Konten dari Pengguna

Refleksi UU Sisdiknas, Pendidikan Tinggi, Guru, dan Dosen di Hardiknas 2024

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
2 Mei 2024 14:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perayaan Hardiknas dengan belajar huruf Jawa. Foto: Antara/Prasetia Fauzani
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan Hardiknas dengan belajar huruf Jawa. Foto: Antara/Prasetia Fauzani
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 2 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Tentu, peringatan ini bermakna mengenang sejarah dan kemajuan serta merefleksikan pencapaian bangsa ini di sektor pendidikan yang masih terlihat paradoks dan dilematis.
ADVERTISEMENT
Dasar, fungsi dan tujuan pendidikan telah jelas diuraikan dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 yaitu pendidikan sebagai amanah dan spirit konstitusi kita yaitu Pancasila dan UUD 1945 harus berfungsi maksimal untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan tujuan yang jelas untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan kata lain, sangat jelas bahwa pendidikan nasional kita memiliki falsafah yang sangat tinggi, ideal dan merupakan amanah konstitusi kita untuk memfasilitasi hak setiap warga negara mengakses pendidikan yang layak demi membentuk watak dan kepribadiannya yang kuat, demokratis dan cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual dan demi mendesain peradaban bangsa yang maju agar kompetitif, terhormat dan tak menjadi bangsa kuli dan negara tertinggal jika dibandingkan dengan bangsa dan negara lain.
ADVERTISEMENT
Dengan falsafah pendidikan yang tinggi dan ideal inilah maka menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pengambil kebijakan terutama kementerian pendidikan untuk memikirkan progres pendidikan kita secara holistik, terintegrasi, inovatif dan adaptif baik di level wajib belajar sejak pendidikan usia dini, dasar dan menengah maupun di level pendidikan tinggi di berbagai sekolah tinggi dan universitas yang bertebaran di berbagai penjuru tanah air.
Dalam kenyataannya, bangsa ini seolah gagal mendesain sektor kebijakan pendidikan di level pendidikan dasar (wajib belajar) maupun di level perguruan tinggi karena kegagalan elite pemerintah secara filosofis dan strategis mendesain kebijakan yang tepat dan terukur di sektor pendidikan.
Pendidikan di negeri ini akhirnya terlihat tidak menyenangkan, kurang terakses dengan baik oleh semua kalangan, fasilitas yang kurang memadai, tidak dapat membentuk watak dan kepribadian anak didik dan tak memiliki kontribusi signifikan dalam inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan oleh bangsa ini di semua sektor hari ini.
ADVERTISEMENT
Di level pendidikan dasar, pendidikan kita tak memiliki kurikulum yang jelas untuk membentuk karakter anak-anak didik kita sesuai dengan watak dan budaya bangsa Indonesia seperti termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945. Tak jauh berbeda, pendidikan kita tak memiliki skenario kuat dan kurikulum yang terukur untuk memenuhi fungsi dan tujuan pendidikan di level pendidikan tinggi seperti termaktub dalam UU Pendidikan Tinggi.
Fungsi pendidikan tinggi adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora.
Pendidikan tinggi kita jauh tertinggal dari pendidikan tinggi di negara-negara maju termasuk Singapura dan Jepang. Foto: www.pexels.com
Sedangkan tujuan ideal pendidikan tinggi adalah berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa, menghasilkan lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan atau teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa.
ADVERTISEMENT
Serta memproduksi ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa. Juga kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia, dan mewujudkan pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Apakah fungsi ini beroperasi dan tujuan pendidikan tinggi ini telah tercapai? Tentu saja belum. Bagaimana fungsi ini bisa beroperasi dan tujuan ini bisa tercapai jika akses ke pendidikan tinggi saat ini seolah semakin sempit dan sangat terbatas untuk kalangan bawah, biaya kuliah yang semakin membumbung tinggi, dan inovasi kurikulum yang kurang memadai serta menyenangkan bagi mahasiswa.
Saat ini di level pendidikan dasar, pembuat kebijakan hanya sibuk hal yang tidak signifikan misalnya baju seragam. Sedangkan di level pendidikan tinggi, pembuat kebijakan hanya sibuk berbicara income generating universitas sehingga lupa kualitas pengajaran dan penguatan tradisi penelitian inovatif. Ini semua terjadi karena desain pendidikan nasional kita di level pendidikan dasar dan pendidikan tinggi tidak jelas dan dibiarkan berjalan tanpa tanggung jawab maksimal pemerintah.
ADVERTISEMENT
Semua negara-negara yang telah maju baik di Eropa, Amerika maupun di Asia seperti Jepang, Singapura dan China, pemerintahnya langsung turun tangan dan bertanggung jawab penuh untuk sektor pendidikan. Pemerintah akan melihat hal-hal mendasar yang harus diselesaikan agar tak mengganggu jalannya fungsi pendidikan dan tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri secara tepat dan strategis.
Sementara itu, nasib guru dan dosen yang menjadi tulang punggung kemajuan pendidikan di negeri ini belum dipikirkan secara serius. Padahal, makna filosofis di balik UU Guru dan Dosen adalah memastikan kapabilitas manusiawi (human capability) mereka tercapai demi mengejar ketertinggalan kita dari negara maju di Eropa, Amerika atau di Asia seperti Malaysia, Singapura dan Jepang.
Kita bahkan harus malu dengan sistem dan manajemen guru dan dosen di Malaysia yang menempatkan posisi mereka di tempat yang layak dan terhormat. Bahkan, kita masih menunggu janji Prabowo untuk perbaikan nasib guru-guru di berbagai pelosok di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Alhasil, pendidikan di Indonesia masih sangat mengecewakan karena elite pemerintah yang seharusnya membuat desain kebijakan humanis dan strategis ternyata seolah tidak bertanggung jawab secara terukur untuk memikirkan jalannya fungsi pendidikan nasional dan tercapainya tujuan pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, UU Guru dan Dosen.
Namun, yang lebih utama serta lebih filosofis, pendidikan sebagai amanah konstitusi, Pancasila dan UUD 1945, seolah diabaikan di negeri ini dan dibiarkan terhempas di atas altar kapitalisme pendidikan yang kejam. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2024, guys!