Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Resesi dan Nasib Ekonomi Indonesia 2023
23 Oktober 2022 10:51 WIB
Tulisan dari TIARMA DELSITA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Resesi & Ekonomi Global pada Tahun 2023
Proyeksi resesi ekonomi di tahun 2023 kiranya masih menjadi isu hangat yang terus dibicarakan. Bagaimana tidak, World Bank dan IMF telah mengeluarkan alarm bahaya terkait adanya ancaman resesi yang akan mengganggu perekonomian global. IMF dalam laporan nya mengatakan bahwa tahun depan akan menjadi pertumbuhan ekonomi terlemah sejak 22 tahun terakhir. Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani pun mengungkapkan bahwa saat ini ancaman resesi perlu mendapat perhatian lebih. Bukan tanpa alasan, kondisi ini dilatarbelakangi oleh berbagai fenomena yang saat ini terus terjadi di berbagai negara. Sebut saja, kondisi inflasi yang terjadi di sejumlah negara seperti AS dan Jerman, fenomena strong dollar, perang Rusia-Ukraina, dan krisis energi dan pangan yang terjadi di berbagai wilayah.
ADVERTISEMENT
Secara singkat apabila berbicara terkait inflasi yang terjadi di Amerika Serikat, memang inflasi tersebut salah satunya disebabkan oleh meningkatnya peredaran uang akibat dari pemberian bantuan pemerintah kepada masyarakat yang terdampak pandemi. Tak hanya itu, angka pengangguran di AS telah mencapai titik terendah nya yakni sekitar 3,6%, hal ini akhirnya berdampak pada kenaikan tingkat upah dan mendorong adanya inflasi di Amerika yang bahkan menyentuh angka 8,2% per September 2022. Di sisi lain, Jerman juga tengah mengalami inflasi. Dalam tingkat konsumen misalnya, inflasi di Jerman telah mencapai angka 10,9% dan menjadi yang tertinggi dalam 70 tahun terakhir.
Oleh karenanya, posisi ini menjadi kondisi yang membingungkan. Wilayah yang mengalami inflasi membutuhkan penerapan kebijakan kenaikan suku bunga untuk menekan investasi maupun konsumsi. Penurunan permintaan tersebut pada gilirannya memang akan menurunkan inflasi. Akan tetapi, hal inilah yang juga akhirnya akan membawa AS dan Eropa ke dalam jurang resesi karena pertumbuhan ekonomi yang berkontraksi. Sehingga, menjadi kondisi yang sulit mengingat penekanan inflasi, berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang perlu dikorbankan.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya AS dan Eropa, ekonomi China pun kiranya sedang berada dalam kondisi yang tidak baik. Survei terbaru dari Reuters menunjukkan pertumbuhan perekonomian China diperkirakan masih berada jauh dibawah target yang telah ditentukan. Dimana, pertumbuhan nya bahkan hanya menyentuh angka 3,2% saja di 2022. Kondisi perekonomian yang tengah mengalami tekanan di berbagai sektor tersebut pun dapat dipastikan akan berpotensi menimbulkan efek domino bagi negara-negara lain terutama terkait adanya penurunan ekspor, pelemahan harga komoditas, sampai pelemahan nilai tukar.
Prediksi Kondisi Ekonomi Indonesia pada Tahun 2023
Di Indonesia sendiri, persoalan yang terjadi dalam ekonomi global tersebut pastinya akan berimplikasi pada berbagai sektor. Pada konteks perdagangan misalnya, China masih menjadi satu dari sekian negara yang menjadi arus utama pasar ekonomi bagi Indonesia. Apabila China mengalami perlambatan ekonomi, maka akan pula berdampak pada tergerusnya perputaran ekspor dan impor antara Indonesia dan China. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, Indonesia pada bulan Agustus mengalami penurunan di angka ekspor yakni dari US$ 27,86 miliar turun menjadi US$ 24,8 miliar. Pada angka impor pun, Indonesia mengalami penurunan dari US$ 22,15 miliar menjadi hanya US$19,81 miliar. Angka ini diprediksikan akan terus menurun seiring dengan memburuknya perekonomian global saat ini. Sehingga, tidak bisa dipungkiri bahwa posisi ini akan membuat kondisi perekonomian menjadi melemah karena adanya penurunan pertumbuhan PDB negara.
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian ekonomi global juga berdampak pada kurs rupiah yang terus tergerus. Sampai saat ini saja rupiah sudah menyentuh angka Rp.15.000 per dolar AS. Kondisi penguatan dollar seperti ini akan memicu perusahan-perusahan mengalami kenaikan tingkat beban. Bertambahnya beban ini berimplikasi pada beban utang yang meningkat, investasi yang turun, dan adanya gelombang PHK. Sehingga, masyarakat akan mengalami terjadinya penurunan permintaan dan daya beli akibat angka pengangguran yang tinggi.
