Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pesantren Bani Yasin Cantayan: Riwayat Salah Satu Pesantren Tertua di Sukabumi
6 Juli 2021 13:06 WIB
·
waktu baca 8 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:49 WIB
Tulisan dari Tatang Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pesantren Bani Yasin Cantayan: Riwayat Salah Satu Pesantren Tertua di Sukabumi
ADVERTISEMENT
Oleh: Tatang Hidayat (Pegiat Student Rihlah Indonesia)
Kamis, 17 Juni 2021 sebuah episode kehidupan kembali diperjalankan Allah Subhanahu Wata’ala dan bertemu ragam manusia, tak lengkap rasanya jika berkunjung ke Sukabumi tidak menyempatkan berkunjung ke salah satu pondok pesantren yang ada di dalamnya, salah satunya Pondok Pesantren Bani Yasin Cantayan yang memiliki nilai sejarah yang sangat berharga namun tak banyak dikenal, khususnya oleh anak-anak muda saat ini.
Rasanya sangat betah dan terasa berharga ketika saya diberikan kesempatan yang mulia bisa menginjakkan kaki pertama kalinya di kawasan Cantayan, Sukabumi. Rasanya ingin berlama-lama di sini, salah satu kawasan yang memiliki nilai sejarah yang besar dalam perjalanan dakwah Islam di Sukabumi, Jawa Barat bahkan nasional. Pesantren yang biasanya diramaikan oleh aktivitas para santri, namun karena wabah pandemi sekarang keadaannya sunyi, saya sangat bersyukur bisa banyak belajar dan mendapat begitu banyak faedah ketika berkunjung ke sini.
ADVERTISEMENT
Sukabumi merupakan salah satu daerah di Jawa barat yang memiliki jaringan ulama, atau dalam istilah Sunda disebut dengan Ajengan, yang berjasa besar dalam pengembangan Islam yang sudah sepantasnya mendapatkan perhatian. (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).
Pesantren Bani Yasin Cantayan telah melahirkan banyak ulama besar yang memiliki kontribusi dalam pengembangan Islam tidak hanya di Sukabumi, tetapi juga di Jawa Barat bahkan nasional. Sebut saja KH. Dadun Abdulqohar (w. 2006) atau lebih dikenal dengan sebutan Ajengan Dadun, beliau adalah salah satu Ulama lokal yang telah berkontribusi dalam pengembangan Islam di atas. Tentu saja di masanya beliau tidak mengembangkan Islam sendirian, tercatat ada KH. Masturo yang juga berdakwah dengan membangun lembaga pendidikan pesantren Al-Masturiyah atau dikenal Pesantren Tipar di daerah Cikaroya dan Cisaat. Ajengan Acun Mansur yang mengembangkan Islam di daerah Tegalleg. Ajengan Ahmad Sanusi, pendiri Pesantren Syamsul Ulum sekaligus pendiri organisasi Al-Ittihadul Islamiyah (AII) di wilayah Gunung Puyuh. (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).
ADVERTISEMENT
Ulama-ulama di atas merupakan Ulama yang giat mengembangkan Islam di Sukabumi pada abad ke-20. Beberapa Ulama paling terkemuka di Sukabumi terlahir dari garis keturunan yang sama, belum ditambah tokoh lain yang pernah belajar kepada Ulama dari garis keturunan di atas yang pasti turut berjasa dalam pengembangan Islam yang membuat jaringan pengembangan Islam di wilayah Sukabumi kuat. Hingga saat ini, garis keturunan keluarga tersebut dikenal dengan sebutan “Keluarga Cicantayan”. (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).
ADVERTISEMENT
Keluarga Cantayan merupakan istilah yang tidak asing di telinga masyarakat Sukabumi, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia dakwah, pesantren, dan pemerintahan. Istilah ini merujuk kepada keluarga besar yang diakui oleh berbagai kalangan, terutama tokoh masyarakat dan ulama Sukabumi sebaga keluarga “alim ulama” yang memiliki pengaruh kuat dalam strata sosial dan keagamaan di wilayah Sukabumi, hal ini dikarenakan banyaknya anggota keluarga Cantayan yang menjadi tokoh terkemuka. Dua di antaranya, KH. Ahmad Sanusi dan KH.Dadun Abdulqohhar bahkan sangat berpengaruh di Sukabumi dan Jawa Barat. (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013)
ADVERTISEMENT
Sejarah berdirinya Pesantren Bani Yasin Cantayan berdasarkan cerita dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, akibat timbulnya pertentangan dengan pemerintah Belanda, Haji Yasin –ayah KH. Abdurrahim dan kakeknya KH. Ahmad Sanusi— yang berasal dari Soekapoera (Tasikmalaya) pindah ke Sukabumi dan mendirikan pesantren sambil menjadi Amil di Desa Cantayan Sukabumi. H. Yasin masih ada hubungan sebagai keturunan Raden Anggadipa, ketika memegang Jabatan sebagai Bupati Sukapura, Raden Anggadipa dikenal sebagai Raden Tumenggung Wiradadaha III yang dikenal sebagai Dalem Sawidak. (Miftahul Falah dalam Buku Riwayat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi, 2009:12).
