Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Relawan, Guru, dan Apresiasi yang Hampa
24 November 2022 21:33 WIB
Tulisan dari Yayasan Teman Saling Berbagi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh: Farhanah Fitria Mustari (Managing Director of Yayasan Teman Saling Berbagi)
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 25 November, kalender digital saya memberi notifikasi Hari Guru. Berulang kali saya melihat kalender untuk memastikan warna merah. Nyatanya, tampilan kalender saya tetap bersih. Saya mampu menyimpulkan bahwa selebrasi Hari Guru tak masuk kategori libur nasional. Sehingga, saya merasa apakah selebrasi tahunan ini punya makna penting di hati masyarakat? Ataukah, saat ini kita mulai merasa ada pergeseran nilai tentang peran guru?
Menjadi guru adalah pilihan yang tidak mudah bagi sebagian individu. Pertimbangan finansial dan pandangan prestise masyarakat kerap kali menjadi hambatan. Betul, jika kita berbicara guru sebagai atribusi pekerjaan maupun karier. Namun, sejatinya dalam perjalanan hidup kita selalu bertemu dengan berbagai guru. Dari guru formal yang dijumpai di bangku sekolah, hingga mereka yang menginspirasi dengan cara tak terduga. Seperti, obrolan ringan di ojek online yang membuat kita belajar. Oleh karena itu, pengulangan tanggal 25 November adalah pengingat atas peran seseorang yang menerbitkan terang setelah gelap.
Di Yayasan Teman Saling Berbagi, saya merekrut hingga mengembangkan kompetensi relawan mentor yang diterjunkan ke Panti Asuhan. Faktanya, mereka adalah guru juga. Guru bagi anak-anak di Panti Asuhan yang mampu memulihkan hati mereka. Boleh jadi, secara latar belakang sebagian dari mereka tidak memiliki latar belakang pendidik dari institusi formal. Namun, di lubuk hati terdalam mereka terdapat sinar hangat yang terpancar kepada anak-anak di Panti Asuhan.
ADVERTISEMENT
Mereka menyiapkan bahan materi, menyampaikan dengan penuh kontekstual, menilai proses belajar, hingga menginspirasi tanpa batas. Artinya, para relawan mentor ini punya nilai dan kompetensi yang sama seperti guru. Sehingga, saya kembali berpikir apakah perayaan tanggal 25 November perlu disebut lebih universal? Setidaknya, agar ruang lingkup guru ini mencangkup para relawan pendidik perlu dibumikan dengan sebutan Hari Pendidik.
Selama saya mengobservasi dan mendampingi para relawan mentor banyak hal nyata dan praktik baik tak terhitung. Dimulai dari kompetensi kepribadian yang tidak sekedar asal dan rela datang karena mereka relawan. Namun, mereka punya komitmen dan dedikasi untuk membuat anak-anak tidak sadar menjadi sadar. Ini bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan apabila individu bersangkutan tidak punya sense of calling & contribution. Saya pikir mereka dengan dorongan hati begitu kuat adalah pilihan Tuhan yang perlu dihargai.
ADVERTISEMENT
Secara kompetensi pedagogik mereka punya kemauan untuk belajar dan memahami siapa yang mereka didik. Menariknya, para relawan ini belajar dari berbagai sumber. Artinya, keterampilan teknis ini bisa dikembangkan dan dilatih selama ada intensi belajar. Lalu, para relawan juga punya kompetensi sosial yang jelas memberikan saya bukti pentingnya pengasuhan sebagai tanggung jawab bersama. Percaya atau tidak, di Yayasan Teman Saling Berbagi 90% para relawan adalah Generasi Z. Mereka yang kerap kali mendapat stereotip tidak peka dengan orang lain menjadi terbantahkan. Saya sering melihat bagaimana cara menatap mereka yang punya kehangatan tersendiri dan gesture yang mendukung. Karena inilah, anak-anak di Panti Asuhan punya kenyamanan dan rasa aman.
Terakhir, secara kompetensi profesional mereka dengan beragam latar belakang keilmuan berbeda memberi kekayaan khazanah yang membuat satu kesatuan. Saya pernah merekrut relawan pendidik dengan latar belakang Teknik Mesin, Teknik Perminyakan, Kewirausahaan, hingga Keperawatan. Pada mulanya saya pesimis dengan ketidaksinkronan ini, namun rasa-rasanya pikiran buruk hanyalah fana. Mereka mampu menunjukan ciri khas yang membuat nuansa mendidik menjadi lebih indah.
Sehingga, saya kira sudah cukup kita berkata ‘jangan bekerja di sektor pendidikan & sosial, karena gaji kecil’. Bukan hanya membuat individu menurunkan derajat kebaikan sebuah peran. Lebih daripada itu, mereka yang punya dedikasi di bidang ini merasa terkucilkan dan tak berdaya.
ADVERTISEMENT
Bukankah, kita bisa membaca artikel ini hingga tuntas dan meresapi maknanya adalah buah kasih & wawasan yang ditularkan oleh para guru kehidupan?