Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Upah Pejuang Pangan
29 Agustus 2021 6:43 WIB
Tulisan dari titarosy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Pangan merupakan soal hidup matinya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka malapetaka; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner (Ir.Soekarno)”. Pernyataan presiden pertama Indonesia tersebut sangat beralasan karena tanpa pangan seseorang tidak akan dapat melangsungkan hidupnya dengan baik. Penduduk yang terus bertambah tiap tahun dengan laju 1,25 persen menuntut pemenuhan pangan yang seyogyanya juga meningkat tiap tahun. Trend produksi padi tidak selalu linier dengan pertumbuhan penduduk, namun setidaknya di tahun 2020 yang notabene merupakan tahun pandemi, produksi padi Indonesia tercatat mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2020 produksi padi Indonesia mencapai hampir 54,65 juta ton atau naik tipis sekitar 0,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sebuah capaian yang sangat luar biasa mengingat tahun 2020 adalah tahun anomali dengan tularan corona virus desease-19. Banyak proses bisnis yang berubah dalam tatanan kehidupan umat manusia sehubungan dengan ketatnya protokol kesehatan untuk menjamin masyarakat tetap aman melakukan kegiatan ekonomi. Ketulusan mereka memperjuangkan sesuap nasi untuk 270,2 juta penduduk Indonesia sangat patut dihargai.
ADVERTISEMENT
Histori pendapatan
Petani yang merupakan pahlawan tanpa mengenal WFH ini mampu menggerakkan perekonomian dengan kontribusi sekitar 13,7 persen secara nasional. Besaran kontribusi ini menjadikannya sebagai sektor terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan. Besarnya kontribusi petani terhadap perekonomian tidak serta merta dirasakan efeknya sebagai sesuatu yang “menyejahterakan” bagi mereka. Tengok saja upah buruh tani nasional periode Mei 2021 yang mencapai Rp 56.710,- per hari. Upah ini jauh lebih rendah daripada upah buruh konstruksi yang dapat mencapai Rp 91.025,- per hari. Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) dapat menggambarkan tingkat kecepatan pergerakan harga – harga komoditas pertanian versus kecepatan harga ongkos produksi dan biaya konsumsi rumah tangga juga nilainya tidak jauh dari angka 100. Pada bulan Mei 2021, NTP Indonesia mencapai 103,39. Bahkan pada kondisi sebelum pandemi melanda, Nilai Tukar Petani Indonesia hanya mencapai 100,52. Minim sekali selisih kecepatan peningkatan harga komoditas yang mereka jual dibandingkan dengan peningkatan kecepatan harga ongkos produksi dan biaya hidup sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Padi di Indonesia secara nasional memiliki pola panen raya terletak di subround I atau periode Januari-April. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ketika panen raya, bagi petani harga-harga komoditas pertanian biasanya tidak seindah tingkat harga di luar panen raya. Pada kondisi sebelum pandemi, capaian Indeks Harga yang diterima petani (It) periode Januari –April berada di kisaran 102, selanjutnya di Mei-Agustus meningkat sekitar 103 dimana panen raya mulai usai, dan pada periode September-Desember It mengalami peningkatan lagi menjadi sekitar 106 sehubungan dengan makin menurunnya grafik produksi padi pada akhir tahun. Pola ini menjadikan petani tidak dapat menikmati panen raya yang seharusnya bisa menyejahterakan mereka. Mereka mau tidak mau harus menjual hasil panennya dengan harga yang tidak bisa mereka kendalikan. Terlebih lagi bagi yang memang sudah terlilit dengan hutang, mereka harus membayar dengan hasil panennya. Parahnya lagi, sebagian petani juga tidak memiliki tempat penyimpanan untuk hasil panen mereka yang melimpah sehingga menjual adalah agenda yang harus dijalankan setelah memanen. Hal ini salah satunya yang menjadi alasan kenapa rantai lingkaran setan kemiskinan di sektor pertanian sulit diputuskan di samping karena tingkat pendidikan yang sudah sulit ditingkatkan pada usia mereka. Berdasarkan hasil Survei Pertanian Antar Sensus, sekitar 42,61 persen petani Indonesia menamatkan pendidikan hanya sampai tingkat SD/sederajat.
ADVERTISEMENT
Alternatif Solusi
Aset yang terbatas semacam gudang penyimpanan sangat diperlukan oleh petani agar mereka tidak buru-buru menjual hasil panennya di saat harga sedang berada pada posisi terendah. Selain itu, petani juga memerlukan suntikan dana pinjaman yang mekanisme pembayarannya tidak mencekik mereka. Terdapat alternatif solusi yang dapat menjawab persoalan ini secara komprehensif. Skema pembiayaan dengan mekanisme resi gudang dapat ditawarkan untuk mengatasi permasalahan ini. Petani dapat menyimpan hasil panennya pada gudang yang telah disediakan oleh pemerintah dengan standarisasi tertentu, dan hasil panen yang disimpan tersebut dapat dibuatkan resi yang bisa dijadikan agunan untuk melakukan peminjaman pada bank yang ditunjuk oleh pemerintah. Sederhana pada tataran teori, namun prakteknya memang memerlukan upaya yang tidak sederhana. Stimulus investasi fisik berupa pembangunan gudang-gudang tersebut tentu merupakan hal yang harus ada untuk mewujudkan solusi ini. Harapan besar pada kolaborasi pemerintah dan swasta agar mau menginjeksi investasi pada sektor pertanian yang merupakan tumpuan nafkah dari 29,59 persen atau sepertiga dari tenaga kerja Indonesia.