Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Salman Subakat, CEO Perusahaan Kosmetik yang Gerilya Bangun Ekosistem Pendidikan
13 April 2021 15:39 WIB
ADVERTISEMENT
Tidak ada kebetulan dalam hidup. Semua terjadi atas kehendak-Nya. Itu pula yang diyakini Salman Subakat, bos raksasa kosmetik halal produk asli Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pria persilangan darah Jawa-Minangkabau ini, menerima takdir yang digariskan-Nya sebagai panggilan untuk memayu hayuning bawono. Chief Executive Officer (CEO) PT Paragon Technology and Innovation (PTI) itu, menyadari garis takdirnya: menebar kebajikan, rahmat bagi semesta. Salman kini dalam lintasan takdir memimpin perusahaan yang mempekerjakan 10.000 pegawai, mengendalikan 41 pusat distribusi di seluruh Indonesia, dan punya lebih dari 200 mitra kegiatan corporate social responsibility (CSR).
Putra kedua pasangan pendiri sekaligus pemilik PTI Nurhayati-Subakat Hadi itu memilih menyalurkan “energi kosmetik” bukan hanya untuk mempercantik fisik manusia. Lebih dari itu, Salman ingin pula mempercantik dunia pendidikan Indonesia. Kenapa?
Ibarat dua sisi mata uang, Salman memandang sektor pendidikan menempati salah satu sisinya. Sisi lainnya ialah kesehatan. Pendidikan–bersama kesehatan-merupakan sektor kunci bagi maju mundurnya suatu negara-bangsa.
ADVERTISEMENT
“Kalau ingin Indonesia maju, pendidikannya harus maju,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Paragon Technology and Innovation (PTI), Salman Subakat, dalam berbagai kesempatan ngobrol, baik via telepon, Zoom, maupun tatap muka langsung.
Di mata publik kebanyakan, alumni Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, dikenal sebagai penerus kerajaan bisnis keluarga berlabel halal asli racikan anak bangsa. Masyarakat lebih familiar dengan merk produk kosmetik yang dihasilkannya ketimbang nama Paragon. Sebut saja Wardah, Putri, Make Over, Emina, dan Kahf, yang setiap detiknya terjual enam unit. Produk-produk yang dihasilkan dari pabrik-pabrik Paragon di tujuh kawasan seluas 20 hektare di Jatake, Tangerang, Banten, bukan hanya merajai pasar domestik, melainkan juga mampu bersaing dengan produk dunia yang telah mapan di kancah global.
Namun, di mata orang-orang yang mengenalnya dari dekat dan kalangan pegiat pendidikan, sosok pria kelahiran 20 Juli 1980 ini dikenal lebih dari sekadar seorang pemimpin bisnis perusahaan kosmetik. Salman juga dikenal sebagai top executive yang sangat peduli terhadap dunia pendidikan. Tidaklah mengherankan jika CEO perusahaan kosmetik yang insinyur elektro itu lancar jaya ketika bicara tentang pendidikan.
ADVERTISEMENT
Membangun Mimpi Indonesia di Jalur Pendidikan
CEO perusahaan raksasa kosmetik Indonesia berskala antarbangsa itu, memang tergolong unik dan langka. Suami Dini Ardi ini, sama antusiasnya ketika bicara tentang pendidikan dan inovasi bisnis. Kepeduliannya terhadap pendidikan tidak hanya sebatas di lingkungan perusahaan yang dia pimpin. Lebih dari itu, visinya menembus dinding-dinding pabrik dan kantor Paragon. Yang dia pikirkan, bicarakan, dan lakukan ialah tentang nasib pendidikan anak bangsa ini.
“Enggak akan ada perusahaan yang sangat besar di Indonesia, yang kayak Toyota, kalau pendidikan di Indonesia tidak maju. Sulit sekali kita (bisa) punya Google-nya Indonesia, Toyota-nya Indonesia, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, kalau pendidikannya tidak maju,” kata Salman, dalam suatu perbincangan dengan belasan wartawan peserta Fellowship Jurnalisme Pendidikan yang digelar oleh Gerakan Jurnalis Peduli Pendidikan (GJPP), pada medio Maret 2021.
Bagi Salman, pendidikan merupakan jalan tol dan eskalator guna mengantarkan anak bangsa meraih mimpi-mimpi masa depan. Mimpi naik kelas, minimal sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan sejahtera. Seperti kata Bung Karno, gantunglah mimpi setinggi langit dan jangan takut jatuh. Karena, kalaupun jatuh, kita akan jatuh di antara bintang-bintang.
ADVERTISEMENT
Dia menyadari, memajukan pendidikan guna mewujudkan mimpi anak-anak bangsa ke depan itu tidak dapat dilakukan sendirian, apalagi dilandasi ego sektoral. Karena itu, pemegang sertifikat coach internasional untuk pendidikan dan pengajaran itu, terus bergerilya membangun ekosistem pendidikan. Sejumlah kalangan menyebut sebagai kerja sama pentahelix, yang melibatkan lima pemangku kepentingan, yakni pemerintah, kalangan pengusaha, komunitas, media, dan akademisi.
Semua elemen pentahelix itu, dia rangkul agar terjalin sebagai rantai ekosistem yang berkait dan kuat guna menggerakkan roda pendidikan. Misinya jelas: “Bagaimana agar pendidikan ini menjadi arus utama dalam membangun dan memajukan bangsa ini. Istilah kerennya mainstreaming education di semua level, baik pemikiran atau mindset, kebijakan, maupun pemberitaan,” ujar Salman.
