menjadi keunikan dari Pesantren Miftahul Huda sebagai hasil didikan KH. Choer Affandi ada dalam strategi manajemen komunikasi yang diterapkan dalam pengembangan sumber daya manusia, yakni dengan manajemen komando imāmah jamā’ah yang dalam aplikasinya menggunakan doktrin ideologi tauhid sebagai falsafah dan ta’at serta patuh pada imam sebagai doktrin operasional (Prasanti, 2017).
Keturunan K.H. Choer Affandi
Keturunan K.H. Choer Affandi selanjutnya meneruskan perjuangan beliau untuk mengembangkan pesantren, khususnya Pesantren Miftahul Huda. Diantara keturunan-keturunan beliau ada yang menjadi dewan kiai, anwar muda yaitu suatu organisasi yang terdiri dari putra putri dan cucu pendiri Pesantren Miftahul Huda (Hasanudin, 2017). Berdasarkan penuturan orang-orang terdekat KH. Choer Affandi, dapat dipahami bahwa beliau merupakan sosok murabbi, muhajjir dan mujahid. Beliau merupakan sosok ulama legendaris yang mendidik santrinya penuh dengan totalitas, beliau mendidik santri dengan tegas bagaikan militer, itu semua dilakukan demi mencontohkan sikap disiplin. Di sisi lain, beliau pun lembut terhadap keluarga, bahkan beliau tidak segan-segan lebih mementingkan urusan santrinya daripada keluarganya. Beliau merupakan sosok yang mampu memberi ghiroh untuk senantiasa menjaga ruhūl jihad agar tetap melakat pada keluarga dan santrinya (Lukman Dkk, 2016).
ADVERTISEMENT
Landasan Pemikiran KH. Choer Affandi
Beliau mengawali realitas permasalahan masyarakat setelah turun gunung adalah masalah ‘Aqīdah, sehingga memilih tauhid sebagai pokok ajarannya, yang menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai landasan berfikirnya.(Wawancara Aliyun Murtado, 2015). Dasar yang dipakai sumber dalam ilmu Tauhid adalah dalil ‘aqly (petunjuk akal ghorīzi) dan dalil naqly (petunjuk Alquran dan Ḥadīṡ) (Affandi, 2012a : 4).
Prinsip Pendidikan KH. Choer Affandi
Prinsip pendidikan KH. Choer Affandi adalah tauhid, yakni harus benar-benar beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan ‘Aqīdah Sam’iyyaħ. Oleh karena itu, beliau banyak mengarang kitab tentang tauhid, seperti kitab Induk Natsar, Majmu’atul Aqīdah, Talwih Tijan, ‘Aqidah Islāmiyyaħ dan masih banyak yang lainnya. Prinsip pendidikannya tercantum dalam kitab ‘Aqidah Islāmiyyaħ yang disebut mabadi. Setiap yang akan mempelajari suatu ilmu, termasuk ilmu tauhid, terlebih dahulu perlu mengetahui 10 macam mabadi-nya sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
1. Ta’rif / Definisi : Menurut lughot atau asal kata tauhid berasal dari wahada-yūhidan-tauhīdan artinya mengetahui bahwa sesuatu itu adalah satu. Menurut istilah adalah ilmu yang menetapkan aqidah agama Islam yang diambil dari dalil-dalil yang yaqin. Menurut syar’i adalah Allah yang disembah, serta mengi’tiqadkan tunggal-Nya disertai dengan pengakuan dan penerimaan ketunggalan Żat, Sifat dan Af’al-Nya.
2. Mauḍu / Sasaran : Sasaran pembahasan ilmu tauhid adalah Żat Allah, Żat Rasul, Barang Mumkinul Wujud, ‘Aqidah Sam’iyyaħ.
3. Ṡamroh / Hasil dari Ilmu Tauhid : Hasil yang akan didapatkan dari mempelajari ilmu tauhid adalah ma’rifaħ kepada Allah dan Rasul-Nya disertai dengan dalil-dalil yang yaqin. Menentukan kebahagiaan yang abadi di akhirat, bahwa tempat seluruh mukminin (yang bertauhid) adalah surga.
ADVERTISEMENT
4. Faḍlu / Keutamaan : Nilai Ilmu Tauhid adalah termulia diantara seluruh ilmu, karena bertalian dengan Żat Allah dan Rasul-Nya.