Namun, perlu diingat pula bahwasanya porsi ekspor Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih relatif kecil, kontribusi ekspor Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi hanya menyumbang sekitar 25% saja. Kondisi Indonesia yang saat ini tidak tergantung secara penuh terhadap ekonomi global ternyata memberikan keuntungan yang besar pada kondisi-kondisi seperti ini. Di sisi lain, kontribusi terbesar komponen PDB Indonesia sampai saat ini masih melalui konsumsi rumah tangga, dimana porsi kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian sampai mencapai angka 51,47%.Tak hanya itu, sebenarnya perang Rusia-Ukraina juga memberikan dampak yang cukup menguntungkan bagi Indonesia, Indonesia sangat beruntung mendapatkan keuntungan dari tingginya harga komoditas dan kuatnya permintaan pada sektor batu bara.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa kondisi yang terjadi pada ekonomi global sebenarnya pasti akan memberikan dampak bagi perekonomian domestik, akan tetapi yang menjadi tolak ukur adalah seberapa besar pengaruh dari persoalan tersebut. Seperti yang telah dijelaskan di atas, guncangan perekonomian global kiranya hanya akan memberikan sedikit imbas kepada Indonesia. Seperti yang diungkapkan ekonom Chatib Basri dalam tulisan nya, Indonesia hanya akan mengalami perlambatan ekonomi dan bukan sampai menyentuh kondisi resesi. Hal ini didasarkan pada proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih lebih tinggi dibandingkan negara lain pada 2023, dimana ia meyakini bahwa ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh sekitar 5%.
Keynesian dan Pendekatan Ekonomi Politik yang Digunakan dalam Kebijakan Ekonomi Politik Indonesia
Akan tetapi posisi ini juga bukanlah posisi yang tepat untuk bersantai-santai. Indonesia bagaimanapun harus tetap mempersiapkan diri dari berbagai bentuk kemungkinan yang terjadi, apalagi melihat kondisi Indonesia yang masih berusaha bangkit dari pemulihan ekonomi akibat pandemi silam.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Indonesia perlu mempersiapkan kebijakan ekonomi politik yang tepat, yang salah satunya dibentuk dari implementasi pendekatan ekonomi keynesian. Pertanyaan nya, mengapa pendekatan teori ekonomi politik Keynesian yang perlu diterapkan?
Seperti yang kita ketahui bahwasanya pendekatan ini menekankan pada adanya intervensi pemerintah. Keynesian economy menentang argumen yang menyatakan bahwa pemulihan ekonomi bisa terwujud hanya dengan melalui perputaran ekonomi yang secara alami terjadi tanpa campur tangan negara. Menurut Keynesian, pemerintah memiliki peran yang krusial dalam mengelola perputaran ekonomi terutama dalam mengantisipasi terjadinya sebuah resesi.
Dalam hal ini, keynesian mengutamakan kebijakan fiskal dan moneter sebagai alat utama untuk mengelola ekonomi dan menarik ekonomi keluar dari resesi. Untuk mengembalikan ekonomi yang lesu, negara dapat melakukan peningkatan pengeluaran dan defisit anggaran untuk menaikkan permintaan. Meskipun hal ini cukup sulit dilakukan mengingat pada tahun 2023, defisit fiskal terbatas hanya di bawah 3 persen. Tak hanya itu, Indonesia juga bisa melakukan penerapan kebijakan lower taxes dan pemberian stimulus kepada masyarakat guna merangsang adanya permintaan dan mendorong perputaran ekonomi kembali berjalan. Namun, ekspansi permintaan ini akan menyebabkan meningkatnya defisit anggaran. Sehingga, pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan bunga juga perlu dilakukan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, dari segi kebijakan moneter, Bank Indonesia harus memikirkan operasi pasar untuk menahan laju pelemahan rupiah dan menaikkan bunga untuk mengendalikan inflasi. Sedangkan untuk mengoptimalkan kebijakan fiskal, pemerintah harus dapat melakukan alokasi anggaran yang lebih terstruktur, dengan mengutamakan pemberian stimulus, dukungan UMKM, kesehatan dan lain-lain guna penyaluran anggaran terproyeksi dengan baik. Dalam konteks ekspor pun, pelaku usaha harus dapat mengembangkan perdagangan yang terbuka dan multilateral dengan mendiversifikasi ekspor ke negara-negara lain yang pertumbuhan ekonominya masih baik terutama pada sektor yang memiliki dampak besar untuk pertumbuhan ekonomi, seperti keuntuntungan dampak dari perang terkait komoditas dan energi yang harus dioptimalkan.
Dengan demikian, sebagaimana implementasi teori ekonomi Keynesian, campur tangan pemerintah harus benar-benar berjalan dalam menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi. Kebijakannya perlu tepat sasaran guna mampu mengeluarkan Indonesia dari ancaman krisis yang berkepanjangan.
ADVERTISEMENT