Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dari Baca Buku ke Peningkatan Pendapatan
19 November 2023 12:59 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tanpa perlu definisi formal, rasanya kita semua dapat memahami makna dari sebuah perpustakaan. Perpustakaan diartikan sebagai lembaga yang mengelola karya tulis, karya cetak dan karya rekam dengan standar tertentu bagi masyarakat umum atau tertentu untuk kepentingan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan (teknologi, seni dan budaya), serta rekreasi dan hiburan bagi masyarakat (UU No 43 Tahun 2017).
Dari pengertian tersebut, perpustakaan tersirat hanya sebatas menyediakan informasi. Namun undang-undang tersebut juga mengharapkan peran perpustakaan lebih dari itu, yaitu meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Bahkan harapannya juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pembelajaran sepanjang hayat.
Keberdayaan bangsa bermakna bahwa masyarakat kita dapat mencukupi semua kebutuhan pokok (baik material dan spiritual). Kata lainnya adalah masyarakat kita sejahtera. Namun keberdayaan tersebut bukan hanya kecukupan dan kesejahteraan semata. Lebih dari itu, yaitu masyarakat kita juga harus memiliki ketahanan terhadap ancaman, bencana, dan resesi yang mengganggu kelangsungan kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, keberdayaan masyarakat tersebut harus ditopang oleh kecakapannya dalam memanfaatkan informasi dan ilmu pengetahuan yang dibaca dan dipelajarinya. Bukan hanya terbatas pada masa usia sekolah dan kuliah saja. Tetapi juga diteruskan melalui pembelajaran sepanjang hayat. Perpustakaan berperan penting dalam pembelajaran sepanjang hayat, karena perpustakaan adalah lembaga pendidikan yang sangat demokratis dengan menyediakan akses ke sumber ilmu pengetahuan tanpa batas.
Namun demikian pandangan tradisional yang tidak sesuai dengan evolusi perpustakaan modern masih melekat di beberapa kalangan masyarakat. Bahkan anggota parlemen dan birokrat ada yang berpikiran bahwa konotasi urusan perpustakaan seolah-olah adalah hanya ala kadarnya dan kurang berkontribusi banyak dalam kehidupan ini.
Pandangan ini tentu saja menghambat penetapan kebijakan dan pengembangan layanan perpustakaan. Padahal hal ini sudah menjadi urusan wajib pemerintahan non pelayanan dasar (UU 23 Tahun 2014). Dengan jumlah perpustakaan sebanyak lebih kurang 170-an ribu di Indonesia, seharusnya dapat menjadi agen dalam mewujudkan keberdayaan bangsa seperti disebut di atas.
ADVERTISEMENT
Kita memang masih menemukan stereotip perpustakaan di masyarakat. Bahkan hal ini masih sangat melekat dalam pemikiran mereka, yaitu ruangan yang sunyi dan seram, layanan yang kaku dan konservatif, hanya layani peminjaman buku, hanya untuk keperluan pendidikan bagi siswa dan mahasiswa, tidak cocok untuk anak-anak dan orang lanjut usia, tidak ada layanan untuk para difable, dan tidak relevan lagi di era digital.
Stereotip ini menjadi tantangan bagi lembaga penyelenggara layanan perpustakaan di Indonesia, yaitu lembaga pemerintah baik di pusat dan daerah, lembaga swasta dan komunitas.
Upaya mengubah pandangan masyarakat di atas merupakan sebuah transformasi terhadap perpustakaan. Relevansi perpustakaan terhadap perubahan gaya hidup masyarakat akibat perkembangan teknologi, budaya dalam berbangsa dan bernegara tanpa batas perlu diupayakan.
ADVERTISEMENT
Relevansi perpustakaan juga harus ditunjukkan melalui peranannya dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Walaupun kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi, perbaikan infrastruktur dan lainnya, namun ketimpangan hasil pembangunan masih dapat dirasakan.
Menjadi pertanyaan adalah bagaimana perpustakaan secara strategis dapat berperan dalam mengatasi permasalahan ini. Transformasi perpustakaan adalah jawabannya. Perpustakaan yang dulunya hanya identik dengan koleksi untuk aktivitas membaca dan menulis, bertransformasi menjadi sebuah lembaga yang berinklusi sosial , yaitu berperan nyata dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Perpustakaan Nasional RI yang berperan sebagai pembuat kebijakan pengembangan perpustakaan di Indonesia telah meluncurkan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (program TPBIS).
Program ini diluncurkan pada tahun 2019 dengan mendapat dukungan dari Bappenas. Program ini membawa perpustakaan menjadi tidak sebatas hanya pusat informasi tetapi menjadi pusat sosial budaya dengan memberdayakan dan mendemokratisasi masyarakat dan komunitas lokal,dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (Woro Titi Haryanti / LWSA Conference Series 02, 2019).
ADVERTISEMENT
Program TPBIS ini sangat relevan dengan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, yaitu ketimpangan pembangunan yang ditandai perbedaan pendapatan penduduk miskin dan kaya, angka kemiskinan ekstrem belum mencapai target SDGs, dan hasil pembangunan yang tidak merata antara wilayah desa dan kota, atau Indonesia bagian barat dan timur.
