Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pemilu 2024: dari Literasi sampai Kedaulatan Digital
10 Maret 2024 10:19 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Para pendukung, terutama dari pasangan calon presiden dan wakil presiden merasa ada sesuatu yang tidak beres dalam aplikasi ini. Mereka meyakini bahwa telah terjadi kecurangan yang direncanakan dengan sengaja. Bahkan, ada yang menduga terdapat algoritma backdoor untuk memanipulasi distribusi suara. Sementara itu, pihak yang memiliki pengetahuan teknis mencurigai keterlibatan pusat data dan penyedia internet asing. Namun, KPU, melalui salah satu anggotanya, Betty Epsilon Idroos, turut angkat bicara, membantah dugaan tersebut (Kompas, 19/2/2024).
Artikel ini tertarik menggunakan polemik Sirekap ini sebagai bahan pembelajaran di masa depan. Polemik Sirekap ini menyadarkan kita bahwa pengelolaan data sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Data di samping menjadi bahan dasar dalam perencanaan pembangunan ternyata dapat menimbulkan disintegritas bangsa. Oleh karena itu artikel ini akan mencoba menguraikan polemik ini sehingga permasalahan menjadi terpetakan.
ADVERTISEMENT
Artikel ini memilih urutan literasi, transformasi, keamanan pertahanan dan kedaulatan digital sebagai alur pembahasan. Alur tersebut dipilih untuk memberikan pemahaman urutan adopsi teknologi digital terhadap proses strategis nasional yang tujuan akhirnya mencapai kedaulatan bangsa secara utuh.
Literasi Digital
Setelah melihat respons masyarakat terhadap kontroversi Pemilu 2024, pentingnya media digital dalam kehidupan masyarakat menjadi makin jelas. Namun, terdapat kekhawatiran atas penyebaran konten yang tidak sehat di media sosial, termasuk peningkatan ujaran kebencian dan hoaks sepanjang proses pemilu.
Peningkatan pelanggaran etika digital ini berpotensi memengaruhi perkembangan budaya politik (Almond dan Verba, 1989) di Indonesia. Pada tahun 2022, The Economist Intelligence Unit (EIU) menilai budaya politik Indonesia bernilai rendah karena masih dominannya politisasi identitas, ujaran kebencian, hoaks, dan kekerasan masih mendominasi dalam pesta demokrasi di tingkat daerah maupun nasional.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, memasuki masa kampanye Pemilu 2024, Bapak Menteri Kemenkominfo mengatakan bahwa penyebaran hoaks terlihat menurun dibandingkan menjelang Pemilu 2019 (Media Indonesia, 18/01/2024). Namun, selama masa debat dan sampai ke penghitungan suara, ujaran kebencian dan hoaks kembali marak di media sosial masyarakat Indonesia.
Budaya politik dipengaruhi oleh literasi digital masyarakat, yang meliputi kemampuan menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dengan bijak dan sesuai aturan. Selain itu, peran pemerintah, aparat penegak hukum, dan partai politik juga memengaruhi budaya politik. Kebijakan yang diimplementasikan haruslah mencerminkan integritas dan amanah, yang akan membentuk keteladanan bagi masyarakat serta memperkuat rasa loyalitas dan nasionalisme terhadap bangsa dan negara. Semua ini dapat mendorong peningkatan kualitas demokrasi .
Valina Singka Subekti (2015) menekankan pentingnya memperkokoh wawasan kebangsaan dalam berdemokrasi. Pada masa perjuangan kemerdekaan, wawasan kebangsaan digunakan sebagai modal dalam melawan penjajah demi mencapai kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam era kontemporer, wawasan kebangsaan sangat diperlukan untuk mencapai persatuan dan kesatuan untuk kesuksesan pembangunan nasional untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Dengan demikian budaya politik dengan dasar etika literasi dan wawasan kebangsaan sangat diperlukan oleh bangsa dan negara.
Transformasi Digital
Aplikasi Sirekap merupakan bagian dari transformasi digital KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2024. Tujuannya adalah mempercepat penyebaran informasi, memperkuat transparansi dan menegakkan akuntabilitas. Namun, dibalik itu, risiko keamanan dan ketahanan digital harus mendapat perhatian serius.
