Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Masalah Negara Tak Hanya UU KPK, Pelajar Jogja: Lihat Menyeluruh
20 Oktober 2019 23:14 WIB
ADVERTISEMENT
Meninggalnya 5 orang aksi saat melakukan demonstrasi di beberapa daerah di Indonesia beberapa waktu lalu menyedot perhatian khalayak banyak. Mereka mengecam tindakan represif terhadap kelimanya hingga nyawa melayang. Aksi solidaritas menyatakan kepedulian terhadap peristiwa pilu tersebut terus berdatangan, tidak terkecuali dari Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Gerakan Pelajar Yogyakarta (GPY) menjadi salah satu kelompok yang bersuara lantang mengecam represifitas yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan tersebut. Oleh karena salah satu latar belakang itu, mereka menggelar aksi di Bundaran UGM, Minggu (20/10/2019).
Aksi ini diisi oleh orasi-orasi, pembacaan puisi, penyalaan lilin, dan doa bersama bagi kelima massa aksi yang telah gugur itu.
Namun GPY tidak hanya berfokus pada isu terkait meninggalnya lima aktivis itu. Sebagai kelompok yang masih menjadi bagian dari Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), mereka turut dalam barisan untuk menyuarakan sembilan tuntutan yang telah disepakati pada aksi #GejayanMemanggil2.
"Pada aksi kali ini, pertama kami mengecam negara yang merepresi kelima massa aksi tersebut. Kami juga menuntut pemerintah untuk segera memberikan keadilan bagi para korban dengan cara menetapkan pelaku serta memberinya hukuman," tutur Aci (bukan nama sebenarnya) selaku Humas aksi tersebut saat ditemui di lokasi kegiatan.
ADVERTISEMENT
"Kami sengaja membuat aksi ini bertepatan dengan hari pelantikan presiden dan wakil presiden. Hal itu merupakan sarkasme bagi negara bahwa hari ini ada pelantikan kepala negara, tetapi di luar itu masih banyak persoalan yang tidak diselesaikan," imbuhnya.
Sebagai kalangan pelajar, GPY juga turut mengkitisi pembungkaman hak demokrasi yang dilakukan oleh negara bagi para pelajar.
"Melalui surat edaran dari Mendikbud yang melarang pelajar untuk turut aksi, tentu ini adalah tindak kejahatan dari negara dengan merepresi rakyatnya yang ingin mengemukakan pendapat," ujar salah seorang orator dalam aksi tersebut.
"Kasus aktual di Gowa, mengancam pelajar yang ikut turun aksi dengan mencatat namanya di SKCK sebagai pelaku kejahatan. Jelas hal ini telah menyalahi Undang-Undang," tambahnya.
Mereka menggunakan DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), Undang-Undang Perlindungan Anak, UUD 1945 Pasal 19 serta Pasal 28 E, dan konvensi hak sipil politik sebagai hukum yang menjamin bahwa pelajar berusia 18 tahun bisa turun ke jalan.
ADVERTISEMENT
Terkait Perppu KPK yang sedang ramai dibahas di masyarakat, GPY dan ARB memilih mosi tidak percaya. Hal ini yang membuat mereka sedang menggalang persatuan dari berbagai elemen rakyat. Dari sana, mereka bisa masuk ke isu-isu lain yang menyangkut kehidupan berbangsa serta bernegara, seperti ketenagakerjaan, KUHP, pendidikan, demokrasi, dan sebagainya.
"Persatuan itu digunakan sebagai gempuran bagi negara. Persoalan saat ini tidak hanya terkait UU KPK, tetapi juga berbagai persoalan lain dan tentunya lebih kompleks. Negara seharusnya bisa melihat itu sebagai persoalan yang menyeluruh, tidak hanya sektoral," kata Aci. (Dionysius)