Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Hidup terbatas, tapi tidak memelas
23 Agustus 2018 16:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Tinus Zainal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rasa kagum saya terhadap anak-anak di Kabupaten Belu, daerah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste tersebut adalah keikhlasan mereka menerima kondisi hidup keluarga mereka yang seadanya namun tetap bahagia. Di tengah kondisi yang serba terbatas tersebut, mereka masih sempat untuk selalu tersenyum dan bersemangat dalam membantu orang lain, bukan malah sebaliknya memelas kasih meminta bantuan kepada para pendatang atau wisatawan.
ADVERTISEMENT
Setidaknya hal ini yang saya rasakan ketika pertama kali menjijakkan kaki di tanah Belu, yang berarti tanah sahabat tersebut. Selama lima hari kami melaksanakan community service di sana, kami disambut baik oleh semua kalangan masyarakat mulai dari Bupati Belu, Kepala Dinas Pendidikan, para Kepala Sekolah dan Guru, para siswa SD, SMP, SMA dan Mahasiswa serta anak-anak dan masyarakat umum yang kami jumpai di beberapa tempat umum di sana.
Ketika kami menaiki bukit Tuamese, salah satu objek wisata di Kabupaten tersebut kami disambut riang oleh anak-anak dari kampung di sekitar bukit tersebut. Senyum riang dan tulus memancar dari wajah-wajah polos mereka. Mereka juga selalu siap membantu kami dan wisatawan lainnya untuk menaiki dan menuruni bukit tersebut tanpa rasa pamrih.
ADVERTISEMENT
Dua orang dari mereka malah sempat menjajakan minuman kepada kami. Tanpa berfikir panjang, kami membeli minuman tersebut satu per satu. Tidak ada satupun di antara mereka yang meminta uang untuk sekedar jajan kepada kami. Jiwa wirausaha dan kreatifitas mereka dalam memanfaatkan kesempatan yang ada seperti ini perlu untuk diapresiasi dan terus dipupuk dengan baik.
Hal yang sama juga kami temukan ketika berjumpa dengan ratusan anak-anak SD dan SMP yang ikut upacara Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-73 Motaain, Perbatasan RI-Timor Leste. Mereka dengan riang menyambut kami dan sekalian menyalami kami satu per satu. Wajah-wajah polos mereka mengisyaratkan ketidakhawatiran mereka dengan segala kekurangan yang mereka punyai. Datang ke lapangan tersebut menggunakan mobil truk atau mobil pick-up, mereka selalu tersenyum ketika bertemu dengan kami. Sesekali terdengar suara paduan suara mereka menyanyikan beberapa lagu bertemakan kemerdakaan RI.
ADVERTISEMENT
Anak-Anak SD di Kabupaten Belu Menghadiri Upacara 17 Agustus 2018 menggunakan Mobil Pick Up
(Photo oleh UPT Sesdilu 61)
Hal lain yang membuat saya kagum adalah keinginan masyarakat di sana untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke perguruan tinggi. Informasi ini saya dapatkan ketika saya meminta izin untuk menggunakan kamar kecil milik salah satu warga di bukit Tuamese tersebut karena tidak adanya WC umum di lokasi itu.
Ibu sang pemilik rumah mengatakan walaupun kondisi mereka terbatas, namun beberapa anak di desa tersebut mampu menginjakkan kaki mereka di beberapa universitas terkemuka di Indonesia, tidak hanya di Universitas Nusa Cendana, tetapi bahkan sampai ke Universitas Gajah Mada dan Univesitas Padjajaran Bandung. Tentu hal ini merupakan prestasi yang luar biasa dan perlu dikagumi.
Rumah Penduduk di sekitar Bukit Tuamese
ADVERTISEMENT
(Photo oleh UPT Sesdilu 61)
Hal ini membuat saya sadar akan teguhnya hati anak-anak dan orang tua mereka di perbatasan NKRI tersebut. Selain sudah menjadi karakter hidup masyarakat di sana, hal ini terjadi tentunya berkat kegigihan para guru di sana yang selalu memberikan pendidikan karakter dan dorongan kepada anak didik mereka untuk terus berani bermimpi di tengah kondisi terbatas tersebut. Hal ini dibenarkan oleh para guru sekolah SD dan SMP pada saat pertemuan antara kami dengan para Kepala Sekolah dan Guru SD dan SMP se-Kabupaten Belu tanggal 16 Agustus 2018.