Sebagai lembaga pemerintah, KPU memiliki tanggung jawab dan kepatuhan terhadap standar dan regulasi keamanan, seperti standar sistem manajemen keamanan informasi dan siber. Selain itu, KPU harus mengembangkan kematangan tata kelola Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) (Perpres No 95/2018).
ADVERTISEMENT
Meskipun KPU telah menegaskan komitmennya terhadap standar dan regulasi, namun data yang tersedia menunjukkan bahwa masih perlu peningkatan. Indeks SPBE KPU pada tahun 2023 mencapai angka 3.62 (sangat baik) (SK Menteri PANRB No. 13/2024), meningkat dari angka 2.73 (baik) pada tahun sebelumnya (SK Menteri PANRB No. 108/2023). Namun, angka tersebut masih belum mencapai tingkat optimal, mengingat peran strategis dan risiko yang diemban oleh KPU. Oleh karena itu, diharapkan KPU segera meningkatkan nilai SPBE-nya, sejajar dengan lembaga-lembaga strategis lainnya seperti PPATK, KPK, dan Kementerian Keuangan yang nilainya telah mencapai lebih dari 4.00 (sangat baik).
Keamanan dan Ketahanan Digital
KPU telah mengambil langkah-langkah preventif untuk menjamin keamanan dan ketahanan digital. Mereka menggunakan Content Delivery Network (CDN) dan Any Cast untuk menangkal serangan siber yang bisa mengganggu jalannya proses penghitungan suara (Kompas, 19/2/2024).
ADVERTISEMENT
KPU memerlukan dukungan instansi lain yang memiliki kewenangan dalam keamanan digital. Peran KemenpanRB dalam penyusunan dan evaluasi tata kelola, Kemenkominfo dalam pengembangan dan penyediaan sistem aplikasi dan infrastruktur, BRIN dalam penjaminan kualitas aplikasi, serta BSSN dalam operasi keamanan digital, ke semua harus dioptimalkan bekerja terpadu membantu KPU dalam keamanan dan ketahanan digital.
Meskipun Indonesia memiliki regulasi yang mengatur keamanan digital, namun Indonesia belum memiliki Undang-Undang Keamanan Siber Nasional seperti yang dimiliki negara-negara tetangga di ASEAN (Andi Widjayanto, 2023) . Hal ini menunjukkan bahwa masih ada yang perlu ditingkatkan dalam menghadapi tantangan keamanan digital di masa depan.
Kedaulatan Digital
Kedaulatan digital menjadi sangat penting dalam konteks Pemilu 2024, mengingat berbagai ancaman dan serangan siber yang dihadapi oleh KPU. Kedaulatan digital mengacu pada kemampuan suatu negara untuk mempertahankan pengendalian dan kemandirian dalam mengelola, menyimpan, dan melindungi data.
ADVERTISEMENT
Dalam pemilu, KPU atau institusi dalam negeri lainnya harus memperhatikan kedaulatan digital dalam mengelola data pemilih dan proses penghitungan suara secara eksklusif. Hal ini berarti harus dihindari keterlibatan pihak asing yang berpotensi membahayakan integritas pemilihan. Oleh karena itu, KPU memiliki tugas penting untuk memastikan bahwa data Sirekap dan sistem elektronik terkait disimpan dan dikelola di dalam negeri, tanpa bergantung pada layanan luar negeri yang rentan terhadap risiko.
Dengan memperkuat kedaulatan digital, Indonesia tidak hanya melindungi integritas pemilu, tetapi juga memastikan bahwa data dan infrastruktur teknologi informasi negara terbebas dari ancaman luar. Langkah ini akan memperkuat posisi Indonesia di kancah global sebagai negara yang mampu mengelola dan melindungi data dengan cermat, menjaga kedaulatan nasional dalam menghadapi era digital yang makin kompleks.
ADVERTISEMENT
Sebagai kesimpulan, literasi digital, mengamankan dan mempertahankan sistem digital, dan menciptakan kedaulatan digital sangat penting dalam pemilu. Sebagai rekomendasi peningkatan literasi masyarakat, kepatuhan terhadap standar keamanan, serta penguatan infrastruktur digital perlu dilakukan. Dengan demikian, pemilu Indonesia akan lebih baik di masa yang akan datang.