Perpusnas RI bersama perpustakaan binaannya mencoba meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dengan membekali perpustakaan yang terjangkau masyarakat dengan sumber daya ilmu pengetahuan yang berguna bagi mereka untuk meningkatkan keterampilan menghasilkan barang dan jasa. Hasil dari keterampilan ini diharapkan dapat menambah pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan mengandung makna yang multidimensi. Dimulai dari kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang baik bersifat materi dan moril dan jaminan serta ketahanan atas ancaman terhadap kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan dan ketahanan kelangsungan hidup bagi setiap individu bergantung pada pengetahuan dan skill kompetensi yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, perpustakaan dituntut tidak hanya sebatas menyediakan sumber informasi dan pengetahuan, tidak selesai sampai di situ, tetapi bagaimana mendorong individu dapat meningkatkan kompetensi dan skill melalui sumber informasi. Kompetensi dan skill ini diharapkan masyarakat menjadi lebih berdaya saing, sehingga terjadi peningkatan pendapatan.
Program TPBIS di atas sudah memberikan dampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Rekaman testimoni masyarakat yang mengalami peningkatan pendapatan dapat dilihat melalui di channel @literasiuntukkesejahteraan Youtube.
Sementara itu dalam laporan Perpustakaan Nasional disebutkan bahwa pada rentang Januari hingga September 2023, program ini telah berhasil mengimplementasikan tiga strategi inti, yaitu peningkatan layanan informasi, pelibatan masyarakat, dan advokasi. Capaian program mencakup ekspansi ke lebih dari 3.300 perpustakaan di berbagai tingkatan.
ADVERTISEMENT
Kegiatan pelibatan masyarakat mencapai lebih dari 66 ribu, melibatkan lebih dari 1,4 juta peserta. Sementara itu, advokasi yang dilakukan oleh perpustakaan mitra mencapai lebih dari 20 ribu, menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam dukungan dan pengakuan program.
Selain itu juga, Pada periode 1 Januari hingga 15 September 2023, tercatat sebanyak 796 perpustakaan desa/kelurahan telah direplikasi oleh 10 provinsi dan 37 kabupaten/kota. Replikasi mandiri total menggunakan dana sebesar 6.395.323.288 rupiah yang sebagian besar adalah dana APBD.
Dari kemajuan tersebut, kita tidak ragu lagi akan potensi yang ada pada layanan perpustakaan yang dapat meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, keberdayaan, dan ketahanan masyarakat.
Namun dibalik itu, kita melihat UU No 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan yang sudah berusia 16 tahun kurang relevan dengan keadaan sekarang. UU tersebut menempatkan perpustakaan dalam kedudukan klasiknya. Regulasi yang menempatkan perpustakaan sebagai lembaga yang inklusif dengan persoalan masyarakat dan pembangunan diperlukan. Kita harapkan UU tersebut dapat segera disesuaikan.
ADVERTISEMENT
Revisi UU Perpustakaan merupakan agenda yang harus dijalankan oleh Perpustakaan Nasional RI bersama semua perpustakaan binaannya baik yang dimiliki oleh pemerintah, swasta maupun komunitas. Pembicaraan dengan parlemen dan pihak berkepentingan lainnya harus segera dimulai. Revisi ini perlu diarahkan supaya dapat bergerak bersama ke arah reformasi birokrasi layanan publik di Indonesia, yang juga sedang dijalankan oleh pemerintah. Reformasi ini mengharapkan tersedia layanan berkelas dunia dengan tematik tertentu. Dengan demikian layanan perpustakaan akan sesuai dengan permasalahan-permasalah pembangunan yang menjadi agenda prioritas pemerintah.
Program reformasi birokrasi di atas dijalankan sejalan dengan usaha Pemerintah Indonesia melakukan transformasi ke arah pemerintahan digital, dengan layanan yang lebih efektif, efisien, bersih, transparan, dan tepercaya. Pemerintah saat ini sedang mengembangkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) di setiap instansi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Perpustakaan, terutama yang di bawah instansi pemerintah sebagai unit layanan publik dituntut melakukan transformasi visi, misi, proses bisnis dan sumberdaya lainnya dengan berorientasi pada pemanfaatan teknologi digital.
Reformasi dan transformasi ke arah pemerintahan dan layanan digital di atas merupakan momentum bagi demokratisasi layanan perpustakaan. Layanan perpustakaan online, akses terbuka, aplikasi satu pintu akan menjangkau masyarakat secara lebih luas, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu (layanan lebih demokratis, tidak terbatas pada masyarakat di wilayah dan waktu tertentu).
Dengan infrastruktur teknologi informasi yang didukung oleh Pusat Data Nasional di bawah Kemenkominfo dengan jaminan keamanan data dan informasi dai BSSN, layanan perpustakaan dapat diselenggarakan lebih efektif dan efisien.
Maksudnya perpustakaan di Indonesia dapat lebih memfokuskan diri pada layanan dan implementasi program literasi perpustakaan yang lain. Sementara investasi dan pengelolaan infrastruktur termasuk keamanannya menjadi tanggung jawab Kemenkominfo.
ADVERTISEMENT
Sebagai kesimpulan kita dapat melihat bagaimana saat ini perpustakaan bertransformasi dari hanya berorientasi pada buku, baca, tulis menjadi diseminasi pengetahuan untuk peningkatan kompetensi dan kecakapan hidup (Syarif Bando, 2022) bagi ketahanan dan keberdayaan bangsa. Program ini sejalan dengan reformasi birokrasi layanan publik dengan membentuk pemerintahan digital.