Konten dari Pengguna

Pembangunan Ekonomi Politik: Antara Pertumbuhan dan Keadilan

Tsaniyatus Sa'diah
Saya adalah seorang Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
6 Desember 2024 15:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tsaniyatus Sa'diah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pembangunan Ekonomi: https://www.shutterstock.com/image-vector/political-action-set-diverse-people-involved-2416025607
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pembangunan Ekonomi: https://www.shutterstock.com/image-vector/political-action-set-diverse-people-involved-2416025607
ADVERTISEMENT
Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, pembangunan ekonomi sering dianggap sebagai prioritas utama. Namun, jika dilihat dari perspektif ekonomi politik, pembangunan bukan hanya soal meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi. Lebih dari itu, pembangunan juga berkaitan dengan bagaimana kekuasaan, kebijakan, dan distribusi sumber daya memengaruhi arah dan prosesnya.
ADVERTISEMENT
Ekonomi dan keadilan sebenarnya sangat berkaitan, terutama jika dilihat dari akar masalahnya, yaitu kelangkaan atau keterbatasan. Ekonomi berfokus pada bagaimana masyarakat mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang terbatas. Di sisi lain, keadilan menjadi isu penting ketika kelangkaan membuat pembagian sumber daya tidak mencukupi untuk semua orang.
Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 menegaskan bahwa salah satu tujuan besar bangsa Indonesia adalah menciptakan "masyarakat yang adil dan makmur." Tujuan ini hanya bisa tercapai jika setiap langkah dalam aktivitas ekonomi selalu berlandaskan prinsip keadilan. Tanpa keadilan, kemakmuran tidak akan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, dan keadilan itu sendiri akan tetap menjadi sebatas konsep tanpa realisasi nyata.
Pembangunan ekonomi seharusnya bisa membawa kesejahteraan yang merata bagi semua lapisan masyarakat. Namun, kenyataannya, politik sering kali menjadi alat yang justru menyimpangkan tujuan tersebut. Misalnya, dominasi elit politik dapat menghasilkan kebijakan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu. Proyek-proyek infrastruktur besar yang sering dipuji sebagai tanda kemajuan terkadang justru menyengsarakan masyarakat kecil—petani yang kehilangan tanahnya atau buruh yang harus puas dengan upah rendah demi menarik investasi asing.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan ekonomi antar wilayah di Indonesia sudah menjadi masalah sejak era Orde Baru hingga Reformasi, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menguranginya. Sayangnya, disparitas ini tetap saja terjadi dan sulit diatasi. Salah satu penyebab utamanya adalah strategi pembangunan Indonesia yang sejak awal lebih berfokus pada pertumbuhan ekonomi. Prioritas utama selalu diarahkan pada pencapaian angka pertumbuhan yang tinggi, sementara pemerataan pembangunan di berbagai wilayah sering kali terabaikan.
Memang, ada momen di mana pemerataan sempat mendapatkan perhatian, seperti saat urutan prioritas dalam trilogi pembangunan diubah dari "pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas" pada Pelita II (1974-1979) menjadi "pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas" pada Pelita III (1979-1984). Namun, pada praktiknya, fokus utama pembangunan tetap bertumpu pada pertumbuhan ekonomi semata (growth over equity). Pemerintah hanya menetapkan target pertumbuhan tanpa menetapkan ukuran atau target yang jelas untuk pemerataan, sehingga kesenjangan wilayah tetap menjadi tantangan yang belum terselesaikan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pembangunan yang terlalu berfokus pada kapitalisme global sering kali melupakan pentingnya keberlanjutan lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan demi mengejar pertumbuhan ekonomi tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga memperburuk kesenjangan sosial. Dalam kondisi seperti ini, diperlukan pendekatan ekonomi politik yang lebih adil dan mampu menjawab kebutuhan semua pihak tanpa mengorbankan lingkungan.
Agar pembangunan benar-benar inklusif dan berkelanjutan, kebijakan harus melibatkan dialog yang aktif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Politik tidak boleh hanya menjadi alat bagi segelintir orang untuk mempertahankan kekuasaan, melainkan harus menjadi penghubung yang memastikan semua orang mendapat akses yang setara ke pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Selain itu, keberlanjutan lingkungan harus menjadi landasan utama setiap kebijakan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial melalui kebijakan yang inklusif. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan memperkuat pembangunan berbasis wilayah (spatial development). Dengan pemerataan pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, dan internet di daerah-daerah tertinggal, peluang ekonomi yang lebih luas bisa terbuka bagi masyarakat setempat. Selain itu, kebijakan redistributif, seperti pajak progresif atau pemberian subsidi, perlu diperkuat agar manfaat dari pertumbuhan ekonomi tidak hanya dinikmati oleh segelintir kelompok elit, tetapi dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat.
Pada akhirnya, pembangunan ekonomi politik yang ideal adalah yang mampu menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keadilan sosial. Jika pertumbuhan ekonomi dikejar tanpa mempertimbangkan keadilan, hal ini hanya akan memperlebar kesenjangan sosial dan mengganggu stabilitas negara. Di sisi lain, keadilan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi akan membuat kemajuan terhenti. Dengan merancang kebijakan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan masyarakat yang benar-benar "adil dan makmur," seperti yang dicita-citakan dalam UUD 1945.
ADVERTISEMENT