Di Sukabumi yang tergolong pesantren tua adalah Pesantren Cantayan, Genteng dan Syamsul Ulum Gunung Puyuh. Ketiga pesantren ini memiliki pengaruh yang besar di daerah Sukabumi. Pesantren Cantayan didirikan pada awal abad ke-20 oleh KH Yasin bin Idham bin Nur Sholih. Pada tahun 1912 keberadaan Pesantren Cantayan ketika dipimpin KH. Abdurrahim dapat dikatakan merupakan pesantren yang besar dan cukup berpengaruh. Terlebih setelah Ahmad Sanusi kembali dari Mekkah pada tahun 1915. Ia banyak membantu dan memberikan pengajaran terhadap santri-santrinya.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Pesantren Cantayan yang didirikan oleh KH. Yasin bin Idham bin Nur Sholih kemudian dilanjutkan oleh KH. Abdurrahim disebut-sebut sebagai salah satu pesantren tertua di Sukabumi yang pernah menjadi basis perjuangan melawan penjajah dan telah melahirkan banyak pejuang dan tokoh agama. Banyak pula Ajengan-Ajengan Jawa Barat dan tokoh masyarakat yang telah dilahirkan melalui kiprah dakwah keluarga Cantayan. Sekarang ini generasi terakhir dari angkatan pertama keturunan KH. Abdurrahim sudah tiada dengan meninggalnya Ajengan Dadun pada tahun 2006 silam, namun keluarga besar Cantayan masih sangat dihormati karena kiprahnya dalam bidang da’wah, pendidikan serta pengembangan Islam (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).
ADVERTISEMENT
Beberapa Ulama besar yang dihasilkan oleh pesantren Cantayan adalah KH. Ahmad Sanusi (Pendiri Al-Ittihadijatoel Islamijjah serta pesantren Gunung Puyuh atau lebih dikenal dengan Pesantren Syamsul Ulum), KH. Masthuro (Pendiri Pesantren Al-Masthuriyah "Tipar" Sukabumi), KH. Dadun Abdul Qohhar (Pesantren Ad-Da’wah Sukabumi), KH. Sholeh Iskandar (Pendiri Pesantren Darul Falah Bogor) dan lain sebagainya.
KH. Ahmad Sanusi dilahirkan pada 12 Muharram 1306 H / 18 September 1888 di Desa Cantayan, onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak Afdeeling, Sukabumi dan wafat di Pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi pada Ahad malam 31 Juli tahun 1950 (Sulasman dalam Kyai Haji Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pesantren Hingga Parlemen dalam Jurnal Sejarah Lontar, Vol. 5, No. 2 tahun 2008; Munandi Sholeh dalam KH. Ahmad Sanusi dan Karya-Karyanya: Khazanah Literasi Ilmu-Ilmu Ajaran Islam di Nusantara, Jurnal At-Tadbir, Vol. 29, No. 02 tahun 2019).
ADVERTISEMENT
Beliau dikenal sebagai Ajengan Cantayan, sosok ulama sunda yang dipenuhi aktivitas sosial keagamaan plus mewariskan karya yang sangat berharga dan bisa dibanggakan oleh urang sunda. Salah satu karya KH. Ahmad Sanusi yang banyak dikenal di masyarakat Sunda adalah kitab Raudhah al-‘Irfân fi ma’rifah al-Qur’an yang bisa dikatakan sebagai kitab tafsir Sunda. Sejak kecil beliau belajar ilmu agama dari ayahnya sendiri, K.H Abdurrahim, pemimpin Pesantren Cantayan di Sukabumi. Selanjutnya ia belajar dari pesantren ke pesantren di daerah Jawa Barat (ypibaniyasincantayan.blogspot.com, 12/5/2009).
