Konten dari Pengguna

Prabowo Terancam Batal Nyapres

Tony Rosyid
Pengamat politik
8 Agustus 2018 7:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Tony Rosyid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Prabowo Subianto saat menunggu kedatangan SBY di Kertanegara, Jakarta Selatan (30/7). (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto saat menunggu kedatangan SBY di Kertanegara, Jakarta Selatan (30/7). (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Prabowo seorang negarawan, hidup dan sisa usianya ingin diabdikan untuk bangsa. Orang-orang dekat Prabowo mengkonfirmasi fakta ini. Soal ini, tak diragukan. Ia memang seorang nasionalis sejati. Darahnya benar-benar merah putih. Hanya saja, nasib tak berpihak. 2009 nyawapres kalah. Lalu 2014 nyapres, kalah lagi. Yang mengalahkan adalah Jokowi--Wali Kota Solo yang tak selesai, Gubernur DKI juga tak selesai. Tapi bisa kalahkan Prabowo. Sial!
ADVERTISEMENT
2019 ingin nyapres lagi. Kesempatan terakhir untuk memaksimalkan pengabdiannya kepada negara. Jadi presiden RI. Lawannya, Jokowi lagi. Orang yang dihadapinya di pilpres 2014. Berpeluang menang? Nanti dulu.
Sebelum bicara menang-kalah, mesti diawali dari syarat nyapres. Untuk nyapres, mesti punya 25% suara, atau 20% kursi. Gerindra punya 73 kursi. Kurang 39 kursi. Karena itu, harus berpartner dengan partai lain. Ada PKS, PAN, dan Demokrat yang masih jomblo. Siap dipinang jika cocok syaratnya.
Partner sama PKS, Prabowo gak mau ambil cawapres PKS. Bagi PKS, cawapres jadi syarat mutlak. Begitu juga dengan PAN. Prabowo ogah dengan cawapres dari PAN. Karena faktor Amin Rais, PAN mengalah. Tawarkan Ustaz Abdul Somad (UAS). Prabowo ragu, UAS ogah. Gak jadi pula. Tanda-tandanya PAN malah mau balik kanan. Dan mendukung Jokowi?
ADVERTISEMENT
Ambil AHY? Gak jelas juga model koalisinya. Publik ragu SBY benar-benar mau kasih AHY untuk dampingi Prabowo. Meski pura-pura mau. Biasa, dramaturgi politik. Belum lagi ancaman serius akan ditinggalkan oleh PKS dan Habib Rizieq jika Prabowo ambil AHY. Akhir-akhir ini, Prabowo tawarkan posisi cawapres ke Sandiaga Uno. Prabowo-Sandiaga Uno. Sama-sama dari Gerindra. Pasangan semuhrim.
Jika pasangan Prabowo-Sandiaga Uno terjadi, ini sejarah baru. Pasangan capres-cawapres dari satu partai. Didukung oleh sejumlah partai lain. Hebat. Tapi, kemungkinannya memang sangat kecil untuk terjadi.
Melihat situasi ini rasanya sulit membayangkan Prabowo dapat tiket maju. Boleh dikatakan, jalan makin buntu. Jika mau dipaksakan, peluangnya hanya berkoalisi bersama PKS dengan mengambil Habib Salim Segaf sebagai cawapres. Karena tak yakin menang, Prabowo nampaknya tetap berat hati mengambil Habib Salim.
ADVERTISEMENT
Prabowo dan Gerindra mesti sadar. Situasi sekarang sulit memaksakan Prabowo maju untuk nyapres. Dalam situasi seperti ini, langkah Prabowo mundur jauh lebih realistis. Berikan kepada tokoh lain. Tokoh yang tentu saja potensial menang lawan Jokowi. Dan Prabowo jadi dirijen koalisi. Pegang peran sentral dan penentu pasangan capres-cawapres.
Jika langkah ini tak diambil Prabowo, besar kemungkinan Prabowo akan ditinggalin. Komunikasi politik dead lock, poros lama bubar. Akan muncul poros baru. Poros baru ini gabungan dari PKS, PAN, dan Demokrat. 150 kursi. Cukup untuk satu tiket maju.
Atau, PKS, PAN, dan PKB dengan jumlah kursi 136. Dengan catatan, Cak Imin punya nyali untuk keluar dari kubu Jokowi. Bergantung siapa capres yang mungkin dapat pinangan dari partai-partai poros baru itu
ADVERTISEMENT
Hanya ada dua nama yang paling potensial kalahkan Jokowi. Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo. Koalisi manapun yang akan terbentuk, hampir pasti tak akan keluar dari dua nama itu.
Jika koalisi Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat dead lock, Prabowo mesti segera ambil keputusan. Mundur, dan ajukan satu nama diantara dua tokoh itu. Dengan begitu, pertama, Prabowo tak akan kehilangan muka. Kedua, Prabowo masih bisa kendalikan koalisi. Malah lebih powerfull. Ketiga, capres tetap rekomendasi dan pilihannya. Prabowo bisa buat syarat capres itu harus jadi kader Gerindra lebih dulu. Dan ini sangat mungkin Keempat, Gerindra tetap bisa dorong elektabilitas partainya untuk naik. Karena capresnya dari Gerindra.
Secara urutan nama, pilih Anies Baswedan lebih menguntungkan buat Gerindra. Pertama, Anies lebih nurut kepada Prabowo. Akhir-akhir ini, Anies seperti tokoh representasi Prabowo. Kedua, posisi Gubernur DKI bisa diambil Sandiaga Uno yang notabene kader Gerindra. Artinya, jika Anies jadi presiden, Presiden dan Gubernur DKI adalah kader Gerindra.
ADVERTISEMENT
Ini hanya soal waktu kapan Prabowo akan mengambil keputusan. Jika terlambat, Prabowo dan Gerindra akan ditinggalkan PKS, PAN, dan Demokrat. Koalisi baru terbentuk. Ini akan jauh lebih memalukan bagi Prabowo dan Gerindra. Selain tentu saja sangat merugikan bagi Gerindra di Pileg 2019.