Konten dari Pengguna

Imbas Kenaikan Harga Bahan Minyak (BBM)

Andriyan Kristianto
Mahasiswa UMM
25 Oktober 2022 21:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andriyan Kristianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pertambahan jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan, menimbulkan berbagai dampak terhadap aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek yang cukup terpengaruh adalah penggunaan energi untuk menunjang kebutuhan hidup yang meliputi sektor industri, angkutan, rumah tangga, dan lain sebagainya. Peningkatan jumlah penduduk berakibat pada meningkatnya kebutuhan manusia akan energi. Bahan bakar minyak (BBM) merupakan energi yang perlu disubsidi karena harga BBM tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu harga minyak mentah di pasar dunia. Harga BBM yang disubsidi ditetapkan melalui Peraturan Presiden yang bertujuan untuk menstabilkan harga-harga barang sebagai dampak terhadap harga BBM.
ADVERTISEMENT
Manfaat subsidi secara umum adalah untuk membantu kegiatan ekonomi bagi masyarakat. Apabila pendapatan yang diterima rendah, sedangkan harga-harga kebutuhan semakin mahal, subsidi sangat berguna bagi masyarakat karena membantu mereka untuk dapat membeli BBM dengan harga yang lebih murah.
Pemerintah melaporkan bahwa beban subsidi BBM mencapai angka Rp 502.4 triliun, angka yang sangat tinggi tentunya. Dalam rangka mengurangi tekanan fiskal tersebut, di awal September 2022, pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM.
Namun, barang atau jasa yang disubsidi juga kadang-kadang tidak tepat sasaran. Subsidi yang seharusnya diterima oleh warga yang kurang mampu terkadang malah dinikmati oleh golongan yang tidak berhak. bahkan total BBM subsidi yang tak tepat sasaran mencapai sekitar 70-80 persen. Menurut saya harga ini BBM perlu disesuaikan karena subsidi yang selama ini dikeluarkan tidak tepat sasaran. Karena itu tidak adil, Kenapa? karena bagaimana dengan mereka yang tidak punya kendaraan? Jadi, subsidi harus dikurangi dan direlokasi untuk mereka yang tidak punya kendaraan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu pemerintah perlu segera melakukan koreksi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar BBM bersubsidi seperti Solar dan Pertalite hanya dijual kepada masyarakat kurang mampu, pelaku ekonomi kecil dan transportasi umum.
Maka dari itu pemerintah harus segera melakukan tindakan. Dengan berkurangnya volume BBM bersubsidi namun tepat sasaran, maka BBM bersubsidi tersebut tidak perlu dinaikkan harga jualnya. Hal ini penting, sehingga rakyat kecil dan pelaku usaha kecil tetap dapat membeli BBM dengan harga murah. Dengan demikian juga akan berdampak pada aktivitas ekonomi mereka dapat bangkit lebih kuat.
Per 3 September 2022, pemerintah resmi menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak jenis Solar, Pertalite dan Pertamax. Masing-masing menjadi Rp 6,800 per liter untuk Solar, Rp 10.000 per liter untuk Pertalite dan Rp 16,500 per liter untuk Pertamax.
ADVERTISEMENT
Menurut saya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memberatkan rakyat kecil. Selain itu Bantuan Tunai Langsung (BLT) BBM yang diambil dari Kas Negara senilai Rp12,4 triliun bukanlah solusi, kenapa? Karena meskipun pemerintah menyalurkan BLT, hal tersebut hanyalah sementara. BLT tersebut tidak sebanding dengan dampak jangka panjang yang dirasakan masyarakat kecil. Seperti halnya para nelayan di beberapa daerah yang sudah menggantungkan mata pencaharian yang pas-pasan dan mengandalkan subsidi BBM. Dengan kenaikan (harga BBM), ini tidak menutup kemungkinan pengeluaran menjadi mereka lebih besar dari pendapatan.