5. Nisbat / Hubungan dengan ilmu yang lain : Hubungan ilmu tauhid dengan ilmu yang lainnya adalah merupakan dasar dan akar dari beberapa ilmu ajaran agama Islam, sedangkan ilmu yang lainnya merupakan cabang dari Ilmu Tauhid.
6. Waḍ’i / Yang mempunyai gagasan : Ilmu tahuid pada pokoknya adalah dari para Nabi dan Rasul, berdasarkan dari wahyu Allah SWT, kemudian disusun dan dibukukan pertama kali oleh Abū al-Hasan al-Asy’aryserta pengikutnya, dan oleh Abu Manṣur al-Ma’ṭūridi serta pengikutnya, yang dinamakan golongan al-Najiyah, golongan Ahlussunnah atau golongan Asy-syaīroh.
7. Al-Ismu / Nama Ilmu Tauhid : Ilmu tauhid mempunya beberapa nama diantaranya ilmu tauhid, ilmu kalam, ilmu haqīqoħ, ilmu ‘Aqāid, ilmu uṣūluddin, ilmu ‘aqāidul iman, ilmu ulūhiyaħ, ilmu ma’rifaħ.
ADVERTISEMENT
8. Istimdad / Sumber pengambilan Ilmu Tauhid : Dasar yang dipakai sumber dalam ilmu tauhid adalah dalil ‘aqly (petunjuk akal) dan dalil naqly (petunjuk Alquran dan Ḥadīṡ).
9. Hukum Syar’i / Pandangan hukum syara terhadap Ilmu Tauhid : Hukum syara’ (hukum Islam) mewajibkan dengan wajib ‘ain (individu) kepada seluruh mukallaf (manusia dan jin) untuk mempelajari ilmu tauhid dan bertauhid.
10. Masalah – Masalah yang terkandung dalam Ilmu Tauhid : Masalah yang terkandung di dalam ilmu tauhid adalah qoḍiyyah, logika dan bahasan tentang sesuatu yang pasti ada (wajibat), sesuatu yang mustahid ada (mustāhilat), dan sesuatu yang mumkin ada dan mumkin tidak ada (jaizat) (Affandi, 2012a : 2-4).
Tujuan Pendidikan KH. Choer Affandi
ADVERTISEMENT
Tujuan pendidikan KH. Choer Affandi yakni supaya masyarakatnya bisa mengamalkan Islam secara kaffaħ melalui jalan ma’rifaħ kepada Allah, karena ma’rifaħ kepada Allah akan membawa kepada kesucian, kesucian jiwa akan membawa kepada amal ṣaleh, amal ṣaleh bisa menjadi kifaraħ terhadap dosa, oleh sebab itu usahakan supaya diri ini bisa ma’rifaħ kepada Allah, yang kalau sudah ma’rifaħ kepada Allah pasti akan tentram jiwa, tidak akan putus asa (Affandi, 2012b:22). Dalam implementasinya, tujuan pendidikan yang beliau gagas tercantum dalam Tri Murti Pesantren, yakni ‘Ulamaul ‘Amilīn, Immamal Muttaqin dan Muttaqin.
Konsep Belajar Mengajar
Konsep belajar mengajar yang KH. Choer Affandi ajarkan kepada muridnya adalah tegas layaknya militer, dan setiap apa yang beliau sampaikan harus selalu ada yang menulis. Beliau menginginkan suatu perubahan dalam sistem pembelajaran di pesantren, sehingga beliau pernah berkeliling pesantren-pesantren di Pulau Jawa untuk melakukan studi banding guna mendapatkan terobosan yang tepat dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran (Fattah, 2013:7-9).
ADVERTISEMENT
Beliau mengajarkan dakwah dengan konsep perbuatan, sehingga dalam diri beliau ada jiwa kewibawaan dan suri teladan yang baik. Ada peristiwa menarik yang menunjukkan kewibaan beliau dihadapan para santrinya. Pada saat itu ketika para santri di asrama sedang berisik, kemudian beliau berkeliling dengan menggunakan tongkatnya, seketika para santri yang tadinya berisik itu terdiam ketika mendengar suara langkah dan tongkat beliau. Padahal, beliau tidak bicara apa-apa, tetapi dengan suara langkah dan tongkat beliau yang kedengaran santri sekejap membuat santri yang tadinya berisik bisa terdiam. Hal tersebut menandakan bahwa ada komunikasi edukatif antara kiai dan santri meskipun tidak ada suara yang disampaikan oleh KH. Choer Affandi (Syahidin, 1994).
