Konten Media Partner

Sidang Tuntutan Julianto Eka Putra Ditunda, Ini Komentar Pakar Hukum

21 Juli 2022 16:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana akhir penundaan persidangan pembacaan tuntutan kasus kekerasan seksual yang menjerat Pendiri SMA SPI Kota Batu, di Pengadilan Negeri Malang. Foto: M Sholeh
zoom-in-whitePerbesar
Suasana akhir penundaan persidangan pembacaan tuntutan kasus kekerasan seksual yang menjerat Pendiri SMA SPI Kota Batu, di Pengadilan Negeri Malang. Foto: M Sholeh
ADVERTISEMENT
MALANG - Penundaan sidang agenda pembacaan tuntutan kasus kekerasan seksual yang menjerat Julianto Eka Putra (JEP), Pendiri SMA Selamat Pagi Indonesa (SPI) Kota Batu, menimbulkan tanda tanya.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Universitas Brawijaya (UB), Dr Prija Jatmika, turut angkat bicara. Kriminolog ini menilai bahwa penundaan tuntutan dalam persidangan merupakan hal yang biasa dan wajar. Terlebih kasus ini merupakan kasus pelecehan seksual yang telah berlalu belasan tahun dan dengan persidangan yang panjang.
"Mungkin (jaksa) memang butuh waktu untuk menyiapkan (tuntutan) karena faktanya banyak, dari 20 sidang. Gak papa ini bentuk kehati-hatian dan ketelitian. Jangan sampai fakta-fakta yang ditemukan itu tidak mendukung secara yuridis," jelasnya, pada Kamis (21/7/2022).
Menurutnya, berkas surat pembacaan tuntutan harus memiliki fakta konstruksi dakwaan yang lengkap mulai fakta kesalahan, fakta hukum, fakta persidangan, hingga fakta sosial.
Fakta konstruksi dakwaan itu harus mampu meyakinkan majelis hakim yang nantinya memutuskan hasil akhir pembuktian kasus yang ada di persidangan.
ADVERTISEMENT
"Kekerasan seksual itu memang sulit pembuktiannya karena harus ada dua bukti, keterangan saksi, visum, dan lainnya. Pembuktiannya memang sulit, jadi persidangannya lama. Jaksa meminta tuntutannya ditunda itu untuk membuktikan secara yuridis biar tuntutannya kuat agar dakwaannya bisa maksimal," terangnya.
Namun, dia juga berpesan untuk majelis hakim agar memberikan ketegasan batas waktu kepada pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun pihak terdakwa agar tak menunda-nunda jalannya tiap proses persidangan.
"Problemnya yang harus digaris bawahi. Terdakwa itu dalam persidangan, batas penahanannyakan 90 hari. Kalau lebih dari 90 hari, sidang belum selesai, terdakwa harus dibebaskan dari tahanan. Makanya jangan sampai terlalu lama, putusan itu jangan sampai dijatuhkan melebihi 90 hari," jelasnya.
Dia mengatakan, persidangan selanjutnya juga bisa dimungkinkan akan ada penundaan-penundaan juga. Untuk itu, dia meminta majelis hakim tegas dalam mendorong pihak JPU maupun pihak terdakwa untuk konsisten dan mematuhi jangka waktu persidangan yang ditetapkan.
ADVERTISEMENT
"Saya hanya mengingatkan jangan sampai hakim terperdaya sama pihak pembela untuk menunda-nunda (tiap proses persidangan). Ini sudah ada menunda bacaan tuntutan. Nanti pembela (kemungkinan) juga minta menunda pembelaannya. Jangan sampai terdakwa yang sudah ditahan, lepas. Batas waktunya 90 hari," pesannya.