Konten dari Pengguna

Bersama Kelas Literasi, Wujudkan Perdamaian Bagi Semua Generasi Melalui Gen Z

Tengku Caesar Akbar
NIM: 2021041106 Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya
9 Oktober 2022 17:28 WIB
clock
Diperbarui 7 Januari 2023 13:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tengku Caesar Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Kelas Literasi Damai di Megamendung Permai Hotel & Resort, Bogor, Jawa Barat pada 30 September - 2 Oktober 2022.
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Kelas Literasi Damai di Megamendung Permai Hotel & Resort, Bogor, Jawa Barat pada 30 September - 2 Oktober 2022.
ADVERTISEMENT
Era globalisasi saat ini menyebabkan banyaknya konstruksi sosial baru di masyarakat. Jika kita tidak memiliki pemahaman yang mendalam disertai pengetahuan yang luas, maka semua yang terlihat menjadi bias. Maka dari itu, pentingnya sebagai Gen Z untuk meningkatkan kemampuan literasi. Literasi bukan hanya sekadar membaca, tetapi bagaimana kita memaknai berbagai fenomena yang ada di masyarakat.
ADVERTISEMENT
(Jumat, 30/09/22) Dilaksanakannya Kelas Literasi Damai (KLD) sebagai wadah bagi Generasi Z untuk menjadi Agent of Peace di masa depan. Kelas ini diselenggarakan oleh Generasi Literat, organisasi non-pemerintah yang bergerak untuk mengedukasi Gen Z sebagai generasi cerdas, kritis, dan berperilaku damai dengan meningkatkan kemampuan literasi untuk peradaban. Kelas ini diikuti sebanyak 30 peserta se-Jabodetabek selama 3 hari yang bertempatkan di Megamendung Permai Hotel & Resort Bogor. Tujuan dari kelas ini ialah sebagai wadah bagi Gen Z untuk membahas isu-isu yang kerap terjadi di lingkungan sosial, seperti isu agama dan budaya, peran seks dan gender, era digitalisasi, gerakan sosial kemanusiaan, dengan harapan peserta yang mengikuti KLD mampu menjadi agen perdamaian bagi dunia dan menginspirasi Gen Z lainnya.
ADVERTISEMENT
Menjadi agen perdamaian bukanlah suatu hal yang mudah. Untuk mencapai pada tahap itu, diperlukan rasa toleransi dan empati yang tinggi kepada alam semesta dan seisinya. Namun, sebelum memberikan makna yang berarti kepada yang lain, mulailah dengan diri kita sendiri terlebih dahulu. Seringkali terjadi bahkan tanpa kita sadari, kita terlalu terpaku ada aturan sosial yang berlaku, sehingga menyebabkan aturan tersebut menjadi tuntutan agar kita dapat diakui oleh masyarakat. Tuntutan-tuntutan yang tidak dapat kita jalani akan menjadi beban bagi diri kita nantinya, akan mengganggu kesehatan fisik dan psikis kita. Untuk menghindari hal-hal tersebut kita perlu memiliki ketenangan dalam diri dengan cara berdamai dan mencintai diri sendiri. Tidak semua hal kita bisa lakukan, sebab tidak ada manusia yang sempurna. Tiap manusia itu unik, karena hanya ada satu individu yang membedakan diri kita dengan manusia lain. Setiap kita memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Bakat yang kita miliki belum tentu dimiliki orang lain, begitu juga sebaliknya. Oleh sebab itu, kita tidak perlu minder jika kita tidak bisa seperti yang orang lain bisa lakukan. Love yourself first and just be who you are.
ADVERTISEMENT
Kemajuan zaman di masa sekarang ini nyatanya masih tidak menjamin kebebasan pada orang-orang tertentu, salah satunya adalah kebebasan untuk beribadah kepada para penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau biasa yang lebih dikenal sebagai agama nusantara dan bahkan mazhab lainnya di agama mayoritas. Masih banyak perlakuan rasisme, diskriminasi, bahkan tak jarang berujung pada ekstrimisme yang kerap dialami oleh 'mereka' yang berbeda di kalangan mayoritas. Hal itu disebabkan oleh adanya sikap fanatik, sehingga menimbulkan pemikiran yang sempit dan memunculkan asumsi bahwa, "Agama kamilah yang paling benar, dan agamamu itu sesat". Padahal bila ditilik dari sejarahnya agama lokal jauh lebih dulu ada tumbuh dan berkembang daripada agama-agama mayoritas saat ini yang datang dari luar. Bukankah semua agama mengajarkan kebaikan? Lantas mengapa hal-hal tersebut masih kerap terjadi? Sejatinya, hadirnya agama menjadi pedoman hidup manusia untuk mencapai perdamaian. Di sinilah pentingnya literasi agama dan budaya, kemampuan untuk memahami sejarah agama dan budaya untuk mencari titik temu antar agama dan budaya yang satu dengan yang lain. Anggapan yang salah jika kita berpikir, "Kalau kita mempelajari agama lain, maka akan mengurangi tingkat keimanan kepada agama yang kita peluk". Sebaliknya, dengan literasi ini menjadikan kita semakin memahami agama sendiri dan menghormati agama lain secara holistik. Kemampuan literasi agama dan budaya yang kita miliki akan semakin percaya bahwa keberagaman itu akan menjadikan kita pribadi yang terbuka dan memanusiakan manusia. Semakin bijak kita, semakin tinggi toleransi kita. Selain toleransi, dengan kemampuan literasi yang baik akan menumbuhkan rasa solidaritas, empati, dan cinta bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi kepada semua ciptaan Yang Maha Kuasa. Sebab, cinta adalah substansi paling esensial dalam kehidupan manusia. Dengan cinta, kita ikhlas menolong sesama tanpa pamrih. Semakin banyak dari kita yang menerima ragamnya perbedaan, semakin tinggi juga rasa nasionalisme kita. Dengan demikian, terwujudnya prinsip Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Ikuti kami,
IG :
@generasiliterat : instagram.com/generasiliterat
@muslimahreformisfoundation : instagram.com/muslimahreformisfoundation
@protectproject.indonesia : instagram.com/protectproject.indonesia
@uni_eropa : instagram.com/uni_eropa
Identitas Penulis:
Nama: Tengku Caesar Akbar NIM: 2021041106 Prodi: Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi: Universitas Pembangunan Jaya