Sementara itu, konsep belajar mengajar Uwa Ajengan (sebutan lain K.H. Choer Affandi) dalam pendidikannya ada yang dikenal dengan ta’līm, tafwid dan tawasul. Ilmu yang pasti akan didapatkan dalam ta’līm sehari-hari. Adapun ilmu yang abstrak akan didapatkan di luar ta’līm, seperti ta’ẓim kepada ilmu dan guru, serta khidmaħ kepada guru dan pesantren. Khidmaħ kepada guru misalnya santri membantu pekerjaan gurunya, baik tinggal di rumah gurunya, atau membantu pekerjaan gurunya sehari-hari seperti usaha, bertani, mengurus peternakan dan lain sebagainya. Begitupun dengan khidmaħ kepada pesantren, seperti pengabdian kepada pesantren dengan mengajar kepada santri pemula, ikut membangun pesantren dan lain sebagainya (Wawancara Ilham Qodari Rois PP Miftahul Huda Manonjaya, 2015).
ADVERTISEMENT
Adapun tafwid yaitu ijab qabul penyerahan orang tua kepada guru, supaya anaknya dididik dengan ṣoleh dan riḍa dengan aturan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga ketika seorang santri mau menjadi murid Uwa Ajengan, seorang santri tersebut harus riḍa terhadap aturan yang dibuat beliau di Pesantren Miftahul Huda. Misalnya saat penerimaan peserta didik baru, dalam pendidikan modern saat ini tidak ditemukannya ijab qabul antara guru dan murid, dan itu berbanding terbalik dengan apa yang ada di Pesantren Miftahul Huda yang masih mempertahankan tradisi ijab qabul antara orang tua, kiai dan santri sampai saat ini. Jika ada santri baru, biasanya orang tua santri tersebut akan bertemu dengan kiai dan menitipkan anaknya, sehingga ada ijab qabul antara orang tua, kiai dan santri. Implikasinya akan ada keridhoan antara orang tua, kiai dan santri saat menjalani proses pembelajaran di pesantren. Sedangkan tawasul yaitu mencari wasilah supaya dalam mencari ilmu bisa dimudahkan oleh Allah SWT, bisa dalam bentuk do’a, khidmaħ kepada guru dan pesantren, atau dalam bentuk amalan sunnah lainnya.(Wawancara Ilham Qodari Rois PP Miftahul Huda Manonjaya, 2015).
ADVERTISEMENT
K.H. Choer Affandi merupakan sosok penulis handal, sehingga beliau memiliki cukup banyak karya tulis, dan sebagian besarnya ditulis dalam bentuk naẓm. Karya-karyanya yang sempat terinventarisir adalah sebagai berikut:
1) 50 ‘Aqīdah ‘Ajāmin Mu’min Munjin;
2) ‘Aqīdah Islāmiyyah;
3) Asrār Asmā al-Ḥusnā;
4) Kupasan Lengkap al-Asmā al-Ḥusnā;
5) Naẓaman Sunda Syahadatain & Kalimaħ Ṭoyyibaħ;
6) Naẓm Istighāṡah;
7) Naẓm Sunda Hidāyat al-Atqiyā’;
8) Naẓm Sunda Majmū’āt al-‘Aqīdah Juz Awwal;
9) Naẓm Sunda Majmū’āt al-‘Aqīdah Juz al-Ṭāniy;
10) Naẓm Sunda Safīnat al-Najāḥ;
11) Pangajaran Aqā’id al-Īmān;
12) Sunda Qiyāsan;
13) Tarjamah Kitab Bainamā (Sejarah Isra Mi’raj);
14) Tarjamah Sunda Bacaan Ṡalat Fardlu; dan
15) Tawḍiḥ Tijān al- Durāry (Sulasman, 2015).
