Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Dekan FEB Unisma: Resistensi Saham Syariah Relatif Lebih Stabil
17 September 2020 19:46 WIB
ADVERTISEMENT
MALANG - Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, yakni 87 persen dari jumlah total penduduk, Indonesia memiliki potensi besar dalam perkembangan investasi saham syariah. Pertumbuhan investor syariah dari tahun 2017 ke 2018 meningkat hampir 100 persen.
ADVERTISEMENT
Data World Bank menunjukkan dari jumlah total penduduk muslim Indonesia, 64 persen merupakan kelompok produktif.
Atas dasar potensi tersebut, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi secara berkala tentang pasar modal syariah beserta instrumen keuangan yang ada di dalamnya. Karena masih banyak masyarakat muslim yang belum memahami manfaat, dan mempersoalkan halal dan haramnya berinvestasi efek-efek di pasar modal.
Spirit itulah mendasari Himpunan Mahasiswa Program Studi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang (FEB Unisma) menggelar webinar Sekolah Pasar Modal Syariah Digital bertajuk Investor Cerdas di Masa New Normal.
Acara ini menghadirkan narasumber Trainer IDX Syariah, Dery Yustria dan Branch Manager PT IPOT Syariah, Indah Nur Chabibah.
ADVERTISEMENT
Webinar ini dibuka oleh Dekan FEB Unisma, Nur Diana SE MSi. Dalam sambutannya, Diana mengatakan bahwa hantaman pandemi virus corona yang melanda seluruh dunia, bahkan di Indonesia, telah mengakibatkan sektor riil maupun sektor non riil lumpuh.
“Agenda ini diselenggarakan sebagai upaya melakukan edukasi dan sosialisasi pasar modal syariah di Indonesia agar dapat memahami bagaimana strategi investasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah," terang Diana.
"Investasi saham atau instrumen keuangan syariah bisa menjadi salah satu pilihan cerdas dalam berinvestasi di masa pandemi,” imbuhnya.
Menurut Diana, dari sektor keuangan khususnya di industri pasar modal, pada bulan Maret yang telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai masa pandemi di Indonesia, menyebabkan IHSG berada pada zona merah.
"Pandemi COVID-19 terbukti sangat memberikan dampak pada instrumen investasi, baik syariah maupun konvensional. Namun, instrumen keuangan syariah lebih kebal terhadap pengaruh pandemi dibandingkan dengan instrumen keuangan konvensional," tutur Diana.
ADVERTISEMENT
Lanjut Diana, OJK dan BEI telah menunjukkan bahwa kapitalisasi dan kinerja pasar saham syariah Indonesia mengalami penurunan year to date, yaitu sebesar masing-masing 22,4 persen dan 16,3 persen.
"Ini membuktikan bahwa resistensi saham syariah relatif lebih stabil dibandingkan dengan saham-saham konvensional di masa pandemi," ujarnya.
Dalam paparannya, Derry mengatakan tingkat financial literacy masyarakat terhadap investasi produk keuangan masih cukup rendah.
Berdasarkan data, lanjut Derry, masyarakat yang memakai produk perbankan sudah 37 persen. Namun, hanya 36 persen yang benar-benar paham terhadap produk yang dibelinya.
"Padahal, untuk meningkatkan nilai harta, pasar modal adalah tempat yang sangat menjanjikan baik bagi individu maupun korporasi," ungkap Derry
Dia menambahkan, rendahnya tingkat literasi masyarakat, bisa dijadikan peluang bagi mahasiswa FEB Unisma untuk meningkatkan kemampuan dalam pemahaman literasi investasi. Agar bisa menjadi differensiasi dari lulusan-lulusan FEB dari universitas lain. Melihat tidak banyak yang sudah menguasai skill ini.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Indah, dalam paparannya lebih banyak menuturkan tips dan trik secara praktis tentang bagaimana cara berinvestasi dengan cerdas.
Dia menyampaiakan, kita harus memilih saham Blue Cheap untuk menghindari resiko kehilangan uang yang tidak bisa diantisipasi di pasar modal.
Ciri-ciri saham Blue Cheap adalah memiliki nilai kapitalisasi pasar lebih dari Rp 20 triliyun, atau biasa dikenal sebagai first liner.
"Untuk memilih perusahaan yang untung, perusahaan dengan sedikit utang, perusahaan yang murah, kenali produk dan bisnis perusahaan secara komprehensif dan tentu perlu mengenali risk and return saat berinvestasi," jelasnya.(ads)