Konten Media Partner

KNKT Akan Sosialisasikan Hal Ini Pasca Kecelakaan Bus Tabrak Tebing di Bantul

15 Februari 2022 16:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PLT Ketua Sub Komite Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT, Ahmad Wildan. Foto: Erfanto/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
PLT Ketua Sub Komite Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT, Ahmad Wildan. Foto: Erfanto/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Dua kecelakaan maut di jalan menurun yang menimbulkan korban jiwa terjadi di Yogyakarta belakangan ini. Penyebanya karena pengemudi kendaraan besar tidak mampu menguasai kendaraannya.
ADVERTISEMENT
Peristiwa pertama terjadi di jalan Wisata Tebing Breksi di mana 7 nyawa melayang karena truk yang mengangkut batu terguling di jalan menurun. Peristiwa masih hangat terjadi di Bukit Bego, sebuah bus pariwisata hancur menabrak tebing dan memicu 13 korban meninggal.
PLT Ketua Sub Komite Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT, Ahmad Wildan menyebut kecelakaan di jalan menurun rata-rata karena kesalahan pengemudi yang tidak tepat mengoperasikan perseneling. Seperti kecelakaan maut di Bukit Bego yang menewaskan 13 orang pemicunya adalah kesalahan sopir menggunakan gigi perseneling 3.
"Karena pakai gigi persneling 3 saat menuruni jalan Dlingo Imogiri sehingga rem tidak berfungsi dengan baik," terang dia.
Padahal, jalan menurun itu akan menimbulkan gaya gravitasi yang semakin besar. Rem terutama rem bersumber dari angin tidak akan berfungsi maksimal karena masih tetap ada daya dorong ke kendaraan ketika melibas jalan yang menurun.
ADVERTISEMENT
"Rem angin itu akan mengisi ketika pedal gas diinjak. Sehingga ketika di jalan menurun, kesempatan mengisi rem kembali sangat minim. Karena sopir lebih banyak menginjak rem daripada pedal gas, sehingga lebih banyak membuang angin," ujar dia.
Pihaknya sudah meminta kepada Kepala Dinas Perhubungan untuk melakukan uji coba menuruni Jalan Dlingo-Imogiri menggunakan gigi perseneling 2 tanpa menginjak gas dan rem. Dan hasilnya adalah kendaraan Ford Ranger Double Cabin milik KNKT melaju dengan kecepatan 70 km/jam.
Dari sisi teknis, ketika pengemudi menginjak rem di jalan menurun maka sebenarnya tidak menyelesaikan masalah. Karena kendaraan tersebut sama seperti didorong. Sehingga resiko anginnya habis kampasnya gosong itu bisa saja semakin cepat terjadi.
"Itu kemarin pengemudi (bus) menggunakan gigi tiga. Kita pakai gigi 2 saja tanpa rem tanpa ngegas kecepatannya bisa segitu. Apalagi kemarin pakai gigi 3, itu dia (sopir bus) terus memaksa melakukan pengereman berkali-kali," kata dia.
ADVERTISEMENT
Kebetulan, lanjut Ahmad, pada saat melakukan pengujian menuruni jalan Dlingo-Imogiri, ada kendaraan berat yaitu truk mengangkut muatan berat juga menuruni jalan tersebut. Truk tersebut berhasil melibas turunan Dlingo-Imogiri dengan tanpa kesalahan.
Sebenarnya, lanjut dia, ketika melibas turunan seharusnya pengemudi tidak mengandalkan rem untuk mengurangi laju kendaraan. Pengemudi seharusnya mengandalkan mesin itu sendiri untuk mengurangi laju kecepatan kendaraan di jalan menurun.
"Tadi saya kasih lihat truk yang turun dengan muatan berat. Truk itu turun dengan gigi satu dan lampu rem bagian belakang tidak pernah menyala. Artinya sopir tidak pernah menginjak rem. Dan itu cara yang benar ketika melintas di jalan menurun," terang dia.
Oleh karena itu, ke depan pihaknya akan memberikan edukasi ataupun sosialisasi bagi pengemudi bus ataupun kendaraan berat bagaimana cara yang benar ketika melintasi jalanan yang menurun. Ada kemungkinan, kecapakan mengemudi di jalan menurun dan menanjak ini masuk dalam prasyarat pembuatan Surat Ijin Mengemudi (SIM).
ADVERTISEMENT
"Setelah ini kita akan lakukan koordinasi atau rapat besar untuk mengambil kebijakan langkah mengurangi kecelakaan di jalan menurun," tambahnya.