Pada tahun 1910, Ahmad Sanusi menikahi Siti Juwariyah dan beberapa bulan kemudian berangkat ke Makkah untuk ibadah haji dan setelahnya ia tidak langsung pulang, tetapi bermukim di sana bermaksud untuk menimba ilmu kepada para ulama di Makkah. Sekembalinya ke tanah air pada tahun 1915, beliau membantu ayahnya membina Pesantren Cantayan sambil membina para ulama. Kemudian tahun 1922 K.H. Ahmad Sanusi mendirikan pesantren Genteng Babakan Sirna, Cibadak, Sukabumi. Dalam menyampaikan dakwah, K.H. Ahmad Sanusi mempunyai metode yang keras, radikal, tegas, dan teguh pendirian. Beliau merombak cara belajar santri dengan duduk tengkurap (ngadapang) diganti dengan duduk di bangku dan meja dan diterapkan sistem kurikulum berjenjang (klasik) (Miftahul Falah dalam Buku Riwayat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi, 2009 ; ypibaniyasincantayan.blogspot.com, 12/5/2009).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelusuran literatur, pada tahun 1914 sampai dengan 1942 KH. Ahmad Sanusi menulis kitab tidak kurang dari 126 judul kitab, pada tahun 1946 karya KH. Ahmad Sanusi telah mencapai hampir 200 judul kitab, dan pada tahun 1950 sebelum beliau wafat berdasarkan pengakuan keluarganya hasil karya KH. Ahmad Sanusi mencapai sekitar 480 judul kitab. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan KH. Ahmad Sanusi adalah seorang ulama dan penulis nusantara yang produktif (Munandi Sholeh dalam KH. Ahmad Sanusi dan Karya-Karyanya: Khazanah Literasi Ilmu-Ilmu Ajaran Islam di Nusantara, Jurnal At-Tadbir, Vol. 29, No. 02 tahun 2019).
Sepeninggal KH. Yasin, Pesantren Cantayan dilanjutkan oleh anaknya yaitu KH Abdurrahim. Beliau sendiri meninggal pada tahun 1950 dan digantikan KH. Nahrowi yang telah mendirikan pesantren lain di Cisaat. Sementara Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh, didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi pada tahun 1934. Ia adalah anak ketiga dari KH Abdurrahim (Pendiri Pesantren Cantayan) dari istrinya yang pertama, yaitu Ibu Empo/Epok (Munandi Sholeh dalam KH. Ahmad Sanusi dan Karya-Karyanya : Khazanah Literasi Ilmu-Ilmu Ajaran Islam di Nusantara, Jurnal At-Tadbir, Vol. 29, No. 02 tahun 2019).
ADVERTISEMENT
Sebenarnya sebelum mendirikan Pesantren Gunung Puyuh, pada tahun 1922 KH. Ahmad Sanusi pernah mendirikan sebuah pesantren yang bernama Pesantren Genteng Babakan Sirna sebagai pengembangan dari Pesantren Cantayan yang dibangun ayahnya, di kaki gunung Rumpin, Babakan Sirna, Cibadak Sukabumi.
Dengan demikian, jika dicermati baik Pesantren Genteng ataupun Samsul Ulum Gunung Puyuh memiliki jaringan dan hubungan kekerabatan intelektual dengan pesantren-pesantren tersebut karena memang KH. Ahmad Sanusi sebagai pendiri dari kedua pesantren tersebut jauh sebelumnya pernah belajar di pesantren-pesantren itu (radarsukabumi.com, 19/5/2019).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tidak berlebihan jika Pesantren Bani Yasin Cantayan bisa dikatakan sebagai monumen sejarah awal dakwah Islam di Sukabumi karena hasil didikan dari Pesantren Bani Yasin Cantayan baik yang termasuk ke dalam keluarga besar Cicantayan maupun para santrinya telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pengembangan dakwah Islam di Sukabumi, Jawa Barat bahkan Nasional.
ADVERTISEMENT
Hari ini setiap orang sedang membuat sejarah hidupnya yang kelak akan menjadi kenang-kenangan indah ketika kita telah tiada. Jika hidup adalah sebuah cerita, maka buatlah narasi sebaik-baiknya. Wallohu'alam bi al-Shawab.
Pesantren Bani Yasin Cantayan - Pesantren Genteng Sukabumi - Pesantren Al-Masthuriyah "Tipar" Sukabumi - Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi
Sukabumi, Jawa Barat
Rabu - Jum'at, 16 - 18 Juni 2021