Konten dari Pengguna

Inovasi Digital untuk Pendidikan Inklusif

Tatang Muttaqin
Fellow di Groningen Research Centre for Southeast Asia and ASEAN, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
10 Januari 2024 6:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tatang Muttaqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
The 2023 SEAMEO-Australia Education Links Award. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
The 2023 SEAMEO-Australia Education Links Award. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Dalam sesi pleno Forum Pertemuan Pejabat Tinggi Organisasi Kementerian Pendidikan ASEAN (High Official Meeting SEAMEO) ke-46 yang diselenggarakan di Bangkok, di samping diselenggarakan beragam rapat, workshop, seminar dan pameran, juga ada penyerahan penghargaan.
ADVERTISEMENT
Salah satu penghargaan yang diserahkan adalah SEAMEO-Australia Education Link Award (SEAELA) yang bertujuan memberi ruang dan kesempatan kepada individu atau lembaga pendidikan untuk mengusulkan dan melaksanakan proyek, kegiatan atau inisiatif kebijakan terkait pendidikan yang selaras dengan tema tahunan yang diusung.
Tema yang diusung SAELA pada tahun 2023 selaras dengan tujuan Pembangunan yang berkelanjutan, tak ada satu pun yang tertinggal (no one left behind), pendidikan yang inklusi dan transformasi teknologi digital mengemuka dengan tajuk Fostering Inclusion through Digital Technology.
Menjadi kabar gembira bagi Indonesia, di mana penghargaan SEAELA diterima oleh Nurul Aisyah, mahasiswi Magister Quantic School of Business and Technology yang memenangkan proposal terbaik dengan judul “weTeach: Empowering Education Equality in Rural Areas with Digital Modules and Artificial Intelligence Powered Assessments.” Dalam proposal tersebut, Nurul mengajukan kegiatan memberdayakan kesetaraan pendidikan di daerah terpencil dengan modul digital dan penilaian yang didukung teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).
ADVERTISEMENT
Tujuan Nurul mengajukan proyek tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah pedesaan melalui modul digital dan penilaian berbasis kecerdasan buatan.
Proyek Nurul berangkat dari adanya tantangan pembelajaran di daerah tertinggal, mencakup keterbatasan tenaga pengajar dan juga minimnya akses guru terhadap inovasi pendidikan. Dengan “weTeach,” sebuah platform digital yang menawarkan pembelajaran berbasis video telah muncul solusi untuk menjembatani kesenjangan ini.
Dalam pelaksanaannya, platform ini menuntut siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi karena pembelajaran dilakukan secara mandiri sehingga dapat membuat siswa kurang terlibat dalam pengalaman belajar yang mendalam.Harapannya proyek “weTeach” ini dapat membantu mengatasi kesenjangan pendidikan di daerah pedesaan dan memperkuat inklusi pendidikan.
Dalam cakupannya, proyek ini tidak hanya diharapkan membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia yang terdiri dari puluhan ribu pulau namun juga pendidikan di negara-negara ASEAN yang Sebagian memiliki karakteristik sama dan dunia pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Dalam menjalankan proyeknya, Nurul yang pernah menjadi manager akademik di perusahan Edutech Indonesia disupervisi oleh peneliti posdoctoral di Mohamed Bin Zayed University of Artificial Inteligence, Dr. Fajri Koto. Dalam proyek “weTeach” ini, Nurul Aisyah yang dibimbing Fajri Koto memperkenalkan sebuah kerangka pembelajaran yang berusaha mengintegrasikan dua hal.
Pertama, modul dan bahan ajar digital yang dibuat oleh para profesional di bidang pendidikan. Kedua, kreativitas dan inovasi yang dilakukan guru non-profesional di ruang kelas. Strategi tersebut mempraktikkan pendekatan yang memungkinkan individu tanpa gelar pendidikan tinggi dapat bertindak sebagai fasilitator di lokasi.
Di samping itu, ‘weTeach” juga menyiapkan panduan fasilitator di tempat untuk mendorong pemikiran kritis siswa melalui diskusi yang interaktif. Inisiatif proyek ini diharapkan mampu mengantisipasi kurangnya tenaga pengajar profesional di daerah tertinggal sehingga lulusan sekolah menengah atas dapat bertindak sebagai fasilitator namun kualitas pembelajaran tetap terjaga dengan baik.
ADVERTISEMENT
Ketiga, melakukan integrasi kecerdasan buatan (artificial intelligence,AI) untuk optimasi penilaian tugas siswa yang dilakukan oleh fasilitator di lokasi. Sistem AI dirancang untuk menafsirkan gambar dokumen siswa yang diambil oleh fasilitator, mengubah gambar menjadi teks, dan secara otomatis menilai pekerjaan siswa. Dalam kasus pertanyaan terbuka seperti pertanyaan berupa esai, sistem menilai kesamaan semantik antara tulisan tangan siswa dan jawaban tekstual yang benar.
Kehadiran “weTeach” yang mengintegrasikan ketiga pendekatan di atas diharapkan dapat meringankan guru di daerah yang mengalami keterbatasan akses terhadap inovasi pengajaran. Di samping itu, sekolah-sekolah di daerah terpencil dan perdesaan yang memiliki keterbatasan tenaga pendidik dapat memanfaatkan peran non-guru, seperti lulusan sekolah menengah, mahasiswa yang sedang KKN, TNI-Polri dan para sukarelawan lainnya untuk tetap dapat mengajar dengan kualitas pengajaran yang terstandar.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, kolaborasi antarpihak di lapangan menjadi sangat penting dalam memanfaatkan platform “weTeach” dan pemanfaatan yang semakin meluas akan meningkatkan kualitas dan perbaikan konten inovasi baik guru maupun non-guru secara berkelanjutan