Dari sisi ekonomi, kenaikan harga BBM jelas akan mendorong kenaikan biaya produksi, mendorong inflasi (cost push inflation) yang pada gilirannya akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan upah riil dan konsumsi rumah tangga. Padahal kita tahu konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi yang tinggi terhadap Produk Domestik Bruto (sekitar 50%) dan merupakan penghela utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Secara sektoral, sektor-sektor yang banyak menggunakan BBM pasti akan mengalami kontraksi yang paling tinggi terutama sektor angkutan darat, angkutan laut, angkutan kereta api, jasa kurir dan pengiriman. Untuk bertahan sektor-sektor tersebut tentu saja akan menaikkan harga dan ini sudah terlihat dari kenaikan ongkos angkutan.
Kenaikan harga pada sektor transportasi pada gilirannya akan mempengaruhi sektor-sektor perekonomian lainnya melalui dampak multiplier. Dan kita tahu kenaikan harga-harga barang yang terjadi secara serentak tersebut akan mendorong kenaikan inflasi di Indonesia
Dampak negatif akan lebih dahsyat lagi jika efek psikologis terasa dimana masyarakat secara bersama-sama memiliki ekspektasi bahwa kenaikan harga BBM akan diikuti oleh kenaikan harga di sektor-sektor lainnya. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan efek psikologis di masyarakat di mana produsen (termasuk pedagang) menaikkan harga melebihi dari kenaikan biaya produksi atau distribusi yang mereka keluarkan. Jadi ketika produsen menaikkan harga mereka tidak menghitung berapa besar kontribusi BBM terhadap biaya produksi yang mereka keluarkan untuk memproduksi barang/jasa tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, ketika harga BBM naik sebesar Rp 500 per liter, maka sopir angkutan umum akan memilih menaikkan ongkos sebesar Rp 500 per penumpang, pedagang makanan akan menaikkan harga Rp 500 per porsi, dan pedagang sayuran juga akan menaikkan harga Rp 500 per kg/per ikat sayur yang mereka jual.
Padahal kontribusi BBM per penumpang atau kontribusi BBM terhadap biaya makanan atau sayuran per ikat tidaklah sebesar tersebut. Kondisi tersebut diperparah oleh adanya pihak yang memanfaatkan momentum kenaikan harga BBM dengan menaikkan harga semua komoditi padahal kenaikan biaya produksi yang dikeluarkan tidak sebesar kenaikan harga yang mereka lakukan.
Jika hal tersebut dilakukan oleh produsen dan pedagang secara serentak di seluruh Indonesia, maka inflasi yang terjadi akan lebih besar daripada dampak ekonomi yang seharusnya. Kenaikan harga secara serentak dan melebihi dari (cost push inflation) tersebut akan menyebabkan inflasi yang tinggi dan pada gilirannya dapat memicu keresahan di semua lapisan masyarakat, mulai dari produsen, pedagang, dan konsumen.
ADVERTISEMENT
Dari sisi pemerintah, adanya kenaikan harga BBM yang menimbulkan keresahan tersebut akan berdampak pada kredibilitas pemerintah di mata masyarakat. Apalagi menjelang tahun politik di mana isu kenaikan harga BBM akan dijadikan kubu oposisi untuk menurunkan popularitas pemerintah.
Sebagai penutup, dampak ekonomi dan psikologis kenaikan harga BBM harus diwaspadai oleh pemerintah. Di sinilah perlunya peran pemerintah untuk menenangkan masyarakat bahwa kenaikan harga BBM tidak perlu ditanggapi dengan kepanikan. Pemerintah harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa dana subsidi BBM akan dikompensasikan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak terutama untuk golongan rumah tangga menengah ke bawah.
Dana subsidi juga harus dialokasikan ke sektor-sektor lain yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, misalnya untuk pembangunan irigasi, subsidi harga pertanian, pembangunan jalan, pelabuhan, sarana pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Yang tidak kalah pentingnya adalah keseriusan pemerintah untuk memerangi praktik-praktik ekonomi biaya tinggi di Indonesia wajib dilakukan. Kita tahu adanya praktik pungli, korupsi, dan aksi para pemburu rente akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa melebihi harga keekonomiannya. Penghematan pos-pos anggaran yang memang tidak terlalu mendesak juga perlu dilakukan.