Kurikulum Pendidikan
ADVERTISEMENT
Kurikulum yang digunakan di pesantren sebagaimana sistem pendidikan salafiyyah pada umumnya tidak mengenal penjenjangan, kurikulum, silabus, dan sistem evaluasi, dimana para santrinya belajar tanpa mengenal batas waktu sehingga terkadang ada santri yang belajar hingga belasan tahun bahkan puluhan tahun. Akan tetapi di Pesantren Salafiyyah Miftahul Huda, K.H Choer Affandi telah mencoba sejak lama mengembangkan sistem salafiyyah menjadi sistem semi formal, ada penjenjangan, silabus, kurikulum pembelajaran, dan sistem evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan sasaran belajarnya. Jenjang pendidikan di Pesantren Miftahul Huda pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu Ibtida, Ṡanawi, Ma’had Ali, semuanya mempunyai tiga tingkatan, hanya saja pada tingkatan dua dan tiga pada jenjang Ma’had Ali kegiatan santrinya lebih dititik beratkan pada praktek mengajar dan mengurus organisasi (Fattah, 2013: 31-32).
ADVERTISEMENT
Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang KH. Choer Affandi ajarkan terdiri dari 12 disiplin ilmu (fan). Beliau belajar 12 disiplin ilmu dan diajarkan kembali dalam materi yang sampaikannya, diantaranya ilmu tauhid, ilmu fiqh, ilmu alat, ilmu tafsir, asmā al-Husna, ilmu suluk/falak, ruhūl jihad, ilmu farāiḍ (ilmu waris) dan ilmu Alquran/tajwid (Fattah, 2013:68).
Adapun yang menjadi ciri khas materi yang selalu ditanamkan dalam setiap pembelajaran dengan beliau dan seluruh cabang Pesantren Miftahul Huda yakni selalu melantunkan nażam kalimat ṭoyyibaħ sebagai berikut :
لَااِلَه اِلَّا الله لَامَوْجُوْدَ اِلَّا الله
لَااِلَه اِلَّا الله لَامَعْبُوْدَ اِلَّا الله
لَااِلَه اِلَّا الله لَا مَطْلُوْبَ اِلَّا الله
لَااِلَه اِلَّا الله لَا مَقْصُوْدَ اِلّا الله
بِسْمِ الله تَوَكَلْنَا عَلَى الله لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ اِلَّا بِاالله
ADVERTISEMENT
أَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْم وَاَتُوْبُ اِلَيْه
Sejarah lahirnya kalimat ṭoyyibaħ tersebut terlahir dari beberapa guru KH. Choer Affandi. Diantaranya :
a. K.H. Raden Didi Abdul Majid, Pesantren Kalangsari, Cijulang, Ciamis. Padahal beliau hanya ahli mingguan riyaḍoh saja, dan beliau dipercaya sebagai asistennya.
b. Syekh Jalal Sayuti, Gerenggeum, Kebumen, Jawa Tengah. Beliau dalam metode pembelajarannya memakai jalan suluk bidayah. Uwa Ajengan langsung dilatih riyaḍoh. Beliau baru mengerti bahwa setelah dilatih oleh gurunya, mendapat ijazah kalimat thoyyibah Lāilāha illallah Lā Maujūda Illallah. Maksudnya disini begini sekarang saya atas kuasa Allah. Uwa Ajengan mengerti setiap waktu yang dilalui akan di hisab dan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.
c. Setelah itu murabbi melakukan latihan riyaḍoh-nya sambil membaca lagi syair sunda dan Uwa Ajengan menghayati makna dan akhirnya terbuka kembali tabirnya, bahwa supaya dagang ingin mendapatkan untuk tetapi tujuannya adalah mengharap riḍa Allah. Uwa Ajengan pun mengerti syiiran tersebut adalah ijazah kalimat ṭoyyibaħ Lāilāha Illallah Lā Maqsūda Illallah. Jadi dari Syekh Jalal Suyuṭi ada dua kalimat ṭoyyibaħ.
ADVERTISEMENT
d. KH. Sekarmaji, beliau mendidik Uwa Ajengan selama kurang lebih 100 hari, dilatih riyaḍoh dan hanya diperbolehkan memakai pakaian serba putih dari mulai baju sampai celana pun harus putih. Disanalah paling dahsyat Uwa Ajengan dibimbing kalimat ṭoyyibaħ. Dan ditambah dua kalimah ṭoyyibaħ Lāilāha Illallah Lā Matlūba Illallah dan Lāilāha Illallah Lā Ma’būda Illallah. Sehingga dari semua murobbi beliau tadi lahirnya empat kalimat ṭoyyibaħ (Fattah, 2013: 70-72).