Di tingkat pemerintahan, Salman dan jejaringnya menjadi mitra Kementerian Pendidikan. Dia juga kerap mendapatkan undangan pihak Istana Kepresidenan, khususnya untuk acara dan kegiatan yang terkait dengan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Di tingkat akar rumput, Salman secara pribadi maupun via Paragon Technology and Innovation menginisiasi dan menggerakkan serangkaian kegiatan yang dimotori para aktivis dan relawan. Sekadar menyebut, Salman dan perusahaan kosmetik yang dipimpinnya terus menebar insentif beasiswa. Rumah Amal Salman (RAS) ialah salah satu mitra “binaan” Salman Subakat dalam menyalurkan beasiswa. RAS merupakan lembaga amil zakat, infaq, dan sedekah yang dimotori para aktivitas Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Saya bertemu Pak Salman dua tahun lalu tanpa janjian di lingkungan Kampus ITB. Dari situlah tambah bersemangat dan makin percaya diri,” tutur Direktur RAS Bandung, M Kamal Muzakki.
Kamal memaparkan, atas dorongan dan dukungan Salman, RAS makin intensif dan luas menjaring para siswa potensial dari kalangan masyarakat kurang mampu agar mereka dapat bersaing masuk kuliah di kampus-kampus ternama di Indonesia. Selain memberikan beasiswa yang bersumber dari para donatur, RAS juga mengawal dan memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak kelas tiga SMA agar mereka bisa kuliah hingga menamatkan studi di perguruan tinggi idaman.
ADVERTISEMENT
“Kami terutama gencar menjaring anak pertama keluarga kurang mampu agar dia dapat mengangkat adik-adiknya,” ujar Kamal.
Gerakan Jurnalis Peduli Pendidikan
Di tingkat akar rumput, Salman Subakat secara TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) bergerilya. Dia termasuk salah satu tokoh di balik aktivitas dan eksisnya komunitas Semua Murid Semua Guru (SMSG) dan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Baik SMSG maupun PSPK merupakan perkumpulan nirlaba yang menghimpun para aktivis pendidikan di berbagai tingkatan di seluruh Indonesia.
Salman juga menggelar berbagai kegiatan yang menyasar kalangan kampus di Tanah Air, baik mahasiswa maupun para dosen. Tujuannya ialah untuk meningkatkan kapasitas para dosen beserta mahasiswa dan mendekatkan mereka dengan dunia kerja atau industri. Misalnya, kegiatan safari Lecturer Coaching Movement yang dalam setiap sesinya diikuti ratusan dosen dari berbagai perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Salman dengan mengusung bendera Paragon juga menggelar Kuliah Umum Kewirausahaan bertema Business Innovatove Leader. Salman juga mengerahkan Paragonians, sebutan untuk tim pegawai PTI, untuk terjun berbagi (sharing) mengajar anak-anak di berbagai daerah dalam wadah gerakan Wardah Inspiring Teacher.
“Membangun dan memajukan pendidikan Indonesia tidak mungkin dapat dilakukan sendirian. Upaya memajukan pendidikan Indonesia harus melibatkan seluruh ekosistem atau pemangku kepentingan terkait,” jelasnya.
Dalam konteks itulah, Salman secara khusus memandang penting dan strategisnya peran media dan para wartawan yang mengawakinya. Bersama koleganya yang pakar komunikasi dan motivator kondang, Dr Aqua Dwipayana, Salman kemudian menginisasi gagasan perlunya gerakan dari kalangan wartawan sebagai mata rantai ekosistem itu untuk mengarusutamakan isu-isu pendidikan dalam pemberitaan di media massa. Aqua dan Salman kemudian mengajak saya ikut serta. Muncullah kemudian Gerakan Jurnalis Peduli Pendidikan (GJPP). Atas endorsement Aqua, Salman kemudian mendaulat saya mengkomandoi GJPP.
ADVERTISEMENT
“Saya sangat mengapresiasi dan berterima kasih pada Pak Nurcholis dan kawan-kawan di GJPP yang cepat bergerak ikut menumbuhkan kepedulian terhadap pendidikan di kalangan media,” kata Salman, tentang kegiatan GJPP yang antara lain mengadakan Fellowship Jurnalisme Pendidikan 2021 yang dilaksanakan dalam empat angkatan (batch), per angkatan diikuti 15 wartawan dari berbagai media.
Lalu, apa motif seorang Salman Subakat yang insinyur elektro dan CEO perusahaan kosmetik jatuh cinta pada dunia pendidikan? Pada mulanya, dia mengaku “tercebur”. Namun, dia akhirnya merasa asyik juga bergaul dengan kalangan aktivis pendidikan, baik di kampus maupun luar kampus atau sekolah.
“Ibu Nurhayati yang menurunkan kecintaan terhadap dunia pendidikan. Orang tua saya memang sangat concern terhadap pendidikan. Kakek-nenek saya guru,” kata Salman, merujuk leluhurnya dari garis ibunya, yakni Nurhayati Subakat, pendiri sekaligus pemilik PTI.
ADVERTISEMENT
Kepedulian terhadap pendidikan itu antara lain tercermin dalam lima nilai perusahaan yang disemaikan di benak seluruh Paragonian. Kelima karakter kunci yang wajib dimiliki Paragonian itu ialah: ketuhanan, kepedulian, rendah hati, tangguh, dan inovasi.
Penulis: Nurcholis MA Basyari