Evaluasi Pendidikan
Dalam melakukan evaluasi, biasanya KH. Choer Affandi melakukan teknik tes lisan dan tulisan. Tes pembacaan kitab beserta pemahamannya biasanya dijadikan indikator bagi para santri untuk melanjutkan pendidikan berikutnya. Adapun bagi santri yang akan dimukimkan, maka beliau sendiri yang mengevaluasinya, baik dari segi tes pemahaman kitab maupun kesiapan mentalnya dalam mengabdi kepada masyarakat (Hidayat & Syahidin, 2019).
ADVERTISEMENT
Bersambung…
Tulisan lainnya silakan berkunjung dan boleh disebarluaskan.
Nilai-Nilai Pemikiran KH. Choer Affandi dan Relevansinya Dalam Pendidikan Modern (Studi Ulama Legendari Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya)
http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/tadris/article/view/1951/1372
Mengenal Sosok KH. Choer Affandy Ulama Legendaris Miftahul Huda Tasikmalaya
https://www.kompasiana.com/hidayattatang31/58d085773dafbd030a538b50/mengenal-sosok-kh-choer-affandy-ulama-legendaris-pesantren-miftahul-huda-manonjaya
Relevansi Pemikiran KH. Choer Affandi Dalam Dunia Pendidikan
https://kumparan.com/tatang-hidayat1506223258384/relevansi-pemikiran-kh-choer-affandi-tasikmalaya-dalam-dunia-pendidikan
KH. Choer Affandi (Uwa Ajengan) : Jejak Dakwah Ulama Trah Mataram Dari Tasikmalaya
https://www.indonesiana.id/read/141896/kh-choer-affandi-uwa-ajengan-jejak-dakwah-ulama-trah-mataram-dari-tasikmalaya
Resensi Novel Biografi KH. Choer Affandi : Hubungan Nama Choer Affandi dan Kekhalifahan Turki
https://www.indonesiana.id/read/146530/resensi-novel-biografi-kh-choer-affandi-hubungan-nama-choer-affandi-dan-kekhalifahan-turki
Bandung, 7 Agustus 2021
Daftar Pustaka
Adeng. (2011). Sejarah Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya. Jurnal Patanjala, 3(1), 18–32.
Affandi, C. (2012a). ’Aqidah Islamiyyah. Tasikmalaya: Yayasan Pesantren Miftahul Huda.
Affandi, C. (2012b). Mutiara Hikmah Jalan Pikeun Ngahontal Darajat Kawalian. Tasikmalaya: Yayasan Pesantren Miftahul Huda.
ADVERTISEMENT
Agussandi, I. M. (2013). Perkembangan Pondok Pesantren Miftahul Huda dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya (1980-2009). Jurnal Penelitian Pendidikan, 2(2).
Fauzianti, I., Suresman, E., & Asyafah, A. (2015). Model Pembelajaran Tauhid di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya. Tarbawy, 2(2), 115–122.
Hasanudin, S. (2017). Mekanisme Religio-Politik Pesantren: Mobilisasi Jaringan Hamida dalam Politik Elektoral Tasikmalaya. Masyarakat Jurnal Sosiologi, 22(1), 53–80.
Hidayat, T., & Syahidin. (2019). Education Values Based On The Thinking Of KH. Choer Affandi And Their Relevance To The Modern Education (The Study of The Legendary Islamic Scholar of Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Tasikmalaya). Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, 14(1), 27–39.
Lukman Dkk, A. (2016). Biografi : Mengenal Sosok K.H. Choer Affandi Ulama Legendaris Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya. Majalah Suara Ulama.
ADVERTISEMENT
Murtado, A. (2015). Biografi dan Pemikiran KH. Choer Affandi Dalam Dunia Pendidikan. Tasikmalaya.
Prasanti, D. (2017). Strategi Komunikasi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pndok Pesantren Salafi (Studi Kasus tentang Komunikasi Pengembangan SDM Pondok Pesantren Miftahul Huda Tasikmalaya). Jurnal Nomosleca, 3(1), 482–402.
Qodari, I. (2015). Biografi KH. Choer Affandi. Tasikmalaya.
Sulasman. (2015). Peasceful Jihad dan Pendidikan Deradikalisasi Agama. Walisongo, 23(1), 151–176.
Syahidin. (1994). Komunikasi Kyai-Santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya (Tesis). Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.